Langkah besar Jefar terlihat mantap membuka pintu rumah besar bahkan tanpa memberikan salam seolah itu adalah rumahnya sendiri. Mungkin istilah anggap saja rumah sendiri yang diungkapkan Johnny di awal Jefar datang ke rumah itu tujuh belas tahun lalu membuatnya merasa bahwa ia yang memiliki rumah itu.
"Om Jef, ngapain ke sini? Nyari makan siang gratis?" Kadang Jefar heran sebenarnya Ihsan ini benar anak Johnny apa bukan. Anak itu terlalu tidak sopan tak seperti Johnny.
"Iya, masakan Mbok Jum lebih enak dibanding masakan restoran. Johnny mana?"
"Itu." Ihsan menunjuk ayahnya yang sedang menelpon seseorang.
Kemudian ikut duduk di samping Johnny karena dia dalam masa merayu sang ayah agar tak perlu ikut les tambahan yang membuatnya tak bisa bermain game dengan Arjun. Kan kasihan nanti jika Arjun harus main sendirian nanti Arjun jadi berhenti bermain game kan bahaya, jadi sebagai teman yang baik dalam menebar keburukan dia harus tetap membuat Arjun bermain game agar dia tak belajar sehingga nilai Arjun tak mengalami peningkatan seperti dia.
"Nelpon siapa?" tanya Jefar dan ikut duduk di samping Johnny.
"Mamanya Ihsan."
Mata Ihsan melebar, ini pasti urusan tentang panggilan orang tua kemarin. Pasti Johnny ingin tahu kelanjutannya karena jawaban Ihsan yang hanya mengatakan semuanya baik-baik saja dan sebagai ayah yang tahu bahwa sang anak hobi berbohong dia harus mengonfirmasi sendiri.
"Nah iya gue baru inget, lo nikah siri apa gimana kok nggak ngasih gue?"
"Hah? Kapan gue nikah?"
"Ya mana gue tahu? Gue cuma dikasih tau keponakan gue si Jeno katanya nyokap Ihsan baru dan keren banget. Kalo bukan istri lo apa? Baby sugar lo gitu?" Sudah lah Ihsan pergi saja, tak apa-apa jika ia harus les dari pada harus di coret dari KK.
"Mau kemana kamu?" Ihsan tak jadi pergi kaki anak itu langsung membeku mendengar suara dari Johnny.
"Mau les Pa, iya les."
"Duduk!" Sebaik-baiknya Johnny, dia bisa menjadi sangat menyeramkan jika Ihsan melakukan hal yang tak ia suka.
"Dimana kamu dapet mama baru?" Ihsan meneguk salivanya bagaimana ia menjawabnya?
"Nemu di toilet Pa." Tak salah karena nyatanya dia menemukan Farah di toilet.
"Kamu bayar ibu-ibu yang jaga toilet?"
Pikiran Johnny memang kadang bisa sekreatif itu dan Jefar tak akan menambah imajinatif dengan hal-hal yang tak masuk akal.
"Nggak Pa. Mbak Farah nawarin sendiri mau jadi Mama Ihsan!" Ihsan jelas tak mau di salahkan sendiri lagi pula ia tak salah, Farah yang menawarkan diri.
"Menawarkan diri? Ihsan duh, Papa nih nggak mau nikah lagi. Bisa-bisanya kamu ngangkat dia jadi mama kamu!" Johnny mengurut dahinya sementara Jefar selalu menyukai drama.
"Dia juga nggak mau nikah sama Papa kecuali muka Papa kayak Song Jongki katanya gitu." Jefar tak kuasa menahan tawa saat Johnny dibandingkan dengan Song Jongki.
"Diem lo!" suruh Johnny pada Jefar yang tertawa bak bekantan.
"Ya sudah, hubungi Mbak Farah itu biar Papa tanya dia."
"Buat apa? Mbak Farah orangnya nggak waras Pa. Mending Papa tanya Ihsan aja yang lebih waras."
"Justru itu. Papa harus tau dari versi dia karena Papa tahu kamu jago bohong." Ihsan bisa apa, papanya yang paling berkuasa di rumah.
"Sekarang telpon dia!" Ihsan dengan ragu mengambil hpnya lalu menghubungi Farah sembari berdoa dalan hati agar Farah mager mengangkat telpon.
Namun, sayang sekali doa anak bandel seperti Ihsan jarang di dengar Tuhan, Farah mengangkat telpon itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/246339413-288-k464118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ This Girl is Little Bit Crazy
General Fiction"Saya peringatkan ya Om, saya jago taekwondo sabuk i-" "What you said? Om?" "Iya." "Don't call me Om." "Why?" "Itu buat kamu kedengeran seperti baby sugar saya."