Jam 12 siang adalah waktu yang tepat untuk memulai acara makan siang. Namun, seorang gila kerja seperti Johnny tentu tak akan mengenal waktu jam makan siang. Satu hal yang lelaki itu ingat ketika jam makan siang adalah memesankan makanan untuk Farah bukan untuk dirinya sendiri. Baginya menepati janji lebih penting dibanding mengisi perut kotak-kotaknya.
Namun, hari ini kembali ada pengecualian. Farah mengirim pesan bahwa Johnny tak perlu membelikan makan siang untuknya. Farah akan mencari makan siang sendiri. Johnny tak akan protes dengan sikap Farah yang sedikit mulai tak memanfaatkannya meskipun sekarang ia harus memutar otak mencari alasan untuk sekedar menghubungi Farah.
Kesibukan Johnny berpikir mencari alasan untuk menemui Farah terganggu ketika sang subjek pemikirannya menelpon dan mengatakan bahwa ia ada di lobi dan tak bisa masuk karena tak memiliki janji dengan Johnny. Lelaki itu agak penasaran kenapa Farah bisa berada di kantornya, tapi dibanding itu lelaki itu memilih untuk meminta sekretarisnya untuk mengantar Farah ke ruangan Johnny.
Dan di sinilah gadis itu sekarang. Berdiri dengan senyum manis misterius yang mencurigakan dan juga paper bag yang isinya masih menjadi pertanyaan bagi Johnny.
"Terima kasih Tia. Kamu bisa kembali." Sang Sekretaris mengangguk kemudian pergi dari sana.
"Om belum makan siang, kan?" tanya Farah yang mempersilahkan dirinya duduk sebelum di suruh oleh sang pemilik ruangan.
"Belum."
"Good, sini duduk." Farah menepuk sofa di sampingnya memberi tanda agar Johnny duduk di sebelahnya.
"Saya bawa makanan buat Om. Tenang aja udah saya cicipi, enak dan nggak beracun." Farah mengeluarkan satu persatu kotak yang ada di dalam paper bag. Ada banyak makanan di dalamnya. Melihat Farah seperti ini, ia merasa seperti dikunjungi istrinya sendiri yang bahkan tak pernah dilakukan oleh Maria dulu.
"Kenapa masih diem? Cuci tangan. Kita makan bareng." Johnny terperanjat, tapi tak urung dia melakukannya. Pria itu keluar ke kamar mandi untuk cuci tangan kemudian kembali duduk di samping Farah.
"Kaget ya saya ke sini?" tanya Farah sambil memberikan kotak makan dan alat makan kepada Johnny.
"Lumayan. Saya nggak bisa nebak apa yang kamu mau sekarang." Farah terkekeh pelan kemudian mengambil kotak makannya sendiri.
"Anggep aja saya lagi baik." Johnny mengangguk, dia juga menyukai sisi Farah yang seperti ini.
"Enak nggak? Saya bikin sendiri." Johnny tak meragukan keahlian memasak Farah yang selama ini terpendam dan dia cukup merasa terhormat karena selama ini Farah hanya memasak untuknya.
"Enak. Kalo kamu jual saya mau beli." Itu adalah pujian yang Farah tunggu.
"Saya rencana mau jual itu di kafe Yongki. Menu baru. Bagus deh kalo Om suka. Pokoknya ntar Om harus mampir sana terus." Senyum Johnny terpampang, kini lelaki itu tau alasan apa yang tepat untuk menemui gadis di sampingnya itu.
"Pasti."
"Good. Oh ya, Om tau kalo Ihsan mau bantuin saya nggak?" Ini kali pertama Johnny mendengarnya. Jelas sekali Ihsan tak mengatakan itu padanya.
"Belum tau. Emang Ihsan bantu apa?" tanya Johnny penasaran. Anaknya itu bukan malaikat yang jobi membantu dia lebih ke setan yang hobi merusuh.
"Jadi, saya ada rencana buat bikin live music tiap malam minggu. Kebetulan Ihsan sama bandnya mau ngiringin saya."
"Kamu bayar dia berapa?" tanya Johnny.
"Gratis."
"Gratis?" Johnny membeo. Baginya itu adalah hal yang mustahil terjadi. Pasti ada transaksi ilegal di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ This Girl is Little Bit Crazy
Fiksi Umum"Saya peringatkan ya Om, saya jago taekwondo sabuk i-" "What you said? Om?" "Iya." "Don't call me Om." "Why?" "Itu buat kamu kedengeran seperti baby sugar saya."