42. Terjebak?

2.8K 372 14
                                    

Yeri menggerutu pelan. Dalam hatinya ia memarahi sang dosen yang menyuruhnya untuk datang ke kampus di hari minggu ini. Hari minggu yang tadinya akan menyenangkan malah berubah jadi menyebalkan karena sang dosen. Walaupun ia terus saja menggerutu tetapi Yeri sudah siap untuk berangkat menemui sang dosen. Sebelum berangkat Yeri melihat jam tangannya terlebih dahulu dan betapa terkejutnya, ternyata dirinya sudah hampir telat.

"Sial! Bentar lagi telat gue!" Gumamya sedikit panik.

Tanpa basa basi Yeri langsung menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja lalu berlari ke luar dari kamarnya.

"Tan mau kemana kok buru-buru banget?" Tanya Dhika yang melihat Yeri seperti tengah terburu-buru. 

Yeri menghentikan larinya sebentar lalu menghampiri Dhika "Gue mau ke kampus dulu ya sebentar. Kalian kalau mau pergi chat gue aja."

Dhika mengangguk patuh membuat Yeri kembali melanjutkan jalannya.

Ghita yang melihat itu tersenyum senang. Yeri tidak ada di rumah, dan itu memudahkan wanita itu untuk memulai rencananya.

"Sepertinya keberuntungan sedang berpihak sama gue." Batin wanita itu.

"Tante Yeri kemana?" Tanya Vano yang baru saja menuruni tangga. Cowok itu sudah berpakaian rapi karena hari ini ia akan pergi ke tempat latihan.

"Ke kampus katanya. Lo udah mau berangkat?"

Vano mengangguk lalu mencomot keripik milik Dhika, "Gue berangkat ya. Gue pulang agak sore kayanya nanti."

"Udah izin sama tante Yeri? Kalau belum lo izin dulu sana."

Vano kembali mengangguk, "Gue udah izin dari semalem. Kalau gitu gue berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Hati-hati, Van."

Setelah kepergian Vano, Dhika memilih kembali ke kamarnya. Akh tidak, ia akan pergi ke kamar kedua adiknya terlebih dahulu sebelum kembali ke kamar. Kedua adiknya masih asik terlelap dibalik selimutnya sampai melewatkan sarapan. Dhika akan membangunkan Naren dan Haikal untuk sarapan terlebih dahulu karena tidak baik kalau mereka sampai skip sarapan.

Dhika memilih masuk ke kamar Naren terlebih dahulu karena Naren sedikit mudah dibangunkan daripada Haikal.

Sebelum masuk ke kamar Naren, Dhika mengetuk pintu beberapa kali. Sudah menjadi kebiasaan baginya sebelum memasuki kamar orang lain ia pasti akan mengetuk pintu beberapa kali.

"Ren bangun." Dhika menyibak selimut yang menutupi tubuh Naren.

Naren tetap tidur tidak terganggu dengan suara Dhika. Memang sangat kebo sekali adiknya itu.

"Naren bangun udah siang lo belum sarapan!" Ucap Dhika sedikit menaikan suaranya. Cowok itu juga menepuk wajah Naren sedikit keras membuat Naren perlahan membuka matanya.

"Apa si, Mas, ganggu aja masih malem juga!" Balas Naren yang masih memejamkan matanya.

Dhika mendengus sebal. Malam katanya. Tidak tau saja kalau sekarang sudah hampir pukul 10 pagi.

"Malem gigi lo ompong! Sekarang udah siang! Cepet bangun!" Dhika menarik kedua tangan Naren membuat cowok itu mau tidak mau langsung membuka matanya dan duduk.

Naren menatap Dhika dengan tajam, "Gue baru tidur tadi subuh, Mas! Biarin gue tidur lagi!" 

Naren memang baru bisa tertidur saat subuh tadi. Anak itu tidak bisa tidur karena ia masih kepikiran tentang ucapan Rumi dan fakta yang ia dengar. Bagaimana ia bisa tidur nyenyak saat ia tau kalau dalang kecelakaan Mamahnya itu tante Ghita, Tante yang sudah ia anggap seperti Ibu sendiri. Ia sangat kecewa, sampai ia tidak tau apa yang harus dirinya lakukan sekarang.

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang