32 : NATALIE & KARRY

20 8 1
                                    

Natalie mengamati wajah suaminya dari balik masker napas setelah ia menemukan kamar rawat yang dihuni olehnya. Ketika ia memasuki kamar, ia tidak menemukan siapa pun kecuali suster perawat yang sedang mengecek keadaan Bernard. Natalie langsung berhambur dan menanyakan kondisinya.

Bernard sudah lebih baik, kata perawat itu. Natalie harusnya tahu kalau penyakit itu bisa datang kapan saja, apalagi umur Bernard tidak semuda dulu menahan beragam gangguan eksternal. Selama ini Bernard selalu dipantau oleh satu dokter pribadinya terus, hanya saja waktu ke Shanghai, Bernard tidak membawa para pengikut resminya itu. Seperti dokter pribadi, penasihat antar negara, dan dua asisten lincahnya yang biasa.

Bagi Bernard, kelas bisnis ini hanya sebatas pulang kampung. Sebetulnya Natalie juga menganggap seperti itu pada awalnya, hanya saja, sebelum penyakit Bernard kembali menyerang, ia jadi tidak yakin apakah Bernard benar-benar pulang kampung atau terlalu menikmati saja.

Beberapa pengawal Natalie berdiri di depan pintu. Satu ada yang berdiri di sebelahnya, siap melakukan apa pun kalau Natalie memerintahkan sesuatu. Tapi ia tidak ingin apa-apa selain berharap Bernard siuman. Ini sudah satu setengah hari lebih, tapi Bernard belum juga siuman. Lebih dari yang ia sadari, Natalie juga khawatir. Tapi ia tidak boleh menyamakan kondisinya dengan masa lalu itu. Ini berbeda, Bernard punya obatnya dan ia hanya kecapekan. Itu saja.

Dari ambang pintu, para pengawalnya bergerak memberi hormat. Seseorang datang, memasuki kamar rawat, Natalie menemukan Karry dengan jas sederhana dan kaos tipis di balik jas itu, berjalan dengan langkah pelan. Di belakangnya, seseorang mengikuti.

Felicia Liang.

"Mom, kau sudah sampai?" tanya Karry. Nampaknya ia habis sarapan, tak terdengar lagi suara lemah yang beberapa jam lalu ia dengar dari telepon.

"Penerbangan kualitas baru. Aku menggunakan itu khusus untuk situasi genting." Natalie bangkit sejenak, ia beralih ke arah Felicia yang tersenyum tipis lalu mendekatinya dengan gerak akrab. Ciri khas Felicia yang selalu manis dan ceria.

"Selamat datang, Natalie. Apa kau butuh sesuatu?"

Natalie memeluknya sejenak, "apa kau ingin menjadi pengawalku? Ayolah, itu tidak sopan."

Senyum kecil Felicia tertahan, gadis itu melirik ke arah Karry yang mengamati Bernard dari tempatnya berdiri lalu Natalie ikut memandangi putra kandungnya itu.

"Kata perawat, ia sudah lebih baik. Kita hanya harus menunggunya siuman. Ayahmu kecapekan saja, Karry."

Natalie berusaha menenangkannya, walau tahu hal itu sia-sia. Sebenarnya ia ingin sekali menanyakan kondisi Charlotta, tapi ia merasa khawatir hal itu mengganggunya. Ternyata Charlotta benar soal penerimaan itu. Ia tidak bisa memaksa Karry untuk melakukannya karena ekspresi kesepian itu terlalu nyata bagi Karry.

"Karry," panggil Natalie sejenak. Anak itu tidak menoleh. Keheningan yang menjarak itu membuat Felicia tiba-tiba sadar diri dan izin pamit. Natalie melempar senyum minta maaf ke gadis itu tapi kemudian ia menghampiri Karry.

Wajah samping Karry yang memandang Bernard benar-benar persis seperti yang terjadi di sepuluh tahun yang lalu. Kesannya, Karry seperti melihat hal yang sama di sana. Apa trauma itu belum berakhir juga? Natalie merasa buruk, ia merasa gagal untuk memahami Karry yang jauh lebih pintar menutupi perasaannya sendiri.

