CHENLE AS [ADIK]

37.3K 4.1K 695
                                    

"kakak jangan nangis lagi..." aku langsung mengusap wajahku yang berderai air mata ketika mendengar suara lirih chenle, adikku.

"lele tau kakak sedih, tapi lele gak suka kalo kakak nangis sampe kayak gini." chenle mendudukkan tubuhnya di sisi ranjangku, lalu menyibak selimut yang menutupi seluruh tubuhku.

"jangan nangis lagi.. lele janji bakal bikin bang jeno babak belur abis ini," ucap chenle dengan tatapan berapi-api, aku yang melihat itu hanya tersenyum kecil.

"gak usah ih, buang-buang tenaga aja ngurusin orang brengsek kayak dia." chenle memajukkan bibir bawahnya, lalu beralih menatap wajahku yang memerah sempurna.

"huh bang jeno sialan! muka kakak jadi nambah jelek 'kan gara-gara nangis!" aku mendelik, lalu memukul tubuhnya menggunakan guling.

"SIAPA YANG KAMU BILANG JELEK HAH!?"

"kakak jelek, mukanya merah kayak pantat monyet wleee." chenle tertawa tanpa dosa lalu menjulurkan lidahnya padaku.

"kamu tuh jelek! udah muka putih kayak mbak kunti," balasku membuat chenle mengernyitkan dahinya tak suka.

"KAKAK LEBIH JELEK POKOKNYAAAA!" ucap chenle tak mau dibantah lalu berlari keluar dari kamarku, aku yang mengerti jika chenle berniat menghiburku langsung mengejarnya yang sudah berlari ke arah taman belakang mansion kami.

"huu kalo gak bisa lari itu bilang aja," ejekku setelah berhasil menarik lengan baju chenle, membuat adikku itu mendengus kesal.

"SIAPA BILANG LELE GABISA LARI?" chenle tersenyum mengejek setelah berhasil lepas dari genggamanku, adikku itu kemudian berlari memutari lapangan basket yang dengan senyum kemenangannya.

———

"kamu apa-apaan sih? kalo papi tau gimana coba?"

mendengar ada suara ribut-ribut di bawah, aku langsung beranjak meninggalkan kasur. berniat mencari tahu asal keributan yang ternyata berasal dari mami dan chenle yang tengah berdebat.

"kenapa sih ribut—ITU MUKA JELEK KAMU KENAPA BONYOK ASTAGAAA!" aku memekik histeris ketika melihat wajah chenle yang babak belur. 

kulitnya yang sangat putih membuat lebam-lebam kebiruan itu terlihat sangat jelas di wajahnya. 

"kamu berantem sama siapa? coba kasih tau mami, siapa tau mami bisa kasih toleransi." mami menuntun chenle duduk di ruang tengah.

aku yang penasaran juga ikut duduk di sofa sebrang mami dan chenle, mami menghela napasnya kasar ketika chenle tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"mami tanya terakhir kali, kamu berantem sama siapa?" ucap mami dengan suara yang mulai melembut, kemudian merangkul chenle dengan sayang.

"sama bang jeno.." cicit chenle, aku membelalak.

"CHENLE APA-APAAN SIH?! KAN KAKAK UDAH BILANG GAK USAH NYARI RIBUT SAMA DIA."

aku beranjak berdiri dengan wajah marah. bukan. aku bukan marah karena chenle menyakiti jeno.

tapi aku marah karena tak bisa menjaga chenle dengan baik.

"kakak jangan dimarahin dong adeknya," bela mami seraya mengusap kepala chenle yang mulai menangis di dekapannya.

chenle menangis karena ini adalah kali pertama aku memarahi dan membentaknya. 

"kamu itu gak bisa bela diri, gak usah belaga mau ngelawan jeno yang udah karate sabuk item," ucapku, lalu berjalan meninggalkan ruang tengah yang kini dipenuhi dengan suara tangisan chenle.

———

sudah tiga hari aku dan chenle sama sekali tak berkomunikasi, mami dan papi yang menyadari itu pun sepertinya memaklumi.

mereka tau aku marah bukan karena chenle menyakiti jeno, tapi karena aku khawatir dengan adik kecilku itu.

sudah tiga hari pula aku mengurung diri di kamar, hanya keluar kalau mami meminta bantuan atau mengajak makan bersama.

suara ketukan pintu membuat lamunanku buyar, aku melirik pintu kamarku yang tertutup rapat.

"masuk," sahutku, namun tak ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu. aku mendengus sebal lalu beranjak dari ranjang untuk membuka pintu.

"kenap—" belum rampung aku berucap. chenle, oknum yang mengetuk pintu kamarku itu langsung menerjangku dengan pelukannya. 

hingga kami terjatuh karena aku yang tak kuat menahan bobot badannya. "chenle berattt!"

aku mendorong bahu chenle agar ia melepas pelukannya. namun bukannya di lepas, chenle malah mengeratkan pelukannya dan menangis di ceruk leherku.

"maaf.. hiks." aku menghela napas panjang, kemudian mengusap rambut halusnya dengan sayang.

"iya dimaafin, lain kali jangan gitu lagi." aku menangkup wajah chenle. "kakak gak mau liat lele luka-luka lagi."

chenle tersenyum lebar saat aku mengecup keningnya sekilas, lalu kembali memeluk tubuhku erat.

"jangan diemin lele lagi, lele kangen tidur sama kakak..."












"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


NCT AS | NCT OT23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang