48 : KARRY WANG

42 8 3
                                    

Apa ia pernah sadar arti masa lalu sedalam itu? Jika Nenek May masih hidup, mungkin semua ini tidak ada artinya dan Karry mungkin tidak pernah bertemu Charlotta.

Selesai menyiapkan beberapa presentasi untuk besok, ia segera menunggu Charlotta di depan pintu kamar. Ia tidak tahu gadis itu ada di mana, yang pasti Charlotta tidak ada di kamarnya. Ia berusaha menelepon, tapi tiba-tiba Karry merasa ciut. Ia belum menguatkan nyali untuk menghadapi Charlotta. Tapi setelah semua yang terjadi, ia begitu mengerti dan paham apa keinginan hatinya.

Jauh dari yang namanya masa lalu, hatinya tetap ada di balik gadis itu. Dan seharusnya ia sadar hal itu jauh sebelum ini.

Masa lalu hanya semakin menguatkan perasaan itu.

Dan ia memilikinya malam ini.

Dari ujung koridor yang sepi, Karry merasakan kedatangan seseorang. Charlotta membelok dari sana, lalu langkahnya terhenti. Karry menegapkan punggung, menatap gadis itu agak tercenung, tapi pelan-pelan berjalan mendekat.

Inilah maksud Karry.

Segala kehadiran Charlotta tidak pernah bisa menbuatnya begitu menginginkan gadis itu. Hanya langkah Charlotta yang membuat jantungnya berdegup-degup tak teratur. Begitu mendekat, Karry bisa melihat kilauan kecil di jari kiri Charlotta.

Itu cincinnya.

"Hai," sahut Karry kaku. Gadis itu tersenyum kecil. Senyum yang begitu ia rindukan. Untuk segala yang sudah terjadi, Karry merasa hubungan mereka seperti menjarak dari berabad-abad yang lalu. Dan ini semua gara-gara dia.

Aku memang brengsek.

"Bukankah kau seharusnya menyiapkan untuk pameran besok?" Charlotta melihat ke jam tangannya lalu mendongak ke arah Karry tanpa perasaan apa pun, seperti tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka. Hal itu semakin membuat Karry merasa menginginkannya kembali.

Ia membutuhkan Charlotta. Jauh dari yang pernah sadari. Dan Karry selalu terlambat untuk hal-hal sederhana.

"Ini sudah pukul sebelas lebih. Apa ayahmu tidak mencari--"

Belum selesai bicara, Karry sudah lebih dulu menarik leher belakang Charlotta lalu memiringkan wajahnya hingga bibirnya menyentuh gadis itu.

Di atas sana, segala bayangan Felicia dari masa lalu, senyumnya yang pernah tinggal, samar-samar merosot hilang. Setiap kesabaran Charlotta untuk menunggunya adalah buah dari ini semua.

Karry terlalu mencintai gadis itu hingga ia tidak bisa berkata-kata. Gara-gara Charlotta, ia bisa jelas merasakan bagaimana masa lalu itu sebenarnya menginginkan Karry bahagia di mana pun ia berada. Entah bersama kenangan atau bersama sesuatu yang benar-benar nyata.

Charlotta.

Karry melepas ciuman itu, menatap Charlotta yang tercekat. Di dalam mata gadis itu, ia bisa merasakan perasaan lega menghardik Karry. Ia bisa jelas merasakan perasaan kasih itu turun, luruh dalam hatinya.

"Terima kasih," bisik Karry. Tangannya sesekali mengelus pelipis Charlotta, air mata gadis itu mulai menggenang.

"Terima kasih untuk tidak menyerah. Jackson benar, untuk mencintaimu saja aku bisa menjadi sangat bodoh. Tapi karena itu aku tahu,  semua hal yang terjadi belakangan ini adalah karena aku terlalu tunduk pada perasaanmu."

"Karry--" napas Charlotta tercekat, ia menunduk, membuat air matanya jatuh. Karry mencium kening Charlotta lalu menempelkan dahinya hingga kedua dahi mereka saling condong dan beradu.

"Apa kau benar-benar pernah mencintai Felicia?"

Mendengar pertanyaan itu entah kenapa membuat Karry merasa lebih ringan. Ia tidak takut untuk menjawab kebenarannya.

"Kami pernah saling mencintai, CS. Tapi itu saat Nenek May masih ada. Untuk sekarang, kau adalah satu-satunya yang nyata, yang membuat jantungku berdegup lebih cepat."

Charlotta meliriknya kecil, "lalu, kenapa kau masih menyimpan catatan itu?"

Giliran Karry yang mengernyit bingung. Charlotta agak memundurkan pandangannya supaya ia bisa memandang mata Karry lebih jelas. Dari saku roknya, ia mengeluarkan sesuatu.

"Ini," kata Charlotta sambil menyerahkan catatan kusam yang ia kenali.

Catatan itu.

Perjanjian kecil dari ia dan Felicia lakukan. Karry tersenyum sekilas.

"Aku memberitahu nenek waktu Felicia menyuruhku untuk berjanji. Nenek bilang aku harus yakin pada diriku sendiri sebelum berjanji. Tapi karena aku tidak yakin, akhirnya aku menyimpan itu pada buku kosong."

Karry mengambil kertas itu dari tangan Charlotta, "apa ini yang sebenarnya membuatmu menyusulku?"

"Ya," jawab Charlotta malu, "kupikir kau akan hilang dari hadapanku. Kupikir ayahmu bahkan, lagi-lagi menolakku. Aku tidak pernah terpikir pada akhirnya kau--" tenggorokan Charlotta tesekat, Karry menariknya masuk ke dalam dekapan.

Ia menangis di dada Karry, "aku dan Felicia terlalu mencintaimu. Aku tidak pernah berusaha mendorong mundur. Aku tidak pernah tahu sedalam apa perasaanmu dengan masa lalu, tapi aku tidak ingin kau tidak bahagia. Aku ingin kau lebih bahagia meski bukan aku yang ada di sampingmu."

Jauh dari yang Karry pikir, ia juga menyangka akan membutuhkan Felicia. Sebagai masa lalunya, ia terluka di sana. Dan sudah seharusnya di sembuhkan di tempat yang sama juga, bukan? Tapi setelah Jackson mengatakan kalau masa lalu itu hanya ia rindukan, Karry baru sadar kalau luka itu sebenarnya sudah jauh disembuhkan. Jauh dari yang ia pikir, luka itu sudah tidak ada.

Charlotta-lah yang menyembuhkannya.

Lagi-lagi, Karry terlambat untuk merasakan itu.

"Kau lah yang ada di sampingku, kau yang menbuatku bahagia. Dan aku selalu terlambat untuk merasakannya."

Lalu dalam detik yang cukup lama, pelukan mereka mengerat, saling memberitahu sama lain kalau mereka saling membutuhkan lebih dari yang siapa pun kira.

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang