Kunjungan dadakan Johnny pagi ini cukup membuat para karyawan cabang Kalimantan timur kalang kabut. Beberapa dari mereka terlihat tak menyangka akan ada inspeksi mendadak. Jika saja mereka tahu mereka akan bekerja lebih giat agar tak memicu kemarahan dari Johnny.
Ya, lelaki itu tampak sedang kesal dengan kinerja karyawannya yang tak sesuai targetnya. Tak hanya dari banyaknya karyawan yang terlambat, tapi juga laporan akhir bulan yang membuatnya pening. Jika seperti ini, dia harus menempatkan orang dari pusat untuk mengawasi kantor cabang.
"Semua kepala divisi ke ruang rapat sekarang!" Pelan, tapi ditambah dengan tatapan mata yang tajam dan mereka tahu bahwa Johnny mungkin bisa mendepak mereka setiap saat.
Benar saja, di ruang rapat Johnny mulai berubah bak monster yang dengan sangat tega mengkritik setiap pekerjaan karyawannya, beruntungnya dia tak hanya memberikan kritik dia juga arahan. Namun, tetap saja Johnny membuat mereka takut.
Rapat yang tinggal penutup itu harus terinstrupsi oleh telepon masuk, yang setelah Johnny tilik ternyata dari Farah. Ia agak ragu menjawabnya mengingat Farah biasanya menelpon untuk meminta jatah makan, tapi ia kembali diingatkan bahwa Farah di rumahnya dan bisa saja gadis itu membuat kegaduhan di rumah dan sekarang sedang ingin meminta maaf. Tunggu ... Farah yang ia kenal tak akan meminta maaf.
"Halo," sapa Johnny yang akhirnya menjawab telpon Farah.
"Om, muka om kok gelap sih? Abis kebakar ya di Kalimantan?" Suara Farah terdengar cukup nyaring hingga Johnny baru menyadari bahwa Farah melakukan panggilan video dan itu cukup menjadi alasan untuk menjauhkan ponsel pintarnya dari telinganya.
"Saya rapat Farah. Nanti sa—" Johnny tak melanjutkan ucapannya, dia mengamati wajah Farah yang sepucat kapas.
"Kamu sakit?" tanya Johnny. Kemudian beralih ke karyawannya.
"Kalian bisa pergi." Tanpa menunggu lama karyawannya itu pergi dengan banyak pikiran bercokol di kepala mereka. Apa Johnny punya sugar baby?
"Cie khawatir."
"Jawab aja."
"Sebenernya baik-baik aja sih, cuma lagi males kerja jadi ijin pura-pura sakit. Gimana keren, 'kan?" Johnny memang bukan pembaca pikiran, tapi ia sadar bahwa Farah tak sehat. Suara gadis itu terdengar begitu parau dan matanya tampak begitu layu.
"Serius?"
"Iya, sebenernya yang sakit Ihsan." Farah mengarahkan kamera kepada Ihsan yang terlihat begitu jelas bahwa anaknya itu tengah berakting, lihat saja bagaimana cara dia batuk dan juga sudut bibirnya berkedut.
"Ihsan sakit, jadi saya nyuruh biar nggak masuk sekolah, tapi dia takut sama Papanya. Gimana? Om ijinin nggak?" Tentu Johnny tak akan melakukannya, dia mungkin akan mengirim satpam untuk menyeret Ihsan ke sekolah.
"Udah ke dokter?" tanya Johnny merujuk kepada Farah bukan Ihsan lagi-lagi karena Ihsan tak sepintar itu dalam berakting.
"Ini mau saya bawa Ihsan ke dokter." Johnny menghela napas, Farah ingin membawa Ihsan ke dokter dengan keadaan yang terlihat bisa tumbang kapan pun. Jelas Johnny tak akan mengijinkannya.
"No. Saya bakal ngirim dokter Irene ke sana. Just wait there." Johnny menutup telponnya kemudian menghubungi Irene untuk segera datang ke rumahnya dan memeriksa Farah.
Seusai meminta tolong Irene, Johnny tak lantas tenang. Ia butuh kabar, ia tak ingin ada orang sekarat di rumahnya. Beruntung lima belas menit setelahnya Irene menelponnya. Namun, sungguh itu bukan kabar yang ingin ia dengar. Farah pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ This Girl is Little Bit Crazy
General Fiction"Saya peringatkan ya Om, saya jago taekwondo sabuk i-" "What you said? Om?" "Iya." "Don't call me Om." "Why?" "Itu buat kamu kedengeran seperti baby sugar saya."