14 : CHARLOTTA & ROY CHEN

23 8 3
                                    

"Jadi, apa aku harus menonton sampai steakmu habis?"

Di depannya, seorang pemuda yang dengan lahap memasukkan sepotong daging besar ke mulutnya mendesah nikmat. Ia sampai memejamkan mata demi merasakan rasa itu bergolak dalam mulutnya. Charlotta melengos sambil membuang napas. Ini sudah sepuluh menit sejak ia harus meladeni pemuda asing ini demi kalung Karry. Padahal ia ingin sekali menarik ekor rambutnya biar tahu betapa menyebalkannya pemuda sok akrab ini.

"Suruh siapa kau tidak mau memesan. Aku sudah menawarkan untuk mentraktir, tapi sepertinya kau tidak suka orang lain membantu."

Charlotta mendecakkan lidah, ia menatapnya tanpa mengubah alisnya yang bertautan, "aku sedang dalam misi khusus, dan tidak boleh berkeliaran terlalu lama di sekitar sini. Kau malah merusak rencanaku!"

Pemuda itu menunjuk hidung Charlotta, ia tersentak kecil dan memelotot, "ei, jangan memprotes. Suruh siapa kau menjatuhkan kalung berharga itu?"

Giliran Charlotta yang mengendus dan berpangku wajah. Ia meniup poni rambutnya yang menutupi mata lalu menatap pemuda itu sambil tersenyum senang. Seakan-akan baik makanan atau penyantapnya menertawakan nasib hari ini. Belum selesai merasa pusing akibat jetlag, ternyata dewi fortuna belum sampai ke Shanghai. Ia harus bergelut dan tahan sebentar lagi.

"Omong-omong, namaku Roy," katanya sambil memotong daging dengan dua tangan ahli dalam table manner. 

"Tidak peduli. Setelah hari ini aku tidak akan menemuimu lagi. Sudah kubilang, keberadaanku ini sangat rahasia dan tidak boleh ada yang melihat."

Roy mengendus, "rahasia tapi ceroboh. Jadi hantu saja kalau begitu."

"Berisik, habiskan makan malammu cepat. Lalu berikan kalungku."

Pemuda itu tak menggubris, malah tersenyum kecil menatap Charlotta yang cemberut. "Apa kau tidak berniat memperkenalkan diri? Siapa tahu kita bisa saling membantu ke depannya?"

"Hah? Sebaiknya lupakan itu."

Restoran hotel bintang lima ini terpantau luas dan besar. Ada di pertengahan bangunan sebelum menuju kawasan Premium Suite, Charlotta berakhir duduk di pojok meja bulat yang beralas kain satin lembut. Di antara meja itu ada lilin kecil, sementara di berbagai sudut ada bar yang menyajikan beragam menu makanan, Charlotta sama sekali tidak berminat mengambil satupun camilan. Padahal dari tadi ia belum makan. Memikirkan isi perut saja ia sudah mual duluan. Kepalanya tertuju pada Karry yang belum membalas pesannya beberapa menit yang lalu.

Jangan-jangan benar lagi, keduanya sedang kencan berdua? Semakin Charlotta di diamkan seperti ini, semakan kacau pikiran dan jetlagnya beradu. Ia mengusap-usap belakang kepalanya yang berdenyut.

"Kau baik-baik saja, bibi?"

Mata Charlotta memelotot, "apa? Bibi?

"Ya. Aku tidak tahu namamu siapa, jadi lebih enak memanggil itu. Kutebak, usiamu pasti sudah tiga puluh ke atas, kan?"

"Sialan!" Charlotta menoyor kepala pemuda itu sampai dia melongo dan melepas pisau garpu di tangannya.

"Wah, baru kali ini ada orang yang berani menoyor kepalaku begitu?"

"Namaku Charlotta, umur baru dua puluh tahun! Memang aku setua itu?" ketus Charlotta tak memedulikan ekspresi Roy yang mengerjap takjub. 

"Wah-wah, mengerikan sekali."

Tangan Charlotta mengepal di udara hendak melayangkan pukulan, tapi Roy keburu mundur dan berseru minta ampun.

"Baik-baik, aku tidak akan menggodamu lagi. Aku kan hanya berusaha menjadi baik, menanyakan kondisimu."

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang