25 : KARRY WANG

26 9 0
                                    

"Setelah aku cari tahu, ada banyak sekali cara untuk membuat benang dari bahan-bahan keras. Walaupun Giok--nephrite--yang kita gunakan ini kelihatannya agak mustahil, tapi setelah aku selidiki, kita bisa melarutkan kandungan batu ini menggunakan tekonologi dari Amerika. Akan ada banyak tahap yang dilakukan sebelum menghaluskan batu ini. Karena yah, pasti bisa berhasil atau gagal juga. Teknologi ini bahkan tidak bisa melerai kandungan berlian, karena kau tahu sendiri ya--bahan alam memang sulit untuk dipecah belah oleh manusia."

Karry mendengarkan seksama sambil menontoni video yang diputar dari layar proyektor. Di video itu menunjukkan sebuah mesin besar yang melarutkan sebuah kayu menjadi bahan kapas yang nantinya bisa ditenun untuk dijadikan benang. Ia berpikir keras, memilah-milah kandungan dalam giok nephrite yang ia ketahui untuk dilarutkan seperti yang Brian Liang bilang. Prosesnya pasti akan sulit dan hasilnya belum tentu berhasil. Ada opsi lain jika fabric giok yang diterapkan sebagai kain serbaguna tidak bisa, ia terpaksa membuat giok kecil-kecil lalu disatukan saja ke kain-kain yang sudah ditenun bersama pola pakaian. 

Selain bisa meniminalisir kualitas giok itu sendiri, proses pelarutan bahan alami itu belum tentu bisa membentuk serat-serat halus. Bahkan setelah menonton kayu yang diubah menjadi serat perlu melewati banyak sekali pelarutan, hal itu jadi terkesan mustahil bagi Karry. Fabric giok. Mungkin bagi Brian ini ide yang cemerlang, tapi ketika melihat proses pelarutan ini, hati kecil Karry merasa mustahil.

Dari depan ruangan, Bernard yang sedang duduk di kursi samping Brian mengangguk-angguk tipis. Nampaknya sang ayah juga sedang memikirkan hal yang sama. Sementara Karry mulai menuliskan kandungan yang ada dalam giok, memecahnya ke dalam larutan yang dimaksud menggunakan pengetahuan sains-nya, tiba-tiba dari depan, terdengar suara gedebuk yang keras. 

Suara Felicia yang membuat Karry terkesiap kaget dan menatap ke posisi ayahnya yang terjatuh.

"Paman!" Felicia berlari dan menahan tubuh Bernard, bersamaan Brian yang duduk di sebelahnya. Karry hampir melempar bukunya ke samping sementara semua orang kini bergerak membantu Bernard yang tiba-tiba pingsan. 

Wajah pria itu pucat, keningnya mengerut dengan eskpresi menahan sakit. Karry bergumam pelan, menanyakan kesadaran ayahnya sendiri, tapi ia menyadari kalau tangan pria itu sedang mencengkram perutnya. 

"Cepat panggilkan ambulans!" pekik Felicia ke seseorang yang langsung melakukannya. Brian menyuruh beberapa orang memapah Bernard ke atas sofa, sementara Karry terus menjaga ayah tetap ada di sisinya.

"Karry, apa yang terjadi?" tanya Felicia sambil sibuk menyebarkan wewangian mint dari aromaterapi yang ia punya. 

"Aku tidak tahu," jawab Karry tenang. Padahal dalam pikirannya, semua hal berkecamuk. Dari perkataan Bernard terhadap hubungan Karry dan Felicia yang direstui, sampai bisnis-bisnis properti yang ia tinggalkan demi mencari teknologi untuk pelarutan gioknya. Sebagai pencetus ide, walaupun Karry dipaksa mencari market konsumennya saja tanpa memusingkan teknik produksinya, ia juga merasa tidak enak. Jangan-jangan, saking Bernard bersemangat dengan ide cemerlang Karry, ayahnya jadi terlalu kepikiran dan lalai dalam kesehatan? Yang Karry tahu, ayah tidak memiliki penyakit berat kecuali maag. Meski begitu, seharusnya Bernard baik-baik saja karena Karry terus memantau jadwal makannya selama di Shanghai ini.

Ia mencengkram tangan ayahnya itu, lalu baru sadar ketika ternyata tangannya gemetar hebat. 

Mata Bernard terpejam, ia mengerang kesakitan, diselingi suara panik Felicia yang berbicara di telepon, samar-samar, masa lalu yang telah lama hilang seperti kembali berputar.

Nenek May! Nenek May! Ia kehabisan napas! Siapa pun, tolong panggilkan ambulans! 

Tanpa sadar, cengkraman Karry mengencang, bibirnya gemetar bersamaan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia menarik napas panjang, menahan emosi yang tiba-tiba menggumpal tenggorokannya. Sebisa mungkin ia menghalau segala bayangan masa lalu yang tiba-tiba menyerangnya. Ia tidak boleh lengah, ia harus sadar.

Beberapa menit setelah menelepon ambulans, hampir sepuluh pelayan hotel dan tim medis berhamburan ke dalam lounge. Karry terdorong ke sisi kiri saat Bernard diangkut ke atas dragbar medis. Seseorang menariknya bangkit, meski lutut Karry seperti terisap lumpur yang membuatnya sulit berdiri. Napasnya terasa sesak, ia mengikuti rombongan para kerabat yang berbondong-bondong membawa Bernard ke mobil ambulans di depan drop off hotel.

Beberapa orang yang hilir mudik di sekitar lobi utama, mengamati kesibukan dan kehebohan keramaian dan mobil ambulans. Bisik-bisik penghuni hotel yang lain menanyakan pemandangan itu, tapi Karry tak mampu menepis mereka. Yang ia lakukan ketika melihat ayahnya dibawa oleh mobil ambulans adalah membeku di depan drop off. Mengamati kepergian mobil itu sambil Brian meneriakinya kalau ia akan segera menyusul ke rumah sakit. Karry mendengar itu semua. Karry melihat itu semua. Tapi bayangan itu tak lebih hanya sebuah glits yang bergerak lambat dan samar-samar. Suara mereka terdengar jauh, nyaris hilang dan tenggelam oleh kebisingan dan kesesakkan pikirannya sendiri. Ia merasa sesuatu hilang, sesuatu pergi melesat seperti petir di siang bolong. Hanya satu suara yang tiba-tiba merasuki pikirannya yang kosong. 

Satu suara yang begitu nyata dan tak pernah asing di ingatannya.

"Karry..." 

Karry menoleh pelan, melihat Felicia dengan pundak bergetar dan air mata bercucuran di pipinya, meratapi Karry tanpa kata-kata. Ia balas menatap gadis itu, tapi Karry tahu arti sorot matanya. Ketakutan, trauma dan kehilangan. Semua itu pernah berputar, sama persis seperti apa yang pernah Karry lihat juga. Sesuatu yang ia pikir tidak akan pernah ia alami lagi, namun terjadi hanya dalam sekejap mata.

Lalu dengan langkah pelan, Felicia mendekat ke arah Karry yang masih mematung. Menariknya lembut ke dalam dekapan sementara dari balik bahu gadis itu, ia merasa sesuatu menetes dari matanya.

"Semua akan baik-baik saja... semua akan baik-baik saja."

Tapi sayangnya, Karry tidak tahu apakah ia percaya akan kata-kata itu.

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang