Jeffry terduduk di ruangan miliknya, berita yang baru saja ia lihat membuatnya sangat terpukul. Seharusnya ia tak perlu mengajak Tama bertemu disana.
"Je, are you okay?" Johnny melihat Jeffry yang sudah terduduk diam selama dua jam, dan tak bergeming Jeffry hanya duduk menatap televisi dengan tatapan kosong dan air mata yang mengalir dari ekor matanya tanpa Jeffry sadari.
"Jeff, lo kenapa?" Johnny menepuk pundak Jeffry, Jeffry akhirnya tersadar dari lamunannya, ia mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air matanya.
"Tama John" benteng pertahanan Jeffry runtuh, ia tak bisa lagi menahan emosinya, ia tak peduli juga ada orang melihat dirinya seperti ini.
Jeffry menangis, ia tak bisa berbicara sepatah katapun dia hanya menangis sambil mengutuki dirinya karena membawa Tama ke tempat itu!
"Jeff, tenang Jeff! itu diluar kendali kita Jeff, lo gabisa nyalahin diri lo gitu aja! lo harus kuat untuk menyelidiki masalah ini Jeff!" Johnny yang melihat sahabatnya menangis pun berusaha untuk menenangkan Jeffry, ia pertama kali melihat Jeffry menangis setelah belasan tahun berasama dengan Jeffry.
"John, gue yang bawa dia ke sana! kalo aja gue ga bawa dia kesana pasti dia gabakalan begini John! gue harus bilang apa ke Theo? dia pasti bakalan tau kalo gue yang ajak Tama ke tempat sialan itu!" bentak Jeffry, ia tidak bisa berpikir jernih akibat berita yang ia lihat! ia tau bahwa nyawanya bisa saja dalam bahaya setelah ini.
Di tempat lain, Theo sedang berada di tempat kejadian perkara. Ia menunggu para team forensik memeriksa tempat kejadian dan motor Tama.
Ia berdiri di sebelah seorang petugas polisi.
"Kau keluarga korban?" Ucap petugas itu pada Theo.
"Ya, terlihat dari motornya itu milik sepupu saya" Ucapan Theo membuat sang petugas terkejut.
"Apakah kalian sangat kaya?" Ujar petugas itu, Theo menggelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin.. Motor dan segala perlengkapan yang ada itu barang mahal dan semuanya di costun menggunakan nama seseorang bernama 'Tama' " Theo memutarkan bola matanya, ia benci pertanyaan seperti ini.
"Tidak bisa kah kau fokus dengan pekerjaan mu? untuk apa mengurusi urusan orang lain?" Theo mengatakan hal itu karena ia sudah benar-benar tidak nyaman karena pertanyaan pertanyaan yang diajukan.
Petugas itu hanya diam, ia tak tau harus berkata apa jadi ia memilih diam saja. Tak lama petugas forensik keluar dan mendekati Theo.
"Keluarga korban?" Ucap salah satu petugas yang menggunakan APD lengkap.
"Iya, bagaimana hasilnya?" Tanya Theo.
"Kami harus membawanya ke NFS untuk di otopsi" Ucap petugas itu.
"Tidak perlu, keluarga kami yang akan mengotopsi jasad tersebut bersama dengan petugas NFS keluarga kami" Ujar Theo, petugas itu sedikit terkejut mengenai fakta bahwa keluarga korban mempunyai team NFS sendiri.
"Baiklah, anda hanya perlu mengurus beberapa surat untuk di tandatangani" ucap petugas itu, Theo mengangguk san mengikuti petugas itu untuk menandatangani surat itu.
Setelah mengurus beberapa surat ia diizinkan untuk membawa jasad yang di duga jasad Tama.
Anak buah Theo membawa jasad itu kembali ke markas mereka untuk kembali di selidiki, Theo sempat melihat jasad yang hanya tersisa tulang itu.
Ia merasa aneh karena seingatnya Tama memakai beberapa pen di kakinya. Hal itu membuat dirinya yakin bahwa Tama masih hidup.
"Tuan Theo, bukankah kau yang terakhir bersama dengan Tama sebelum ia menghilang?" Ujar salah satu anak buahnya.
"Iya, memangnya ada apa?" Ujar Theo.
"Apakah Tuan Tama memberi tahu sesuatu pada anda?" Setelah mendengar perkataan itu Theo sedikit terkejut! Ia baru ingat bahwa Tama mengatakan padanya bahwa ia akan bertemu dengan Jeffry.
"Pertanyaan bagus! kau telah mengingatkanku pada suatu hal penting!" Ujar Theo, ia mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Felix yang berada di markas.
"Felix?? kau di markas besar bukan?"
"Iya tuan, ada apa?"
"Bisakah kau selidiki keberadaan Jeffry sejak dua hari lalu? dan selidiki juga riwayat panggilan ponselnya lalu kirim laporannya padaku, aku akan melihat proses otopsi di NFS"
"Baik tuan! dua jam lagi buka email mu semuanya akan saya kirim kesana"
Theo mematikan teleponnya, dan mereka menuju ke gedung NFS milik keluarga Lee yang berada di Indonesia.
Theo memasuki gedung itu dan ia bertemu dengan Yuta, yang kebetulan sedang berada disana.
"Ngapain disini lo?" Ujar Yuta.
"Lo gatau sepupu lo ilang? terus mayatnya di temuin di gedung kosong yang meledak tadi?" Ujar Theo, hal itu membuat Yuta terkejut dan langsung berlari ke arah ruang otopsi.
Sesampainya mereka di ruang otopsi, sebenernya keluarga tidak boleh melihat proses ini tetapi di karenakan omongan yuta yang mengatakan bahwa Theo harus melihatnya karena ia yang lebih mengenal Tama maka akhirnya mereka diizinkan untuk melihat bersama dengan detektif dan jaksa yang bertugas untuk menangani kasus ini.
"Saya detektif Juan" Seorang laki laki tinggi sekitar 180cm menundukkan kepalanya dihadapan Theo.
"Saya Jaksa yang bertanggung jawab, perkenalkan nama saya Tian" Laki laki itu menundukkan kepalanya dihadapan Theo.
"Saya Theo, saya harap kita dapat bekerja sama untuk menyelidiki kasus ini" Ujar Theo, setelah perkenalan singkat itu proses otopsi di mulai.
Dikarenakan tinggal tulang belulang, dokter yang bekerja kesulitan untuk mencari dna yang tersisa.
"Di catatan medis korban tercatat bahwa ia memiliki banyak pen di tubuhnya bukan?" Ucap dokter itu.
"Iya betul, di tangannya, kakinya" Ucap Theo.
"Ini aneh, tulang ini utuh tanpa ada pen apapun dan bahkan tinggi badannya tak sesuai dengan catatan medis yang kalian berikan, kita harus menjalani rekonstruksi wajah untuk melihat apakah ini benar Tama atau orang lain" Ujar dokter itu.
"Lakukan segalanya untuk membuktikannya dokter, kami akan mengikuti apa yang dibutuhkan" Ujar Theo, ia tidak perduli berapa lama waktu yang akan ia gunakan, ia tak peduli berapa banyak uang yang akan di keluarkan.
Jika itu akan memberikannya sedikit saja petunjuk tentang keberadaan Tama, maka ia akan lakukan itu.
A.s
haloo..
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂 𝐀 𝐍 𝐃 𝐘
FanfictionBertemu denganmu adalah sebuah takdir, mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan tapi keadaan kita yang membuatnya rumit. Jaeyong + Johnten