Jeffry sedang duduk di ruangannya, ia memandangi komputer dihadapannya sambil memperhatikan layar komputer itu dengan seksama, tiba-tiba Johnny masuk membawa iPad dan laporan keuangan perusahaan mereka.
"Berapa pengeluaran kita untuk memberikan kompensasi dan lainnya?" Tanya Jeffry kepada Johnny.
"Hampir, satu miliar. Itu hanya kompensasi belum termasuk kerugian kita dan biaya pembangunan ulang pabrik kita" Jeffry mengerutkan keningnya, pengeluarannya terlalu besar!
Di tempat lain Tama sedang tertidur pulas di kamarnya, ia kelelahan belakangan ini karena terus menerus mencari informasi tentang keluarga Jung dan juga Hyungnya Chanyeol.
Hanya beberapa kejadian yang berhasil ia buktikan bahwa itu ulah Jeffry Jung sisanya masih menjadi misteri seperti penembakan di restoran dan tentunya penyerangan pada rumah Tama dan penembakan yang terjadi pada Jeffry.
Seperti tak cukup ia di teror saat ia sadar sampai di alam bawah sadarnya pun ia tetap di teror, tubuhnya terasa sangat panas ia kedinginan namun berkeringat hingga membasahi kasurnya.
Ia kembali mengingat kejadian dimana ia di culik dan di sekap, ia mengingat kejadian dimana ayahnya membuangnya dan semua kejadian yang menyakiti dirinya.
Namun tiba-tiba saja terbersit kenangan bersama Jeffry, hari hari indah yang ia pikir akan terus bersamanya tapi ternyata itu hanya membawa masalah baru baginya.
"HAHHH!" Tama terbangun dan terengah-engah, ia menghirup udara dengan rakus memorinya saat memadu kasih dengan Jeffry teringat dengan jelas!
Saat saat mereka bersama dengan Tama yang mendesahkan nama Jeffry. Tama menampar pipinya pelan berusaha untuk menetralkan pikirannya.
"Tama! ayo jangan seperti ini! dia hanya memanfaatkan dirimu sadarlah!" Tama menghela nafasnya. Ini baru jam 3 pagi, tepat sebulan setelah kejadian penyerangan markas Tama.
Tama memutuskan untuk kembali tidur, sialnya ia kembali mendapatkan mimpi buruk.
"Taeyong-ah sayang, mengapa kau harus hidup seperti itu?" Lee Yoona mendekati putranya, ia mengusak surai Tama dengan lembut.
"Eomma??" Tama menatap wajah ibunya dengan tatapan yang aneh.
"Iya sayang? ini Eomma, kenapa hm?" Tamaa menatap mata ibunya dengan penuh binar, ia sangat merindukan ibunya.
"Eomma Taeyong rindu, kenapa eomma pergi?" Taeyong mendekati Yoona, ia berusaha untuk memeluk tubuhnya.
"Jangan mendekat nak, Kau harus berhenti melakukan hal yang buruk sayang" Ucap Yoona lembut.
"Tidak! aku harus melindungi keluarga kita!" Ucap Tama.
"Pergilah, berbahagialah dengan kekasih dan anak-anak mu nanti Yongie" Yoona tersenyum tipis tiba tiba ia terdiam dan..
DUARR!!!
Sebuah peluru mendarat tepat di kepala Yoona, Tama hanya membeku dan masih memproses apa yang terjadi.
"EOMMMAA!!!!" Tama berusaha untuk mendekati tubuh ibunya tapi sepertinya ada seseorang yang menahan kakinya sehingga ia bahkan tak bisa maju sedikitpun.
"Hahh? A-apa ini?" Tama melihat belenggu yang terpasang di kakinya seperti yang pernah ia gunakan saat berada di rumah sakit jiwa.
Tama menolehkan kepalanya, ia mencoba untuk memahami situasi yang terjadi.
"Ru - ru -mah sakit?" Tama berada di ruangan isolasi di rumah sakit jiwa yang dulu ia ttemati semasa menjalani rehabilitasi.
"TIIIDAKKKK!!"
Tama tersentak terkejut, ia bangun dengan posisi kasurnya basah dipenuhi oleh keringat miliknya, kepalanya sangat pening sekarang.
"Anak? kekasih?? aku bahkan baru saja putus dengan kekasihku haha" Tama mendudukkan dirinya, ia melihat kearah jam dinding dan jam tersebut sudah menunjukkan pukul lima pagi lebih baik jika ia keluar dan mulai bekerja.
Tama bangkit dari tempat tidur miliknya, ia terlalu malas mandi jadi ia mengambil laptop miliknya dan membawanya ke halaman belakang markasnya, entah mengapa akhir akhir ini ia sangat menyukai udara di halaman belakang.
"ASTAGA TUHAN!" Begitu Tama keluar ia melihat Theo yang terduduk di sofa ruang tengah sambil menggunakan masker wajah dan tertawa terbahak-bahak dengan ponsel miliknya.
"Anjing nih si cina, lo ngapain gila?!" Untungnya Tama tidak melemparkan laptop yang ada di tangannya.
"Gue mau pelihara kucing, sabi yak? dua doang" Theo menatap Tama lalu menaik turunkan alisnya.
Tama langsung menggelengkan kepalanya, ia tak begitu suka dengan hewan.
"Gaada ya"
"Bodoamat anjir gue beli sendiri" Ucap Theo, ia beranjak dari sofa meninggalkan Tama sendirian, Tama memilih untuk mengabaikan ucapan Theo lalu pergi duduk di halaman belakang.
A.s
selingan dulu ya, biar ga tegang ^^ btw sorry slow update lagi sibuk sekolah 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂 𝐀 𝐍 𝐃 𝐘
FanfictionBertemu denganmu adalah sebuah takdir, mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan tapi keadaan kita yang membuatnya rumit. Jaeyong + Johnten