43 : JACKSON & CHARLOTTA

36 6 9
                                    

Sebelum benar-benar kembali ke Beijing, obrolan Karry di rooftop tadi cukup mengguncang keyakinan Jackson atas perasaan kedua pasangan itu. Cindy bilang kalau kemungkinan Charlotta belum tahu detail kejelasan tentang apa yang terjadi dengan Nenek May. Ia setidaknya ingin menceritakan soal itu sebelum kembali ke Beijing. Sepertinya Charlotta benar-benar harus berjuang untuk Karry. Tidak ada yang membantu cowok bodoh itu kecuali seseorang yang kuat seperti Charlotta.

Ia beralih mengetuk pintu kamar Charlotta. Tak lama dibukakan, Jackson berjalan masuk dan menemukan seorang cowok seumuran dengannya, duduk di depan kaca jendela membelakangi. Meski hanya melihat kunciran rambutnya yang khas, Jackson bisa mengenali sosok itu.

"Roy?" tanya Jackson seketika membuat pemuda itu menoleh. Wajah Roy tersenyum lebar, ia berdiri dan memberi Jackson sebuah pelukan singkat. Mereka sama-sama tidak menyangka akan bertemu.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau di Hongkong?"

Roy mengendikkan bahunya, "aku harus menghadiri semacam acara untuk mengeratkan hubungan keluarga ini. Tabib Brian kini beralih menjadi penambang batu alam, dan ia berhasil menarik beberapa kerabat yang ingin melakukan investasi. Terhitung Karry, dengan niat sungguh-sungguhnya."

Dari samping ruangan, Charlotta menyiapkan air putih dan duduk di tepi kasur mengamati mereka. Jackson tidak tahu apa yang mereka bahas, tentang apa kelas bisnis itu. Yang Jackson bisa simpulkan, mempererat relasi kerabat lama itu bukan sesuatu yang bagus. Itu hanya sebagian manipulasi dari Felicia atau mungkin ayahnya sendiri.

Setelah sadar dengan situasi, Jackson mengambil tempat, sambil melepas tudungnya jadi sedikit lebih santai, ia duduk merapat ke arah Charlotta yang terdiam.

"Apa kau bisa berpikir sekarang?"

Senyum samar terulas di bibir gadis itu, "Roy menemaniku, aku cukup merasa baikan."

Jackson menoleh ke arah Roy, "kau tahu masalahnya?"

"Jauh sebelum kau kemari. Karry juga cukup tertekan akhir-akhir ini di kelas. Ia suka tidak fokus di setiap penjelasan. Apalagi kemarin, saat kami mengunjungi pabrik yang bisa melarutkan batu alam. Ia tidak seantusias itu. Atau bisa jadi, itu karena ayahnya masih sakit." Roy menjelaskan.

Tapi Jackson agak kurang yakin juga. Bibit akar dari masalah Karry adalah karena kedatangan Felicia yang seolah-olah membawa Nenek May datang kepadanya. Seakan Nenek May belum selesai menyampaikan sesuatu hingga Karry harus merasakan emosi itu bergulung lagi.

"Charlotta, apa kau ingin dengar cerita Nenek May? Kurasa ini ada hubungannya dengan kenapa Karry merasa bingung."

Awalnya Charlotta merasa tidak yakin. Tapi akhirnya mengangguk juga. Rasa penasaran pasti lebih mengalahkan gengsinya. Untuk urusan percintaan, Charlotta yang keras lebih sadar diri untuk tidak menyiksa dirinya sendiri. Kemudian barulah Jackson menceritakannya pelan-pelan, di mulai dari nenek yang jatuh sakit sampai meninggal. Bagaimana Felicia selalu hadir dan tentang janji palsu itu. Charlotta tercenung dalam keheningan yang panjang. Bahkan matanya berkaca-kaca, ikut merasakan arus kesedihan di setiap cerita Jackson. Entah kenapa, hanya menceritakan begitu saja, ia merasa Nenek May hadir di tengah mereka.

Jackson jadi berpikir, apa yang akan beliau katakan kalau tahu sebenarnya Felicia hanya memanfaatkan nyawanya untuk cinta pada Karry?

"Mungkin bagimu ini kedengaran konyol, tapi kurasa, itulah yang membuat Karry terjebak. Menurutnya, Felicia adalah sisi lain dari Nenek May yang berusaha ia relakan. Selamanya ia tidak pernah bisa membenci gadis itu. Sebagian kenangan yang tidak pernah ingin buang ada di dirinya. Dan itu yang membuatnya tersiksa sendiri."

Jackson merasakan air mata Charlotta turun. Bibirnya bergetar menahan emosi yang kian menumpuk-numpuk. Bahkan Roy ikut merasa empati. Kebenaran yang selama ini disembunyikan terasa hidup lagi. Dan Jackson merasa ini satu-satunya cara untuk mempertahankan keduanya. Ia tidak mau Charlotta menyerah. Sulit untuk mengerti Karry dari sisi dirinya sendiri. Ada banyak hal dari cowok itu yang masih terkesan abu-abu, tapi hanya Charlotta yang bisa langsung paham, kenapa, bagaimana perasaan Karry di satu kondisi. Dan itu yang membuat Jackson yakin untuk selalu membantunya.

"Di mana Karry sekarang?" tanya Roy pelan.

"Sepertinya masih di rooftop. Aku langsung meninggalkannya begitu saja. Terlalu kesal kalau berlama-lama di sana."

Roy menampikkan senyum kecut, itu pasti terasa bagi Roy. Kalau Jackson jadi Roy, ia pasti sudah mengirim tinjuan untuk sekedar membuat Karry sadar, semua ini hanya membuang-buang waktu. Membuang-buang tenaga.

Walau ia sebenarnya tahu sedalam apa hubungan Karry dengan Nenek May.

Bahkan setelah nenek tiada, ia bisa merasakan benang merah itu selalu tersangkut erat sepanjang jarak usia mereka.

"Karry tidak pernah memiliki seseorang yang benar-benar berarti di hidupnya kecuali Nenek May. Hanya bersama beliau, aku bisa merasa, Karry bisa baik-baik saja. Jujur, ketika waktu kecil, aku khawatir Karry bisa menembus kedewasaannya tanpa dicap aneh oleh orang-orang. Apalagi setelah nenek meninggal, kupikir ia bisa depresi dan jadi bocah kutu buku. Tapi nampaknya, ia berusaha menghalau itu semua.

"Ia beralih menguatkan diri, mencoba melupakan itu bahkan sampai menutup dirinya pada kenyataan kalau sebenarnya ia belum bisa menerima itu. Sampai bertemu denganmu, mungkin ia berpikir, masa lalu itu tidak pernah datang lagi. Sampai ia didatangkan badai besar, Felicia Liang, yang mengungkap kalau memori itu tidak pernah hilang."

Jackson menatap Charlotta yang terus mendengar. Ia meraup kedua tangan Charlotta hangat, kembali melanjutkan, "ia tidak bisa melakukan apa pun jika kau menyerah begitu saja. Ia terlalu bodoh pada hal-hal sederhana, tapi selama ini, kau lah yang mendorongnya untuk merasa berarti. Ia tidak pernah membandingkanmu dengan Nenek May, tapi seharusnya Karry tahu, kalau kau juga sama berartinya dengan beliau sampai-sampai Karry memintamu untuk bertahan."

Tenggorokan Jackson terasa tersekat. Satu menit saja ia telat, masa depan Charlotta dan Karry yang bodoh mungkin hilang begitu saja. Meskipun jalan yang Charlotta tempuh untuk menemukan jati dirinya, menemukan orang tuanya jauh lebih berliku ketimbang menerima masa lalu, tapi ia bisa merasakan kalau bagi Charlotta, Karry lebih dari apa pun yang ia impikan.

Dalam satu tarikan, Jackson memeluk gadis itu lagi. Isaknya pelan, meringkuk dalam menumpahkan segala ketakutan, ketidakmungkinan itu dalam dadanya. Setidaknya, ia ingin Charlotta tahu kalau berjuang sendiri dan lelah bersama Karry, ia masih memiliki tempat untuk kembali menguatkan dirinya lagi.

Yaitu tidak menyerah.

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang