33. Balapan

3.9K 457 30
                                    

Kejadian kemarin membuat Vano tidak bisa tidur dengan nyenyak. Cowok itu terus saja memikirkan ucapanya yang ia lontarkan kepada Haikal. Ada rasa bersalah yang muncul dalam dirinya. Apalagi Wajah kecewa Haikal masih terbayang dengan jelas dipikirannya. Vano merutuki dirinya sendiri yang sudah membuat adiknya sakit. Cowok itu sudah menyakiti adiknya dengan kata-katanya. Andai waktu bisa diputar ia tidak akan berbicara kasar kepada Haikal.

"Maaf, Kal."

Vano memegang kepalanya yang terasa sakit,darah segar juga perlahan keluar dari hidung mancungnya. Pandangan anak itu mulai sedikit pudar, wajahnya sangatlah pucat. Sebelum rasanya semakin sakit, Vano bergegas menuju meja belajarnya untuk mengambil obat yang selama hampir 5 bulan ini ia konsumsi. Ia langsung meminum obat itu lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

"Sial! Kenapa harus gue?!" Teriaknya. Untung saja kamar mandinya kedap suara jadi tidak perlu takut akan ada yang mendengar teriakannya.

Vano memejamkan matanya, darah sudah mulai berhenti, rasa sakit dikepalanya juga perlahan menghilang. Sampai kapan ia harus seperti ini?

Tok tok tok

"Vano udah bangun belum, ayo sarapan dulu udah ditungguin sama yang lain."

Yeri terus mengetuk pintu kamar Vano namun tidak ada balasan dari dalam sana. Perlahan ia memutar knop pintu kamar Vano yang kebetulan tidak terkunci. Yeri masuk kedalam dan tidak ada Vano. Ia melirik pintu kamar mandi yang tertutup.

"Mungkin Vano lagi mandi." Batinnya.

Yeri memilih menunggu Vano sembari melihat-lihat kamar Vano yang sangat jarang sekali ia masuki. Kamar Vano cukup rapi untuk ukuran cowok. Tapi tunggu, ada sesuatu yang berhasil mengalihkan pandangnya. Yeri berjalan kearah meja belajarnya Vano dan mengambil botol obat yang ada disana. Dibotol itu tidak ada keterangan mengenai obat itu.

Bersamaan dengan itu, Vano keluar dari kamar mandi dan betapa terkejutnya kala melihat Yeri yang sedang memegang botol obatnya.

"Tante!" Vano berlari lalu merebut obat itu dari tangan Yeri, "Tante ngapain kesini?" Sentaknya.

"Mau ngajak lo buat sarapan bareng. Btw itu obat apa Van? Lo sakit?" Sejujurnya Yeri sedikit kaget saat Vano tiba-tiba merebut botol obatnya. Cewek itu merasa ada yang sedang Vano sembunyikan.

Vano menyimpan botol itu kembali didalam laci, "Ini vitamin gue tan." Bohongnya.

Yeri mengangguk, Pura-pura percaya dengan jawaban Vano. Setaunya itu bukanlah vitamin, ia tau vitamin seperti apa dan obat itu bukanlah vitamin seperti yang Vano katakan. Kalau anak itu tidak mau jujur biarkan Yeri yang mencari tau sendiri.

Yeri memeluk lengan Vano, "Ayo sarapan!" Lalu menarik paksa tubuh Vano yang lebih tinggi darinya.

Vano hanya pasrah kala tubuhnya ditarik oleh Yeri. Setidaknya ia bisa bernafas lega karena Yeri tidak curiga tentang obat itu.

Sesampainya di ruang makan, Vano mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Haikal namun anak itu tidak ada disana. Yang ada hanya Jeffry, Dhika dan Naren.

"Duduk Van." Lamunan Vano terhenti kala suara Jeffry yang menyuruhnya untuk duduk.

Vano mengangguk lalu duduk disamping Naren.

"Haikal nginep di rumah temennya." Ucap Naren pelan yang seolah olah mengetahui pikirannya, "Lo lagi ada masalah sama Haikal?" Tanyanya.

"Cuma salah paham aja." Bohong Vano.

"Kalian ngapain bisik-bisik? Ayo cepet kita sarapan." Ucap Jeffry yang sedari tadi diam-diam memperhatikan Naren dan Vano yang tengah berbisik-bisik.

Keduanya mengangguk lalu mulai mengambil nasi dan lauk.

KEMBAR ARKANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang