58. Memulai rencana

1.3K 193 23
                                    

Sudah selama satu minggu Vano terbaring lemah di rumah sakit. Vano masih dirawat di rumah sakit Bandung bersama Jeffry yang masih setia menjaganya. Sedangkan, 3 kembar dan Yeri sudah kembali ke Jakarta karena mereka harus kembali masuk sekolah. Kondisi Vano sekarang sudahlah cukup membaik. Sebenernya, Vano sudah bisa pulang 3 hari yang lalu. Namun, 3 hari yang lalu kondisinya sempat menurun. Sehingga, Jeffry memutuskan bahwa Vano untuk dirawat disini sampai kondisinya cukup membaik utnuk dibawa ke Jakarta.

Jeffry sempat terkejut kala ia tau kalau 3 anak kembarnya sudah tau mengenai penyakit Vano. Tapi ia pun tidak bisa menyembunyikan apapun dari mereka. Kembar berhak tau kondisi Vano yang sebenarnya. Ketiga anaknya pun sempat menolak untuk kembali ke Jakarta, mereka berkata ingin tetap di Bandung dan menjaga Vano. Jeffry tentu saja melarang mereka dan tetap menyuruh mereka untuk kembali ke Jakarta dan bersekolah.

Sekarang Vano sudah selesai sarapan dibantu suapan oleh Jeffry. Kondisi Vano sudah lebih baik dari sebelumnya, mungkin 2 atau 3 hari lagi, ia sudah diperbolehkan pulang ke Jakarta. Tapi kalau kondisi Vano drop kembali, kepulangannya akan tetap di undur sampai benar-benar stabil.

"Nah sudah selesai makannya. Sekarang minum obat habis itu istirahat lagi ya, Bang." Ucap Jeffry lalu mengambil botol obat yang disimpan di nakas samping ranjang Vano.

Vano menerima obat yang diberikan oleh Jeffry. Ia langsung menelan dan tidak lupa minum air setelah meminum obatnya. Obat yang ia minum sangat pahit, Vano tidak menyukainya. Ia tidak suka minum obat.

"Pah?" Panggil Vano.

Jeffry yang tengah merapikan botol obat Vano menoleh kearah anak keduanya, "Kenapa, Bang?" Tanyanya.

Vano menatap Jeffry dengan mata yang berkaca-kaca, "Maafin abang ya Pah. Gara-gara Abang, Papah jadi susah kaya gini." Sungguh Vano sangat menyesali dirinya yang sudah berani merokok. Padahal sedari dulu, Jeffry sangat melarang anak-anaknya untuk merokok. Tetapi, ia diam-diam merokok dan sekarang ia harus terbaring dengan lemah karena kebodohannya sendiri.

"Jangan minta maaf terus, Bang. Ini sudah jadi tanggung jawab Papah untuk rawat kamu sampai sembuh. Papah gak susah sama sekali kok. Jadi kamu jangan khawatir ya? Papah ini kuat." Ucap Jeffry. Sudah berapa hari ini anak keduanya terus saja meminta maaf kepadanya. Berkali-kali Jeffry sudah bilang kalau ini bukan salahnya. Tetapi, Vano tetap saja merasa bersalah kepadanya.

"Kalau gak ada donor yang tepat buat abang gak papa kok, Pah. Abang ikhlas kalau Abang harus pergi lebih dulu. Papah jangan paksain buat cari donor buat abang ya? Dan abang juga gak mau Papah nekat donorin paru-paru Papah buat abang." Ucap Vano membuat Jeffry merasa sangat terpukul.

Vano sudah tau apa yang terjadi kepada dirinya. Ia juga sudah tau kalau ia butuh donor paru-paru untuk dirinya. Dan ia juga tau kalau Jeffry ingin mendonorkan Paru-parunya untuknya. Tentu saja, Vano tidak mau. Ia tidak mau Jeffry mengorbankan hidupnya. Ketiga kembarannya dan tante Yeri masih butuh Jeffry dalam hidupnya. Makanya ia berusaha ikhlas kalau memang ia tidak akan mendapatkan pendonor yang tepat untuknya.

"Abang jangan ngomong kaya gitu ya? Abang akan sembuh, abang akan mendapat donor paru-paru segera. Papah akan usahakan semuanya untuk Abang. Abang gak usah memikirkan hal itu ya? Biar itu jadi urusan Papah. Abang gak akan pergi kemana-mana. Anak Papah ada 4 dan selamanya akan terus bersama. Tidak akan ada yang pergi." Ucap Jeffry seraya menahan dirinya agar tidak menangis. Jeffry harus tetap terlihat kuat didepan Vano. Kalau ia terlihat lemah, siapa yang akan menguatkan sang anak?

Jeffry benar-benar tidak menyukai ucapan Vano. Vano tidak boleh menyerah. Ia yakin Vano akan sembuh dan mendapatkan pendonor segera. Dan kalaupun ada yang berkorban biarkan ia yang berkorban menebus semua dosa-dosanya. Anak-anaknya tidak boleh pergi. Tidak boleh. Mereka semua berhak bahagia, mereka berhak mencapai cita-cita mereka.

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang