Kursi roda yang dinaiki Farah terus berjalan seiring dengan dorongan dari Johnny. Keduanya kini sedang dalam perjalanan menemui ayah tiri Farah. Johnny sebenarnya agak khawatir apakah Farah nanti akan baik-baik saja atau tidak, tapi ia mencoba untuk percaya pada Farah. Ia percaya bahwa Farah wanita yang kuat dan jika nanti Farah tak cukup kuat dia akan menyelamatkan Farah tanpa ragu.
"Itu ruangannya." Farah menunjuk ruangan di ujung barat koridor.
"Don't be afraid, okay?" Johnny menepuk bahu Farah berniat memberi kekuatan.
"Iya." Johnny kembali mendorong kursi roda Farah pelan lalu berhenti ketika ada suara teriakan dari dalam kamar ayah tiri Farah.
"Pak, boleh kami masuk?" tanya Johnny pada dua polisi yang berjaga di depan kamar.
"Maaf, tapi selain petugas medis dan juga dari kepolisian dilarang masuk."
"Saya adalah korban dari orang yang ada di dalam. Ada yang ingin saya sampaikan pada orang di dalam."
"Maaf, tapi peraturan tetap peraturan." Farah mendongak menatap Johnny untuk meminta tolong. Johnny menghela napas tak di sangka ia akan menggunakan cara kotor. Lelaki itu membuka dompetnya dan memberikan sejumlah uang pada polisi itu.
"Anda mencoba menyuap kami?" Johnny menggeleng.
"Saya meminta bantuan dan itu sebagai tanda terima kasih. Bapak tak perlu khawatir kami tak akan membunuhnya. Jika bapak tak percaya kalian bisa masuk bersama kami. Bukankah itu lebih aman?" Johnny menutup hasutannya dengan senyuman.
"Baiklah. Tapi, kami ikut masuk ke dalam."
"Baik, Pak." Pintu dibuka oleh polisi dan kini Farah dan Johnny bisa masuk ke dalam.
"Hudi," panggil Farah dengan nada tegas dan ayah tirinya yang tertidur kini mulai terbangun.
"WANITA JALANG! LIHAT APA YANG LO LAKUIN!" Tangan besar Johnny langsung menutup telinga Farah, ia tak ingin telinga Farah ternoda oleh ucapan kotor dari Hudi.
"Saya nggak apa-apa Om. Sungguh." Johnny melepaskan tanggannya dari telinga Farah, lelaki itu tak pernah tau bahwa Farah sudah sering mendapatkan cacian seperti itu.
"Lo sama ibu lo sama aja. Jalang!" Farah masih duduk tenang, tapi ada darah yang mendidih di dalam tubuhnya sementara Johnny terus mengelus bahu Farah.
"Puas lo bikin gue sakit? Puas lo bikin gue kena HIV?" Farah dan Johnny membeku karena rasa kaget mereka. Keduanya terdiam dengan hati yang terus berdoa semoga sakit HIV yang diderita ayah tiri itu setelah insiden pemerkosaan itu terjadi.
"Gue tau ini malam itu lo yang nyuntik gue pake virus HIV. Itu pasti lo! Gue inget matanya. Itu mata lo!" Farah memejamkan mata, ia tahu siapa dalangnya. Orang yang memiliki mata yang hampir mirip dengannya. Ibunya. Ini pasti ibu Farah yang melakukannya.
"Jadi, ini maksud dia bakal balas Hudi?" gumam Farah pelan.
"Funny. You stabbed me and then you act like you were the one that was bleeding." Farah menajamkan matanya berharap sorot matanya mampu melukai Hudi.
"Masih ngelak lo! Di dunia ini cuma lo orang yang punya dendam sama gue. Lo dendam sama gue yang bikin lo sama Yongki menderita. Ngaku aja! Pak polisi, dia orangnya. Dia yang nyuntik saya malam itu."
"Lo pikir lo hancurin gue sama Yongki? Lo pikir gue menderita? Nggak! Gue, Yongki, kami nggak menderita. Kami bakal bahagia. Gue bersumpah gue bakal bahagia, tapi lo ... hidup lo nggak akan pernah bahagia." Suara Farah tak stabil ada gejolak emosi yang ada di dalam dirinya saat ini, dan itu tak mudah untuk mengendalikan amarah dan ketakutan yang datang bersamaan. Namun, gadis itu terus mencoba untuk tenang dalam permainan ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/246339413-288-k464118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ This Girl is Little Bit Crazy
General Fiction"Saya peringatkan ya Om, saya jago taekwondo sabuk i-" "What you said? Om?" "Iya." "Don't call me Om." "Why?" "Itu buat kamu kedengeran seperti baby sugar saya."