50 : FELICIA LIANG

45 5 3
                                    

Suara tepuk tangan orang-orang di ruang galery itu membuat dadanya sesak. Ketika mereka belum selesai mendesah kagum, dari atas panggung, pancaran mata Karry yang begitu menenangkan, tiba-tiba mencium kening Charlotta dalam balutan gaun menawan itu.

Hati Felicia koyak. Terlalu dalam untuk menyadari itu hingga kakinya sendiri melangkah pergi dan berbalik keluar ruangan. Pandangannya mengabur, ia sempat terjatuh ketika seseorang menabraknya dari belokan koridor. Tapi sekeras apa pun tabrakan itu, ia tidak pernah bisa mengenyahkan rasa sakit di dadanya.

"Felicia--" seseorang itu membantunya bangun. Felicia menoleh dan melihat Roy baru saja ingin masuk ke entertaiment suite. Dari luar, suara kemeriahan itu agak teredam. Tapi itu cukup membuatnya bisa membayangkan sosok Karry yang mencium Charlotta. Begitu nyata hingga ia ingin melakukan segala cara untuk mengenyahkannya.

"Lepaskan aku!" Felicia menepis pegangan Roy yang berusaha menariknya bangkit. Ia tidak ingin seseorang membantunya. Ia hanya ingin Karry kembali, melepas semua ini. Ia terlalu tersiksa untuk merasakannya sendiri. Tak tahu harus bagaimana, antara masa lalu yang terlalu nyata di antara mereka, perasaan bahagia yang tak kenal batas waktu, ternyata menipunya.

Ia terlalu jauh untuk itu. Dan semua itu, tidak pernah cukup nyata untuk memperlihatkan satu orang, kalau masa lalu tidak akan pernah terulang lagi.

"Kau sama bodohnya seperti Karry," kata Roy tenang. Di koridor yang sepi itu, Felicia terpuruk. Meratapi lantai koridor yang berkarpet.

"Tapi sayangnya, Karry beruntung ada seseorang yang membantunya bangkit. Felicia, dengar," ujar Roy, "kau tidak pernah bisa mengembalikan apa yang masa lalu punya ke masa sekarang. Kecuali jika kalian masing-masing memiliki satu sama lain. Tapi, apa yang Karry miliki sekarang, jauh dari apa yang kau sadari, Karry tidak pernah membawa masa lalu untuk mencintai Charlotta. Itu adalah dua perasaan yang berbeda."

Mata Felicia terpicing, ia merasakan air mata jatuh ke pipinya, tapi ia mengabaikan itu. Berbalik mendongak ke arah Roy yang jongkok di hadapannya.

"Tutup saja mulutmu kalau kau tidak pernah bisa merasakan cinta. Kau, bahkan tidak pernah tahu apa itu cinta. Kau tidak perlu menasihatiku."

Roy menatap setengah tersenyum, "aku menasihatimu dalam hubungan kerabat kita. Aku hanya ingin membuatnya semakin jelas. Charlotta hanya satu-satunya yang Karry butuhkan. Dan jika kau ingin memilikinya, kau tak lebih dari seseorang yang juga membuatnya patah."

Tapi kita tidak bisa menentukan apa yang Karry pilih.

Suara Charlotta terngiang sekali. Roy bangkit, meninggalkan Felicia yang duduk sendirian menepi ke dinding koridor. Ternyata semakin kosong dan menyakitkan. Felicia memeluk dirinya sendiri, berharap air mata itu berhenti. Meski berharap begitu, sampai kapan pun, ia tidak pernah bisa melakukannya. Bagi Felicia, kenangan tetaplah satu-satunya hal yang membuat ia dan Karry bisa dipertemukan.

Hingga hari ini, meski kenyataan menolaknya.

xx

Kelas bisnis usai.

Setelah pameran Karry yang heboh, Bernard mengundang kerabat lain untuk menghabiskan malam terakhir mereka di rooftop hotel, mengadakan pesta. Rooftop itu disewa khusus untuk tamu undangan.

Di tengah malam yang menawan, gedung-gedung di sekitar jalan saling bergemerlap. Dengan lampu-lampu yang membantu mereka tampil menawan, Felicia merasa tubuhnya seperti melayang entah ke mana. Di tangannya, tergenggam sebuah punch. Keramaian dari meja depan sesekali terdengar. Tapi Felicia tidak ingin bergabung. Ia membiarkan punggungnya sebagai penolakkan bagi mereka. Untuk berada di sini saja butuh tenaga ekstra. Bintang utama mereka ada Charlotta. Dan itu cukup menyiksanya.

"Apa kau tidak mau bergabung?"

Suara seseorang yang membuatnya mual seketika terdengar. Ia menoleh, mendapati Charlotta berdiri di sampingnya. Tersenyum dan menawan. Masih dengan gaun itu, tenggorokan Felicia terasa pedas. Ia membuang wajah, buru-buru menyingkir, tapi tangan Charlotta yang menyentuh pundaknya, menahan gerakan itu.

"Aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi, izinkan aku bicara sedikit," sahutnya pelan dan lemah. Sama seperti waktu itu mereka bicara empat mata.

"Katakan," sahut Felicia dingin.

Gadis itu agak berjalan ke sampingnya lebih dekat, sedikit bersandar ke tepi pagar. Wajahnya disiram cahaya dari jalanan dan gedung-gedung bertingkat.

"Aku tidak tahu apakah bisa bertemu lagi denganmu suatu hari nanti maka itu, aku ingin memberitahumu satu hal," ia menoleh, menangkap tatapan gusar Felicia, meraupnya dengan perasaan tenang yang bisa ia rasakan dalam sekali lihat. Ia benci tatapan itu. Ia benci untuk bisa merasa dirinya lemah tanpa bisa melakukan apa pun.

Ia benci Charlotta bisa menyentuhnya hanya dalam kata-kata itu.

"Terima kasih pernah menjadi kenangan yang begitu berharga di masa lalu Karry. Lebih dari keberadaanku sendiri, kau adalah satu-satunya orang yang membuatku semakin kuat. Pada bayangan yang terus membawa Karry sampai hari ini, berkatmu, ia bisa melepas itu. Aku tidak melakukan apa pun kalau kau berpikir aku berusaha menariknya kembali. Tapi, ketika kupikir ia akan pergi dari genggamanku, aku tidak tahu kalau sesungguhnya, ia kembali. Untuk waktu yang lama, aku baru bisa menyadari ini."

Kata-kata itu terlalu naif. Untuk seorang kekasih yang lemah, Charlotta bagai merpati yang dipingit seorang kaya. Tapi merpati itu selalu menyerahkan keadaan karena ia tahu, cinta terhadap majikannya terlalu dalam. Hanya saja, Felicia menemukan kenyataan kalau Karry bukan majikan itu. Kadang, ia berpikir, apa jangan-jangan Karry lah si merpati itu?

"Felicia," panggil Charlotta, "terima kasih sudah pernah mencintainya. Bahkan aku tahu kau masih belum bisa melepaskan itu. Tapi aku tahu, kau cukup kuat untuk melewatinya. Sama seperti Karry. Kau dan ia berasal dari satu kenangan yang sama, dan selamanya akan mempengaruhi satu sama lain. Aku selamanya tidak akan memaksa Karry untuk memilih siapa, karena aku sendiri terlalu lemah untuk bisa melakukannya.

"Yang kutahu hanya satu hal bodoh yang menguatkan kenyataan itu; aku begitu mencintainya."

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang