Sakit..

526 65 2
                                    

Tama terduduk di depan ruang operasi, ia hanya menjambak rambutnya dengan kasar. Seharusnya ia tetap pada pendiriannya menjadi dingin dan cuek pada semua orang.

Semua pikiran buruk terlintas di benak Tama, seandainya saja ia tak bertemu Jeffry, seandainya ia tidak menerima tumpangan Jeffry mungkin semua ini tak akan pernah terjadi.

"Tama.."Theo datang membawa paper bag bersama dengan Johnny dibelakangnya.

"Theo.. gue bikin kak Jeje hampir mati" Tama mendongakan kepalanya, matanya sudah merah akibat menangis jaket yang ia gunakan sudah berlumuran darah Jeffry.

"Ini bukan salah lo Le, tenangnya" Theo memeluk Tama, walaupun Tama lebih tua dari Theo tetap saja Tama itu anak satu satunya ia tidak pernah memiliki kakak untuk berbagi ceritanya sedangkan Theo ia memiliki seorang adik.

"Le udah ya, gausa nangis. Gue yakin dokter bisa nyelamatin Jeffry" Theo mengusap kepala Tama yang sedang menangis di pelukannya.

"Theo gue harus bilang apa kalo ortunya Jeff nanya?" Johnny menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia takut akan ibunya Jeffry yang dapat dipastikan akan mengamuk.

Seorang perawat keluar dari ruang operasi dengan tergesa gesa, membuat Tama, Theo dan Johnny terkejut.

"Ada apa suster?" Tama mendekati perawat tersebut dan langsung mencercanya dengan berbagai pertanyaan.

"Kami kekurangan darah untuk tuan Jeffry, di rumah sakit kami sedang kehabisan persediaan" Jawab perawat itu.

"Apa golongan darahnya?" Tama langsung bersuara.

"A, golongan darah tuan Jeffry adalah A. apakah ada yang bergolongan darah A?" Jawab perawat itu.

"Golongan darah saya O, itu dapat membantu bukan? gunakan darah saya saja!" Tama menatap wajah perawat itu yang sedang berpikir.

"Baiklah! ikut kami, kami akan mengetes darah anda dulu tuan" Mendengar perkataan sang perawat Tama menjadi bersemangat, setidaknya ia bisa membantu.

"Theo, gue cabut dulu ya!" Tama langsung berlari mengikuti perawat itu.

"Akhirnya Tama menemukan titik terang tentang perasaannya" kata Theo tanpa sadar.

"Hah? Tama kenapa?" Oh Tuhan tolong mengapa juga lelaki jangkung ini memiliki koneksi internet yang lambat untuk kepalanya?!

"Kau terlalu lamban" Ucap Theo, ia mendudukkan dirinya di depan ruang operasi.

"Tapi kalo di kasur gue ga lamban kan?" Ucapan Johnny berhasil membuat pipi Theo memerah.

"Diem atau gue jitak lo bang?" Theo langsung mengeluarkan jurus andalannya.

Setelah melakukan beberapa tes, beruntungnya darah Tama cocok untuk Jeffry. Sekarang ini Tama berada di ruang operasi melihat seseorang yang ia sayangi terluka karena dirinya.

Tama baru saja menyadari seberapa besar perasaannya terhadap Jeffry belakangan ini, hari ini ia berencana untuk mengutarakannya tapi naas Jeffry malah berurusan dengan musuh Tama.

"Maaf kak, aku mencintaimu tapi ku rasa kau akan mati jika terus bersama denganku" Gumam Tama dalam hatinya.

Hatinya hancur melihat seseorang yang selama ini selalu mencoba untuk mencairkan es dalam dirinya harus terbaring di ruang operasi karena dirinya.

Setelah operasi cukup lama yang memakan waktu tiga jam lebih karena ada peluru yang hampir mengenai organ vital Jeffry. Jeffry langsung di pindahkan ke ruang perawatan dan ia masih harus di pantau selama 24jam kedepan.

Sekarang Tama sedang berada di sebelah tubuh Jeffry yang masih belum mau membuka matanya itu.

"Maaf kak.. karena aku kakak begini" Tama menggenggam tangan Jeffry, tangan yang selalu menggenggam tanganya kini tak dapat bergerak.

"Kakak sudah terlalu lama bersamaku, mungkin sudah waktunya untuk aku pergi dari sini" Tama tak sadar bahwa air matanya terus menetes dari matanya yang indah.

Tama yang dingin, kasar, kini kembali seperti Tama yang dulu yang lembut, manis dan cengeng.

"Aku beruntung bisa kenal dengan kakak, maaf dan terimakasih kak Jeje" Tama menelusupkan kepalanya di tempat tidur Jeffry, ia menangis tersedu sedu.

Tama mengangkat kepalanya, ia menatap lelaki yang menemani kehidupannya selama satu bulan ini, ia merasa dirinya yang hilang ada di diri Jeffry.

"Kak, bertemu denganmu adalah sebuah takdir, mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan tapi keadaan kita yang membuatnya rumit. Aku harap kau tak akan berusaha untuk mencari diriku lagi" Tama bangkit berdiri, ia mengecup kening putih milik Jeffry.

"Maaf kak"












Tama meninggalkan ruang rawat Jeffry, baru saja ia melangkahkan kakinya keluar dari sana.

PLAKK

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Tama, ia hanya diam tak bergerak.

"DASAR PEMBAWA SIAL! APA YANG KAU LAKUKAN PADA ANAKKU?! Jung Taeyeon, ibunda Jeffry yang datang dengan penuh murka kepada Tama.

"Hey kalian, urus dia" Ucap Taeyeon kepada anak buahnya. Theo dan Johnny tidak berada disana makanya tidak ada yang membantu Tama.

Ketiga anak buah Jung Taeyeon mulai memukuli tubuh mungil Tama, dengan tubuh yang dua kali lipat lebih besar dari Tama tentu saja tenaga mereka jauh lebih besar!

Tama tak mengeluarkan suara apapun saat dirinya terus di hantam hingga dirinya mimisan, bibirnya berdarah, kepalanya tergores tembok dan masih banyak lagi.

"Udah? boleh gue pergi?" Ucapan Tama berhasil membuat para anak buah Jung Taeyeon terdiam.

Tama berjalan tertatih tatih ia merogoh kantong celananya, ia harus bergerak cepat! dia takk akan membiarkan ada yang mati lagi.

"Halo? jemput gue!"

"Rs Indah .... "

"Ok cepet ya, gue harus gerak cepat"

































A.s
Banyak part yang gak ke ganti namanya, sorry soalnya banyak yg kerja rodi gantinya:(

sBanyak part yang gak ke ganti namanya, sorry soalnya banyak yg kerja rodi gantinya:(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 𝐂 𝐀 𝐍 𝐃 𝐘 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang