Dia punya riwayat maag. Beberapa tahun yang lalu, ia sempat jatuh sakit seperti ini juga, tapi dokter sudah melakukan perawatan supaya tidak memperparah situasinya.
Suara Cindy di kepala Charlotta seiring langkahnya menembus lorong rumah sakit yang sepi, berputar-putar seperti kaset rusak. Bernard punya riwayat maag akut. Tapi itu sudah diobati beberapa tahun yang lalu. Kejadiannya, sejak ia sibuk mengurusi bisnis, hingga Karry harus turun tangan dan membantu Bernard. Hal itu juga yang membuat Bernard selalu membawa Karry untuk urusan bisnisnya.
Tapi... sekarang?
Seketika Charlotta mengingat bayangan Karry yang mengusap wajah Felicia di depan drop off tadi pagi. Jelas-jelas gadis itu menangis dan Karry sedang berusaha menenangkannya. Rasa kelu mengunci hati Charlotta lebih dulu hingga sulit berpikir jernih. Ia setengah berlari menyusuri lorong beraroma obat itu. Setelah tiba di kamar pasien yang tenang, Charlotta memelankan langkahnya.
Sambil mengatur napas, pelan-pelan, Charlotta membuka pintu geser itu. Suaranya amat halus hingga tidak membuat siapa pun mendengar. Kamar pasien itu gelap, hanya ada lampu tidur yang menyala di atas kepala Bernard Wang. Pria itu terbaring memejam, setengah wajahnya tertutup masker napas, sementara denyit dari mesin di samping kasur berbunyi teratur.
Karry duduk memunggungi Charlotta. Ia agak membungkuk, sebelah wajahnya yang tersiram cahaya lampu nampak cemas. Kerut di kening Karry menebal, sorot matanya penuh harap. Seakan pikirannya penuh oleh suaranya sendiri sampai tidak mendengar Charlotta kini sudah berdiri di belakangnya.
"Karry?" panggil Charlotta pelan. Cowok itu tersentak pelan, ia menoleh tanpa memutar tubuhnya. Dalam beberapa detik, Charlotta merasa tatapan dingin itu luruh dalam hening. Sosok Karry detik itu mirip dengan saat pertama kali Charlotta bertemu dengannya. Sorot mata kesepian, dingin dan terancam, terselubung dengan hening yang mencekam hingga tanpa sadar membuat langkah Charlotta tertahan ketika hendak menyentuh punggung cowok itu.
Charlotta menelan ludahnya, bibirnya membeku setelah Karry kembali menarik pandangan itu.
"Karry...?" ia berusaha menarik cowok itu kembali, tapi Karry tidak menoleh lagi.
"Tinggalkan aku."
Suaranya dingin dan menusuk. Membuat Charlotta tersekat napasnya sendiri. Kenapa Karry? Belum sempat Charlotta berusaha mengatakan sesuatu, seseorang mengetuk pintu.
Seseorang yang membuat Charlotta langsung mengunci gerakannya.
xx
"Halo, kau di mana? Apakah kelas hari ditiadakan?"
Felicia mendesah panjang, lupa kalau tadi pagi Roy tidak ada di tempat saat Bernard pingsan. Walau enggan mengatakan hal itu, tapi akhirnya Felicia memberitahu kejadiannya.
Sebenarnya bukan enggan, ia lebih merasa takut untuk mengungkapkannya lagi. Rasanya, seperti kejadian di masa lampau sedang terulang di depan matanya.
"Di Premium Suite nomor 135. Aku dan ayah sedang mengurus administrasinya. Kau dan kerabat yang lain bisa mengunjungi malam ini. Jam besuknya terbatas." Felicia menjelaskan sesaat seseorang melintas cepat dari belakangnya. Tapi ia tidak menyadari itu karena seluruh tangannya keringat dingin. Gugup menyelimuti Felicia, ia bahkan tidak mampu melihat kesedihan Karry.
Walaupun Karry tidak pernah menunjukkannya secara langsung, walau Karry selalu memasang wajah datar, tapi Felicia jelas tahu kalau semakin cowok itu tidak menunjukkan ekspresi, maka semakin sakit luka yang sedang ia tahan. Itu bukan hal asing lagi, Felicia paham jelas diri Karry yang seperti itu. Dan itu selalu membuatnya terpukul.
Nenek May kehabisan napas! Cepat panggil ambulans! Cepat!
Seakan masa lalu kembali datang, merayapi diri Felicia rasa takut yang tidak pernah ingin ia rasakan. Kegagalan, kemurkaan dan kesepian itu, adalah hal yang tak pernah ingin ia lihat lagi bersama Karry. Cukup masa lalu itu, cukup di sana mereka mengenang rasa pahit. Ia tidak tahu apakah mampu membuat Karry kembali menimbun luka yang sama.
Sendirian.
Tanpa ingin mengucapkan betapa takutnya masa lalu itu terulang.
Felicia kembali ke kamar rawat, berpisah di lobi lift dengan Brian yang ingin membeli makan malam. Ketika ia tiba di ambang pintu, Karry tidak sendiri. Ada gadis itu di sana.
Berdiri mematung dengan punggung Karry memberi hening. Entah kenapa, ia merasa lega Karry tidak memberinya respon, tapi di sisi lain, Felicia merasa Charlotta tidak pantas ada di sini karena jelas-jelas, syok tergambar jelas di wajahnya.
Karry tidak akan mengatakan apa pun saat ini. Felicia yakin jelas karena ia tidak ingin seseorang membantah kenyataan kalau ini tidak pernah baik-baik saja. Karry takut, Felicia takut. Dan mereka tidak ingin berpura-pura baik-baik saja. Masa lalu itu sedang berputar dalam bayangannya, Felicia pun jelas paham perasaan itu. Ia pernah ada di sana, ia pernah merasakannya.
Tapi Charlotta, apakah ia paham perasaan takut itu?
"Karry, apa kau akan mengabaikanku--"
"Aku tidak akan mengulanginya, Char." Ada nada getir sekaligus dingin di suaranya. Gadis itu menarik napas pendek, lalu beralih ke Felicia.
Air mata gadis itu menggenang, bibirnya gemetar. Saat ia berbelok hendak keluar, tangan Felicia segera menahannya.
"Aku perlu bicara," kata Felicia. Lalu ia berbalik beralih keluar ruangan meninggalkan Karry di kamar rawat.
Tanpa suara, mereka melintasi lorong sepi itu hingga sampai di ujung koridor yang panjang. Di ujung koridor itu ada belokan yang dindingnya berlapis kaca. Pemandangan dari atas sana membuat Pearl Tower di semenanjung Liujiazui terlihat jelas. Felicia bisa merasakan langkah lesu Charlotta di kakinya ketika ia berhenti dan berdiri di sebelahnya.
"Kau mau bicara apa?" tanya Charlotta tanpa basa-basi.
Felicia menoleh pelan, meneliti wajah gadis itu dari samping. Walau namanya Smith tanpa marga China sama sekali, tapi wajahnya cukup oriental dan manis. Rambutnya pendek sebahu, tatapannya lesu dan kehilangan arah. Sosok itu... mirip dengan ekspresi terpukul Karry.
"Apa kau sudah tahu apa yang sedang terjadi?"
"Bernard memiliki maag akut, dan sekarang kumat. Apa itu maksudmu?" Ia menoleh dengan tatapan memicing.
"Dengar," sela Felicia, "kau tidak tahu apa yang Karry rasakan."
"Maksudmu?" tanya Charlotta.
"Maksudku," Felicia menoleh, menjaga ekspresinya tetap dingin, "Karry tidak akan lagi kembali padamu."
Gadis itu tidak mengatakan apa-apa selain makin memicingkan matanya.
"Aku tahu," kata Charlotta, "kau teman masa kecil Karry, kan?"
Senyum kecil terbit di bibir Felicia, "kami bukan sekedar teman, Charlotta Smith," lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan menunjukkan sebuah surat kusam dan kumal.
"Kami sudah direstui oleh Bernard dan juga ayahku. Masa lalu kami memang sudah terpatri dari sana. Maafkan aku, tapi kau harus melepas Karry."
****
Sori aku telat upload, kesiangan bangun hahaha.
Smoga part ini menghibur✨
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Secret (Sequel)
Teen FictionCompleted. Setelah resmi berpacaran dengan Karry Wang dan melalui petualangan mencari orangtuanya yang ternyata adalah seorang pengrajin Teddy Bear terbesar di dunia--James Smith, kini kehidupan Charlotta dan Karry terus bersemayam dalam Crown Garde...