"Karry," Natalie berusaha memeluk anaknya sendiri, menahan emosinya yang tiba-tiba merangkak naik ke kerongkongan. Ia tidak mau Karry seperti ini. Karry harus bangun, tidak ada masa lalu yang sama berputar seperti ini.

Bernard pasti siuman.

"Dad baik-baik saja. Aku mengetahui itu, Karry. Berhenti membuat dirimu seakan-akan penyebab ini semua. Ini tidak ada hubungannya denganmu, dan yang terpenting," Natalie menarik napas sejenak, "dad akan siuman."

Karry tidak menjawab beberapa saat. Napas pemuda itu mengembus pelan, tatapannya tidak beranjak dari sana.

"Aku tahu," jawab Karry.

Pelan-pelan Natalie melepaskan Karry yang menoleh ke arahnya. Sebersit senyum tipis nampak di sana. Entah kenapa, kesedihan di telepon waktu itu tidak nampak di sana. Rasanya ada kekhawatiran yang terisap dari sana.

Apa Felicia baru saja mengatakan sesuatu?

Terdengar suara batuk-batuk yang pelan. Natalie dan Karry tersentak kaget, menoleh ke arah Bernard yang pelan-pelan mengerjap membuka mata. Bulu kuduk Natalie meremang, ia berlari ke sisi ranjang yang lain dengan gerak buru-buru lalu langsung menarih tangan Bernard yang tersadar.

"Sayang?" panggil Natalie pelan.

Napas Bernard dari masker napas sesekali berembun, dari balik sana, ia bisa melihat jelas senyum yang diusahakan Bernard.

"Natalie?"

"Ya, aku di sini. Akhirnya kau sadar setelah satu setengah hari lebih," jelas Natalie pelan. Bernard terlihat begitu lemas. Ia mencoba menoleh ke arah Karry di sisi ranjang yang lain. Natalie melirik putranya itu, wajah yang tadi menyimpan begitu banyak kekhawatiran sampai tak mampu meladeni siapa pun itu akhirnya menghilang. Berganti dengan tatapan datar seperti biasa.

Inilah yang Natalie kenal soal putranya itu. Ia bisa dengan praktis menyembunyikan segala emosi yang sebenarnya. Dengan kata lain, ia membohongi perasaannya sendiri.

Charlotta benar, seharusnya Karry menerima dirinya sendiri lebih dari yang ia butuhkan.

"Dad, apa kau merasa lebih baik?"

Natalie menyuruh salah satu pengawalnya memanggil suster. Ia bangkit berdiri supaya bisa melihat wajah suaminya itu.

"Lebih baik," ujarnya lemah.

Beberapa perawat dan satu dokter berhambur masuk. Karry bergerak agak ke ujung kaki ranjang, memberi ruang untuk dokter yang segera mengecek keadaan Bernard. Sejenak mereka menunggu, dokter menanyakan beberapa pertanyaan yang dijawab Bernard lancar. Walau sedikit lemas, tapi jawaban-jawaban itu membuat dokter tersenyum.

Kelegaan terbersit di dada Natalie.

"Apa kau keluarganya?" tanya dokter setelah menanyakan kondisi Bernard ke arah Natalie yang langsung mengangguk.

"Saya istrinya," jawab Natalie.

"Baiklah. Suamimu masih butuh perawatan untuk beberapa hari ke depan. Ia sangat drop, kami akan memberikan asupan untuk memperbaiki stamina dan mengatur kembali pola makannya. Beritahu suamimu jika nakal, buatlah jadwal atau pengingat untuk makan. Kesehatan itu tidak ternilai." Dokter menjelaskan dengan senyum ramah lalu meninggalkan ruangan.

Karry kembali mendekat ke arah Bernard lalu berujar, "dad, aku akan memberitahu Brian."

Tangan Bernard yang tertusuk selang infus tiba-tiba mencekalnya. Natalie yang mengamati itu terdiam sebentar.

"Temani aku, nak. Nat, bisa kau yang memberitahu Brian?" perintah Bernard dengan suara lemasnya. Permintaan itu sekaligus membuat Natalie paham apa maksud Bernard.

Setelah meninggalkan Karry dan Bernard di kamar rawat itu, pintu geser menutup halus. Para pengawal berdiri di luar. Sambil memyembunyikan wajah cemas mereka, Natalie menghela napas pelan.

Apa yang akan Bernard katakan?

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang