13. Sisi Lain Vano

3.9K 553 18
                                    

"Rokok van?" Seseorang datang duduk disebelah Vano lalu menyodorkan Sebungkus Rokok.

"Thanks bang" Vano mengambil satu rokok yang diberikan oleh seseorang yang lebih tua darinya. Dia adalah Tama pelatih Taekwondo.

Vano baru saja selesai latihan kerena beberapa minggu lagi ia akan ikut pertandingan, sebenarnya ia tak ingin ikut pertandingan karena ia ingin fokus sekolah, namun Bang Tama memaksanya untuk ikut karena menurutnya skill Vano itu sangat baik.

Kini mereka berdua duduk di halaman belakang gedung latihan, sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Apalagi Vano, ia akan pergi ke halaman belakang untuk merokok. Kalau kalian kira Vano anak baik tidak merokok, kalian salah besar. Vano selalu merokok saat diluar rumah. Ya, luar rumah. Karena saat ia berada di rumah, ia akan menjadi anak baik dan menjadi abang yang baik untuk adik-adiknya. Ketiga kembarannya tidak ada yang mengetahui kalau ia merokok. Vano sangat pandai dalam menutup rahasianya.

Pertama kali Vano merokok itu 3 tahun yang lalu, disaat ia kehilangan salah satu dunianya.  Kepergian sang mamah membuatnya sangat terpukul ditambah lagi papahnya yang mulai berubah. Dan saat itu pula ada temannya yang menawari Rokok padanya, Vano mulai mencoba rokok saat itu dan sampai sekarang. Ia sudah ketergantungan dengan rokok.

"Gimana latihan hari ini?" Tanya Bang Tama

"Biasa aja bang, sama kaya biasanya" balasnya tanpa mau menoleh kearah Tama.

Tama menghela nafasnya pelan, ia tau kalau Vano sedang tidak baik-baik saja. Anak itu selalu berpura-pura kuat tapi sebenarnya ia sedang rapuh, "Lagi ada masalah, Van?"

Vano menggeleng lalu kembali fokus dengan rokoknya. Ia sedang tidak baik-baik saja.

"Lo masih suka ke club?"

"Udah jarang bang, paling kalau gue lagi stress aja"

Satu fakta lagi yang kalian ketahui. Vano suka ke club. Disaat ia sedang kacau, Vano akan lari ke club. Vano akan sangat marah saat ketiga kembarannya merokok atau ke club, karena ia tidak ingin kembarnya rusak sepertinya. Biarkan ia yang rusak, kembarnya jangan. Munafik? Mungkin itu kata yang tepat untuk mengambarkan Vano.

"Kembaran lo gak ada yang tau?"

"Nggak ada, bang" "mungkin" sambungnya dalam hati.

Tama menepuk bahu Vano pelan, "Lo gak bisa kegini terus, Van. Mau sampai kapan lo rusak diri lo sendiri? Kalau lo punya masalah, bukan gini cara menyelesaikannya! Lo anak baik van! Tinggalin kebiasaan buruk lo. Lo punya saudara kembar yang sayang sama lo dan lo juga punya gue, anggap aja gue abang lo. Tapi jangan rusak diri lo sendiri!"

Vano mendengarkan ucapan Tama dengan serius. Tama sudah ia anggap sebagai abangnya sendiri, Tama bahkan selalu menasihatinya kalau ia melakukan kesalahan. Dibanding dengan sang papah, Vano lebih dekat dengan Tama.

"Lo tau sendiri bang alasan gue bisa begini. Gue emang punya saudara tapi mereka juga sama terlukannya kaya gue bang! Dhika, Haikal dan Naren, mereka terlalu banyak menggunakan topeng. Mereka selalu terlihat baik-baik aja. Mereka gak pernah mau nunjukin kesedihannya. Dan lo tau bang? Dhika selalu jadi bonekanya papah, dia harus selalu menuruti kemauan papah. Haikal, gue gak terlalu tau tentang dia karena Haikal paling pinter buat nutupin masalahnya. Dan Naren? Semakin hari dia semakin dibenci dan dihindari oleh banyak orang! Adek gue gak salah apapun bang! Gak seharusnya dia dibenci karena keistimewaannya. Semua orang menganggap dia gila bahkan papah juga bilang Naren gila-"

Vano terdiam sebentar, ia mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Dadanya sangat sesak saat ia menceritakan masalah yang Naren hadapi. Ia mengatur nafasnya sebelum kembali melanjutkan ceritanya.

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang