WINWIN AS [PSIKIATER]

34K 4.6K 1.3K
                                    

"nama saya dong sicheng, kamu bisa panggil saya winwin. saya psikiater pribadi yang mama kamu pilih untuk membantu pemulihan trauma yang kamu alami."

tubuhku bergetar hebat ketika melihat pria yang memperkenalkan dirinya sebagai psikiater-ku itu.

sudah hampir 4 tahun aku mengalami ketakutan berlebih terhadap lelaki atau yang biasa disebut androphobia.

phobia yang terjadi karena kasus pemerkosaan yang aku alami saat pulang dari rumah temanku sehabis mengerjakan tugas kelompok beberapa tahun lalu. 

mama sudah terlalu sering membawaku ke psikiater, namun itu tak pernah membuahkan hasil.

karena setelah psikiater itu menyatakan trauma-ku sudah jauh lebih baik dan mama mencoba mengajakku berjalan-jalan keluar rumah, ketakutan itu kembali datang.

dan setelah kejadian itu, mama tak lagi mengajakku ke psikiater atau bahkan memanggil psikiater ke rumah.

namun entah dorongan darimana, mama kembali memanggil psikiater pribadi ke rumah untuk mengatasi trauma-ku. dan yang menjadi masalah adalah... psikiater itu seorang pria.

jujur sebenarnya aku sangat ingin sembuh dari trauma ini, aku merindukan papa dan abangku yang kini tinggal terpisah denganku dan mama.

karena trauma yang aku miliki, papa dan abang terpaksa tinggal di rumah yang berbeda denganku karena tak mau trauma-ku bertambah parah.

"gak apa-apa, sayang. winwin gak akan ngapa ngapain kamu kok." mama yang duduk di sebelahku mengusap punggung tanganku lembut, berusaha menenangkanku yang mulai ketakutan.

winwin tersenyum lembut, kemudian menutup wajahnya menggunakan majalah milik mama yang tergeletak di atas meja.

aku mengernyit bingung, "k-kamu ngapain?" tanyaku takut-takut.

terdengar kekehan lembut dari pria bernama winwin itu, "saya tau kamu masih belum terbiasa dengan kehadiran saya, apa dengan cara ini bisa membuat kamu jauh lebih tenang?"

dengan ragu aku mengangguk pelan, kemudian buru-buru bersuara saat mengingat winwin tak bisa melihatku karena majalah yang menutupi wajahnya.

"i-iya."

mama tersenyum lembut, kemudian beranjak dari duduknya membuatku segera menahan tangannya dengan wajah ketakutan.

"mama cuma mau ke dapur, sayang. lagipula winwin gak akan ngapa-ngapain kok," ucap mama lembut, lalu mengecup keningku sebelum berjalan meninggalkanku dengan winwin.

"e-emm... kamu bisa taro majalah itu kalo kamu pegel," cicitku pelan.

"gak apa-apa? kalau kamu gak nyaman, saya gak apa-apa kok kayak begini," ucapnya tulus membuatku tak enak.

"g-gak papa," balasku cepat, winwin kemudian menurunkan majalah itu dari depan wajahnya perlahan.

winwin kemudian menyunggingkan senyum tulusnya, namun aku segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

"kamu bisa ceritain hal yang membuat kamu tidak nyaman pada saya, apapun itu akan saya dengarkan," ucapnya dengan sangat lembut membuat rasa takut itu perlahan menghilang.

"a-apapun?" tanyaku yang ia balas dengan anggukan cepat. "apapun itu, saya akan dengarkan dan mungkin memberikan sedikit solusi kalau kamu memerlukan itu."

"karena saya akan mendengarkan semua keluh kesah kamu sampai kamu benar-benar sembuh, atau mungkin sampai waktu yang memisahkan kita?"

———

aku terkekeh kecil mengingat kenangan itu, kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan winwin. psikiater yang kini sudah berubah status menjadi suamiku.

satu-satunya pria yang menerimaku tanpa memandang masa laluku, satu-satunya pria yang menerimaku apa adanya.

dan satu-satunya pria yang mencintaiku sepenuh hatinya.

"mikirin apa sih, sampe senyum-senyum sendiri gitu." aku tersentak pelan saat suara lembut winwin menyapa indra pendengaranku.

aku mendongak, dan mendapati winwin yang kini menatapku dengan senyum teduhnya.

"mikirin apa, hm? mikir yang jorok-jorok ya?" tuduh winwin membuatku melotot.

"nyebelin," gumamku kesal, sementara winwin yang mendengar itu hanya tergelak pelan.

"aku mandi dulu ya, pengen peluk tapi takut gak higienis," ujar winwin dengan bibir mengerucut lucu.

"gemes banget, suami siapa sih iniiii?"

"suami kamuuu, udah ah aku mau mandi. gak sabar mau unyel-unyel," ucap winwin sebelum masuk ke kamar mandi dengan kekehan jahilnya, sementara aku hanya terdiam dengan wajah memanas.

setelah beberapa menit di kamar mandi, winwin akhirnya keluar lengkap dengan kaus hitam polos dan celana rumahan selutut yang membuatnya terlihat semakin tampan.

"ganteng banget," gumamku tanpa sadar membuat winwin tersenyum penuh percaya diri.

"gak usah dikasih tau juga aku tau, aku ganteng." aku mendelik, kemudian berpura-pura sibuk dengan ponselku.

"ih, hape akuuuu," pekikku tak terima saat winwin merampas ponselku dan dimasukkan ke dalam saku celananya.

"gak ada hape hape ya, ini malem minggu. aku mau cuddle cuddle," ucap winwin galak, ia meletakkan ponselku yang tadi ia rampas ke meja nakas.

kemudian beralih mendekap tubuhku erat, menenggelamkan wajahnya dan mendusel di leherku.

"makasih," gumamku sangat pelan, namun sepertinya winwin mendengar itu terbukti dari ia yang langsung mendongakkan kepalanya.

"makasih? untuk apa?"

"untuk semuanya. makasih udah mau terima aku apa adanya, makasih mau terima masa laluku, makasih udah sayang sama aku—"

belum rampung aku berucap, winwin sudah lebih dulu mengecup bibirku singkat.

"aku terima kamu, karena itu kamu. aku terima masa lalu kamu, karena itu cuma sebatas masa lalu. dan aku cinta sama kamu karena kamu istriku, satu-satunya wanita yang berhasil bikin aku senyum-senyum gak jelas cuma karena ngebayangin mukanya."








NCT AS | NCT OT23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang