54. Fakta yang mencengangkan

2.8K 223 3
                                    

"Semua barang-barang yang mau kamu bawa ke pameran udah disiapin semua?" Tanya Jeffry yang kini sedang menemani Dhika packing barang-barang yang akan anak itu bawa ke Bandung untuk mengikuti pameran.

Dhika berhenti sejenak dari kegiatan packingnya. Ia kembali mengingat-ingat barang apa saja yang sudah ia masukan ke dalam koper. Tak lupa ia melirik notes yang sudah ia beri tanda ceklis untuk barang-barang yang sudah ia masukkan ke dalam koper.

"Belum masuk semua, Pah. Tapi tinggal ini saja yang belum masuk ke dalam koper." Dhika menunjuk beberapa baju yang belum ia masukan kedalam koper.

Jeffry menganggukan kepalanya. Ia kembali melihat kegiatan Dhika. Bukan ia tidak mau membantu Dhika. Tetapi, anak sulungnya itu melarang dirinya untuk membantu. Katanya, kalau Dhika dibantu akan membuat anak itu lupa barang apa saja yang sudah dimasukkan. Jadi, Dhika memilih melakukan packing sendiri agar ia tau barang yang sudah masuk kedalam koper.

"Papah udah packing?" Tanya Dhika disela-sela kegiatannya. Dhika masih belum percaya lalai ia bisa kembali dekat dengan Jeffry. Bahkan, anak itu bisa mengobrol dengan Jeffry, walau masih sedikit ada rasa canggung. Tetapi, Dhika merasa cukup senang karena ia bisa kembali dekat dengan sang Papah.

"Sudah. Papah hanya bawa beberapa baju saja. Emang Haikal sama Vano udah kaya orang mau pindahan aja. Semua baju dimasukkan ke koper." Jeffry tertawa mengingat Haikal dan Vano yang membawa satu koper dengan ukuran besar yang hanya berisi baju mereka saja. Mungkin mereka bisa dikatakan lebih rempong daripada Dhika. Haikal dan Vano memang berbagi koper, maka dari itu mereka berdua sengaja membawa koper besar untuk mereka gunakan.

Dhika ikut tertawa. Ia memang sudah tau kalau Haikal dan Vano membawa baju yang cukup banyak. Bahkan bisa dikatakan lebih banyak daripada dirinya, "Dari mereka bertiga yang paling simple cuma Naren." Ucapnya.

"Gimana gak simple. Naren aja cuma bawa beberapa baju, itupun dia titipin ke koper Haikal sama Vano." Sahut Jeffry.

Jeffry dan Dhika kembali tertawa. Naren memang manusia tersimple menurut mereka. Naren bukan tipe orang yang suka membawa banyak barang. Ketika bepergian, anak itu akan menitipkan barang-barangnya kepada Dhika, Haikal ataupun Vano. Sangat jarang, Naren membawa tas atau koper sendiri. Mereka tidak keberatan dengan itu. Karena, barang yang dibawa Naren tidaklah banyak.

"Tante beneran gak bisa ikut, Pah?" Tanya Dhika dengan raut wajah yang sedih mengingat kalau Yeri tidak bisa hadir dalam pameran pertamanya.

"Tantemu itu masih ngejar bimbingan skripsinya. Mungkin, dia bakal nyusul kalau skripsinya udah beres. Tapi gak janji juga tantemu itu bakal nyusul. Tapi kalau dia tiba-tiba dateng ya jangan heran. Tantemu kan gak pernah terduga." Ucap Jeffry.

Dhika merasa sedih karen Yeri tidak bisa ikut bersama dengan mereka. Tante Mara dan Kakek neneknya pun tidak bisa ikut karena sedang ada urusan yang harus mereka selesaikan dulu. Dhika berharap tante Yeri bisa menyusul dan ikut menemaninya.

"Padahal Dhika berharap tante Yeri bisa hadir dipameran pertama Dhika." Ucap Dhika dengan raut wajah sedihnya.

Melihat sang anak yang sedih membuat Jeffry mengusap rambut anak itu, "Jangan sedih ya, nak. Kan masih ada Papah sama ketiga adik-adik kamu. Kita akan menjadi pendukung untuk kamu. Kamu jangan khawatir, kita semua akan menemani kamu dari awal sampai akhir." Ucap Jeffry menenangkan Dhika.

"Makasih, Pah. Dhika bersyukur punya Papah sama adik-adik."

Jeffry merasa tersentuh mendengar itu, "Papah lebih bersyukur punya anak-anak seperti kalian."

Mereka saling tersenyum satu sama lain. Mereka berdua memang masih merasa sedikit canggung. Jeffry juga masih belajar untuk lebih dekat dengan anak-anaknya kembali.

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang