KEMBAR ARKANA (End)

7. Marah

Malam ini si kembar sedang berada di kamar Haikal, mereka ingin menyidang Haikal tentang kemana perginya cowok itu kemarin malam. Haikal yang tiba-tiba digerebek pun terkejut darimana mereka tau kalau dirinya pergi keluar kemarin padahal ia sudah sangat berhati hati. Tidak mungkin Naren yang mengadu karena adiknya itu tidak suka mencampuri urusan orang lain.

Setelah ia bertanya darimana mereka tau kalau dirinya keluar kini ia tau jawabnya. Mereka ternyata tau dari Dhika yang tidak sengaja melihat dirinya naik ke kamar saat cowok itu sedang di dapur untuk mengambil air. Pantas saja malam itu ia seperti melihat ada seseorang di dapur ternyata itu Dhika.

Haikal menatap ketiga kembarnya yang sedang menatapnya tajam seolah olah mereka ingin membunuhnya ah bukan tiga melainkan dua karena Naren tanpa tidak tertarik dengan segala urusan Haikal. Ia menghela nafasnya, "Gue udah bilang gue gak balapan!" Berapa kali Haikal harus menjelaskan kepada mereka kalau dirinya tidak balapan kenapa tidak ada yang percaya dengan ucapannya.

Vano dan Dhika menyilangkan tangannya dengan sorot mata menyelidik sedangkan Naren memilih duduk ke kursi game Haikal, ia sebenernya malas berkumpul disini karena dirinya sudah tau kemana perginya Haikal kemarin namun karena paksaan Vano dan Dhika membuatnya berakhir disini.

"Terus kalau lo gak balapan kemana lo kemarin? Pergi diem-diem gak izin sama kita!" Ucap Vano dingin dengan sorot mata yang tajam.

"Gue kemarin main sama temen gue" balas Haikal santai tidak merasa takut sedikitpun dengan Vano. Diantara mereka berempat memang Vano dan Haikal yang memiliki sifat mirip. Mereka berdua memang jarang marah namun sekalinya marah sangat susah untuk memenangkannya.

"Main kemana? Ke club? Ngerokok ata mabuk hah!" Dhika yang sedari tadi diam kini mulai terpancing karena Haikal tidak mau jujur kepada mereka. Ia beneran merasa takut kalau Haikal sampai pergi ke club atau balapan lagi. Memang selama ini Haikal tidak pernah pergi ke tempat haram itu tapi bisa jadi kan anak itu pergi kesana diam-diam.

Haikal mengehala nafasnya. Kenapa kedua kakaknya sampai berpikir kesana padahal ia tidak seperti itu, "Gue Pergi ke Basecamp disana gue cuma ngobrol sama yang lain! Gue emang sempat mau terima tawaran Yoga buat balapan lagi tapi gue gak mau karena gue udah janji sama kalian kalau gue gak bakal mau balapan lagi. Gue kira lo berdua bakal percaya sama gue tapi tenyata lo berdua juga nuduh gue yang nggak-nggak" Haikal tertawa miris lalu menatap Dhika dan Vano secara bergantian.

"Ternyata gue seburuk itu dimata kalian" sambungnya.

"Bukan gitu maksud kita kal! Kita cuma gak mau lo sampai salah jalan!" Haikal kembali ketawa mendengar ucapan Dhika

"Gue emang nakal gue bukan cowok baik kaya lo berdua yang selalu papah bangga-banggain, tapi gue masih punya otak buat mikir. Gue udah jadi beban keluarga gak mungkin gue bikin keluarga kita malu lagi!" Setelah mengatakan itu Haikal pergi dari kamarnya, ia butuh udara segar untuk meredakan emosinya. Sedangkan Vano dsn Dhika merasa bersalah karena mereka berdua sudah menuduh Haikal.

Naren bangkit dari duduknya, "Gue susul Haikal" Ia berjalan meninggalkan kedua kakaknya lalu pergi menyusul Haikal yanh sedang berada di taman belakang. Ia tau dari Rahayu kalau Haikal sedang ada ditaman belakang.

Sesampainya disana ia melihat Haikal sedang duduk diayunan. Ia memejamkan matanya seejank kerena hawa disini kurang baik untuk dirinya. Ini alasan dirinya malas untuk ke taman belakang saat malam karena banyak sekali mahluk yang berkeliaran dengan energi yang kuat namun demi Haikal ia berusaha untuk menghiraukan mereka.

"Jangan takut Naren. Selagi ada saya kamu aman" ucapan Rahayu membuat Naren merasa tenang. Ia mengangguk lalu berjalan mendekat ke Haikal dan duduk disebelah cowok itu

Haikal menoleh saat merasakan ayunan yang ia duduki bergoyang, "Ngapain?"

"Nemenin lo" balasnya singkat.