6 : KARRY & KEKASIH MASA KECIL

32 9 1
                                    

FARMOUNT HOTEL, SHANGHAI

Seseorang mengetuk pintu kamar ketika Karry baru saja membersihkan diri setelah perjalanan panjang. Ia tiba beberapa jam yang lalu di Shanghai. Setelah makan malam dan sedikit refreshing untuk menghilangkan jet lag, Karry memesan dessert untuk meredakan rasa penatnya. Ia seperti butuh krim yang pekat supaya lidahnya terbiasa dengan aroma baru negara ini. 

Sejak sepuluh tahun yang lalu pindah ke New York, Karry tidak pernah menginjak Shanghai setelah dulu ia besar di Shanghai selama masa Taman Kanak-kanaknya. Ia dan keluarga Han waktu itu sekolah di satu tempat yang sama, lalu sempat memiliki tradisi selama beberapa tahun di Summer Garden yang tak jauh dari Danau Dianshan, di distrik Qingpu. Hanya saja, ketika tumbuh besar di New York, Karry tidak lagi memiliki taste orang China seperti kebanyakan. Ia merasa kota kecilnya seperti kawasan yang baru ia kenal. 

Karry hanya berteriak masuk ke seseorang dibalik pintu sambil mengusap-usap rambutnya yang basah di depan cermin. Tanpa mengkhawatirkan siapa yang masuk, seseorang dibalik pintu pun berjalan masuk. 

"Siapa--" 

Ketika Karry menoleh ke arah seorang gadis bertubuh mungil berambut panjang sebahu dan tersenyum manis, matanya mengerjap terpana. Seketika bibir Karry membeku, kepalanya menyerukan namanya, tapi entah kenapa suaranya tidak bisa keluar. Memori tersendat di ujung tenggorokan, ia menatap bola mata cokelat yang memancar penuh kenangan itu. Rasa hangat yang menjalar itu masuk tanpa izin ke dalam hatinya. Menyentuh poros yang Karry pikir sudah mati, namun kini hidup kembali. 

Gadis itu melangkah pelan, menipiskan jarak lalu memiringkan kepala sambil tersenyum tipis. Ia mengulurkan tangan, menyentuh pipi Karry dengan lembut lalu berujar pelan, "aku merindukanmu, Karry."

xx

"Aku merindukanmu, Karry," ucap gadis itu sekali lagi, menyadarkan Karry sesaat dari lamunan lalu bergerak mundur.

"Felicia?"

Gadis itu mengulas senyum, lalu mengangguk, "kupikir kau lupa. Apa kabar?"

Jantung Karry hampir mencelus, ia menerima jabatan Felicia lalu balas tersenyum. "Sedang apa kau di Shanghai?"

Felicia mendelik, tersenyum miris, "kenapa pertanyaanmu selalu to the point? Kau tidak pernah berubah, ya?"

Karry lupa apakah ayahnya bilang kalau acara belajar bisnis ini akan diikuti dari kalangan keluarga tertua, tapi yang pasti, ia merasakan sesuatu tidak beres. Kenapa Felicia bisa ada di sini malam-malam dan masuk ke kamar hotelnya?

"Kau pasti bingung kenapa aku di sini?"

Mata Karry mengerjap pelan, tapi ia beralih tak menjawab, kembali mengeringkan rambutnya berusaha menghindari tatapan gadis itu. Felicia berjalan ke tepi kasur lalu duduk di sana.

"Ayahmu tidak bilang kalau aku adalah Master kelasmu nanti?"

Giliran Karry yang menoleh takjub, "kau yang akan memberi arahan selama satu bulan ini?"

Felicia tertawa kecil. Tawa ringan yang entah kenapa membuat tengkuk Karry mendesir. Pemandangan ini seperti panggilan alam yang sudah lama tidur, tapi tiba-tiba muncul. Rasanya seperti badai tapi efek itu hanya beberapa detik lalu menjatuhkan serbuk sakura dari langit. Dan Karry masih belum terbiasa dengan peralihan suasana yang kini rasanya sudah pernah mati, namun hidup kembali.

"Bukan hanya aku, tapi ayahku juga ikut. Oh ya, omong-omong, ayahku dan ayahmu ada di ruang bawah. Mereka sedang makan bersama, apa kau mau ikut turun?"

Karry menggeleng, ia melempar handuknya ke besi jemuran lalu membuka tirai yang langsung menampikkan pemdangan semenanjung Lujiazui yang terpisah oleh sungai Huangpu dari tepi sungai, mengelilingi daratan sepanjang jalan Zhongshan. Langit di belakang menara Pearl Tower Shanghai daerah Pudong menyengat pandangan Karry seketika. Diikuti keberadaan Felicia yang mendekat ke sampingnya, ia merasa memori itu merebak seperti vas pecah tumpah berserakan di lantai. Di satu sisi Karry syok, tapi di satu sisi ia merasa rindu.

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu, Karry?"

Sejenak Karry mengerjap tersadar, ia menoleh ke arah wajah Felicia yang sudah berubah sedikit. Alisnya dipoles riasan, matanya yang bulat seperti boneka dihias bibir tipis, menarik kenangan itu sampai ke akar-akarnya. Pikiran Karry melalang buana, ia berdeham sekali, mengusir rasa canggung yang mendadak menguasai dirinya. 

"Hanya masih tidak menyangka kau muncul di hadapanku," gumam Karry. Terdengar Felicia tertawa lembut.

"Hampir 10 tahun bukan?" Felicia beralih menatap semenanjung Luijiazui di depan sana, merasakan suaranya terbawa memori yang mulai menguar nyata di dalam ruangan ini.

"Kurang lebih," jawab Karry pendek.

Gadis itu menoleh lagi ke arah Karry, "oh ya, omong-omong, bisnis apa yang sedang kau rencanakan sampai perlu mempelajarinya dari ayahku?"

Karry mengalihkan pandangan, ia menatap gadis itu lagi. Kini rasanya sudah terbiasa, ia mulai menarik napas pelan lalu menerima keadaan.

"Aku ingin belajar bisnis fabric giok."

Kepala Felicia dimiringkan, ia terlihat berpikir, "giok untuk bahan kain maksudmu?"

Karry mengangguk tipis.

"Ah, apakah itu mungkin? Sepertinya akan butuh produksi yang lama dan sulit, Karry. Kau tahu kualitas giok jika dihancurkan akan menurun. Nilainya mungkin tidak sebesar kau menjadikan itu perhiasan."

"Aku bisa mencobanya," ujar Karry ramah. Walaupun ilmu tentang dunia gioknya masih minim, tapi Karry ingin memulai peradaban baru dari hasil karya yang kemungkinan bisa berguna untuk masa depannya atau masa depan orang lain. Giok terkenal memiliki khasiat untuk kesehatan dalam jangka yang panjang. Ia memiliki kandungan mineral tinggi yang sudah diakui keberadaan sejak dulu. Selain perhiasan, bentuknya yang seperti permata itu cukup digemari dalam dunia fashion. Hanya butuh satu pembuktian buat Karry mewujudkan keinginannya dalam berbisnis. 

Yaitu ketika ia melihat Charlotta terbalut gaun malam dengan hiasan permata giok di sekitar pinggang dan lehernya. Gaun yang melekat ditubuhnya yang ramping itu entah sejak kapan membuatnya berpikiran untuk membuatkan gaun lain supaya Charlotta bisa pakai. Dari Charlotta, bisa jadi gaun itu merangkap untuk orang lain yang lebih menginginkan fashion sekedar gaya. Tapi juga bisa dijadikan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Baru setelah ia memikirkan itu, ayahnya datang dan menawarkan perjalanan bisnis ke Shanghai untuk bertemu dan belajar ilmu giok ini. 

"Itu ide yang cukup cemerlang, Karry. Dari mana kau mendapatkannya?"

Karry tersenyum kecil, ia menatap pemandangan di luar jendela, "dari orang yang paling penting dalam hidupku."

Di sampingnya, Felicia nampak tersenyum tipis, tapi Karry tidak melihat itu. 

"Kau tahu, sejak perpisahan kita 10 tahun yang lalu, aku merasa kau cukup berubah..."

Karry menoleh lagi, "kita manusia pasti banyak yang berubah, Felicia."

Gadis itu tertunduk beberapa saat, menjeda hening cukup lama hingga cukup membuat Karry berpikir apa yang sedang gadis itu ratapi.

"Sejujurnya aku semacam... merindukanmu yang dulu." Saat itu Felicia mengangkat wajah dan menatap Karry. Pantulan sinar lampu dari kamar menyorot sendu dari bola mata gadis itu. Getar pecahan vas yang tadi terlintas dalam pikirannya tak sengaja terinjak, Karry mengerjap singkat, tubuhnya menghangat ketika gadis itu berjalan pelan dan memeluknya. 

Harum aroma tubuh Felicia masih sama seperti dulu. Menggelitik hidung Karry membuatnya ingin membelai rambutnya yang lembut.

"Karry, apa kau masih ingat janji 10 tahun yang lalu?"

****

Maaf ya kebiasaan aku banget, masih banyak typo. Ini udah bersih harusnya hehe. Selamat membaca semoga part ini menghibur.

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang