17. Luka dan kesepian

4.5K 569 60
                                    

"TANTE!" pekik Haikal terkejut melihat Yeri yang sedang menata makanan dimeja makan. Bukan hanya Haikal yang terkejut melainkan Dhika, Vano dan Naren pun sama terkejutnya.

Yeri menoleh ke sumber suara dengan senyum lebarnya, "Halo keponakan laknat gue." sapanya.

Si kembar yang sudah siap berangkat sekolah pun memilih mendekat kearah Yeri. Meski jam masih menujukkan pukul 6 pagi namun si kembar sudah bersiap berangkat sekolah. Sebenernya si kembar setiap hari berangkat pukul 6 karena mereka akan membeli bubur dulu untuk sarapannya. Ya, membeli karena mereka terlalu malas untuk memasak, jadilah mereka memilih membeli sarapan.

Omong-omong tentang bubur, Dhika dan Naren tim bubur tidak diaduk sedangkan Vano dan Haikal tim bubur diaduk. Kalau kalian tim yang mana nih? Kalau aku tim gak suka bubur wkwk.

"Sini sarapan dulu, gue udah masak nasi goreng." Ucap Yeri menyuruh si kembar untuk sarapan.

Si kembar mengangguk dengan semangat lalu mulai duduk dan mengambil nasi goreng yang sudah Yeri masak. Yeri sangat senang bisa melihat si kembar memakan masakannya lagi, ia tau kalau selama ini si kembar lebih sering membeli makanan daripada memasaknya sendiri. Apalagi Jeffry yang sangat sibuk sudah dipastikan abangnya tidak memasak untuk si kembar.

"Lo kapan dateng kesini, tan?" Tanya Haikal lalu kembali menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Harus Haikal akui kalau masakan Yeri sangat enak, rasanya sangat mirip dengan masakan mamah. Akh ia jadi rindu dengan masakan sang mamah.

"Tadi subuh" Balasnya. Yeri terus memperhatikan si kembar dengan serius. Kalau boleh jujur, Yeri sangat merindukan keponakannya itu. Apalagi tubuh si kembar menjadi lebih kurus dari terakhir mereka bertemu.

"Lo ngapain kesini emangnya, tan? Setau gue Papah gak ada jadwal keluar kota" tanya Dhika.

"Apartemen gue lagi direnov, jadi untuk seminggu kedepan gue bakal tinggal disini yeyyyy"

Si kembar mengangga dibuatnya. Sebenernya mereka senang kalau ada Yeri di rumah, namun mereka terlalu gengsi untuk mengatakan itu.

"Emang papah kasih izin, tan?" Tanya Vano. Bukan hal umum lagi bagi mereka kalau Jeffry sangat menolak Yeri untuk tinggal bersama kalau tidak dalam hal mendesak.

"Kasih dong, apalagi gue kan adek satu-satunya."

"Adek yang gak dianggap" celetuk Naren membuat si kembar terbahak. Yeri hanya bisa mengelus dadanya sabar, ia harus bisa sabar dengan tingkah si kembar untuk 1 minggu kedepan.

Yeri menunduk sembari memainkan tangannya, "Tadinya abang gak kasih izin buat gue tinggal disini, tapi gue terus maksa buat tinggal disini. Selama 4 tahun gue tinggal sendiri. Gue kadang rindu gimana rasanya tinggal bareng keluarga lengkap, walaupun gue masih punya abang tapi kadang gue ngerasa kalau gue sendirian di dunia ini. Asal kalian tau kemarin gue sampai nangis minta izin buat dibolehin tinggal disini. Hahaha" Yeri tertawa, bukan tawa bahagia yang mereka dengar, namun tawa yang ia tunjukkan untuk menutupi lukanya. Si kembar tidak pernah tau, dibalik sifat ceria yang selalu tantenya itu tunjukkan ternyata menyimpan luka yang luar biasa.

"Kak, maaf." Naren merasa sangat bersalah telah mengatakan hal itu. Harusnya ia tau kalau Yeri tidak sekuat yang ia lihat selama ini.

Yeri menggelang sembari menunjukkan senyum manisnya, "Bukan salah lo, Ren. Gue setiap hari juga selalu mikir gitu, gue ngerasa kalau abang mulai menjauh dari gue. Setiap bulan emang abang selalu transfer uang buat bayar kuliah sama kebutuhan sehari-hari, tapi bukan itu yang gue pengin. Gue pengin bisa deket lagi sama abang kaya dulu, sekarang gue cuma punya abang. Tapi dengan sifat abang yang kaya sekarang, gue berasa gak punya siapa-siapa."

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang