Dari belakang kemudi, ayah Karry menyetir sepanjang jalan menuju kawasan pribadi keluarga Wang di dekat danau Dianshan. Pagi itu, setelah sarapan, nenek May mengajak keluarga Han dan Liang ikut ke mansion sederhana yang sempat suaminya bangun di dekat danau itu. Daerahnya hampir tenggelam oleh pepohonan rindang, jauh dari kepadatan kota dan gedung-gedung. Tapi yang bisa bangun pagi hanya keempat dari mereka.
Brian Liang kelelahan karena habis mengerjakan pekerjaan, sementara Jackson dan keluarganya selalu bangun lewat dari jam sepuluh dan melewatkan sarapan bersama. Natalie menolak karena ia ingin belanja bahan makanan, alhasil, demi memenuhi keinginan nenek May, Bernard Wang sendiri yang menyetir dengan mobil sedannya ke tepi danau itu dari kompleks persinggahannya.
Sambil menatap ke luar jendela, pemandangan di sekitar jalur yang kanan kirinya dipenuhi pohon-pohon dan beberapa rumah kecil, melekat dengan langit cerah yang biru di atasnya. Tak banyak mobil yang lalu lalang di jalan Lvhu, hanya beberapa sepeda pengangkut rumput dengan suasana kedesaan yang berbaur dengan kenangan lama.
Karry dulu pernah berlibur bersama nenek dan kakek sebelum kakek pindah ke New York duluan. Pemandangan danau yang luas serta suara percikan air yang tenang membuat Karry merasa damai. Ia menyukai ketenangan seperti itu. Rasanya seperti... menatap wajah seseorang sekarang. Dengan hati-hati, Karry menoleh ke arah wajah Felicia di sebelahnya yang sedang bersandar dan menengadah menatap langit.
Tatapan sendu bercampur hangat merasuki diri Karry. Ia mencengkram pegangan pintu tanpa sadar, lalu wajah Felicia menoleh ke arahnya.
Ia tersenyum lembut, membuat mata Karry melebar pelan.
"Apa kau sering ke danau Dianshan?" tanyanya tiba-tiba. Dari jok depan, nenek yang kali ini terlihat lebih bugar pun menoleh dengan raut cerah.
"Karry dan aku sering mengunjungi danau dulu sebelum kakek Anthony pindah ke New York. Kau harus melihatnya nanti, Felicia. Danau itu indah sepertimu," tawa nenek mengumbar, disusul Bernard yang terkekeh sambil mengendalikan stir. Tapi Karry diam saja, ia terus menatap Felicia sambil menerka apa yang ada di pikiran gadis itu hingga semua yang ditatapnya terasa seolah-olah sesuatu yang bermakna?
Beberapa menit berkendara, mereka tiba di pelantaran danau yang sepi. Di sebelah tepi danau, ada jarak yang cukup jauh dari mansion tempat kawasan Wang masih dirawat rapi. Bernard menyapa kepala pelayan di sana, menanyakan apakah ia akan menginap atau menunggu sunset saja. Bernard bilang ia akan bersantai sebentar sebelum gelap, ia hanya menggunakan pavilium di dekat danau untuk bersantai. Nenek May sudah berjalan duduk ke pavilium yang menghadap danau.
Langit cerah saat itu. Karry mengikuti arah Felicia yang sudah memekik heboh ke tepi danau yang berumput. Nenek berteriak jangan terlalu dekat perairan, tidak ada batas aman di sana. Alhasil Karry yang menjaga gadis itu untuk tetap bermain di tepi danau. Felicia melempar sandalnya ke pinggir rumput lalu menginjak air danau setinggi mata kaki dari tepian.
"Karry, ayo ke sini!" seru Felicia sambil melambai. Karry menggeleng, ia enggan melepas sepatunya dan menyentuh air danau yang terlihat tidak begitu bersih. Menanggapi Felicia tanpa gerakan, gadis itu sendiri beralih ke arahnya dan mendekat sambil mengernyit bingung.
"Kenapa? Kau takut kotor, ya?"
Mendengar kata takut, Karry terbelalak. "Tidak. Siapa bilang aku takut."
"Lalu kenapa kau tidak mau menemaniku? Kau tidak suka padaku, ya?" wajah Felicia murung, buru-buru Karry melepas sepatu sambil menggelengkan kepala.
"Aku bukan tidak suka. Hanya--" melihat Karry melepas sepatunya, Felicia langsung menarik tangan Karry berjalan ke tepi danau dan memasukkan kaki mereka ke air. Tangan Karry direngkuhnya, ia agak gugup, tapi membiarkan tangannya digenggam Felicia. Sementara gadis itu menengadah ke langit di atas kepala, ia menarik napas dan tersenyum lebar.
"Wah, bagus sekali pemandangannya. Aku jadi ingin berenang."
Karry tersenyum kecil, "percayalah. Kau perlu mandi sepuluh kali. Danaunya tidak bersih."
"Tidak bersih, tapi cukup indah dipandang. Apa kau sering ke sini?" tanya Felicia tersenyum cerah. Pancaran mata berbinar dan nada suara penuh semangat itu sesekali membuat jantung Karry berdebar.
"Seperti yang kau dengar dari nenek," jawabnya pendek.
Sejenak, keduanya terdiam memandang riak air danau yang terkena angin. Dari kejauhan, batasan air dan langit nampak menyatu. Karry jadi ingat, sebenarnya mungkin ini adalah terakhir kalinya ia melihat danau ini sebelum pindah ke NY. Dari sebelahnya, Felicia agak menarik genggaman tangan Karry, membuatnya terperangah ke arah gadis itu.
Dengan senyum kecil, gadis itu sedikit menunduk dan bertanya pelan, "waktu aku tanya apa kau tidak menyukaiku, kau langsung melepas sepatumu."
Karry membeliak pelan, ia melengos ke arah lain sementara merasa pipinya memerah. Genggaman tangan Felicia menjalar hangat. Air yang beriak pelan di bawah mata kakinya bergoyang mengikuti degup jantungnya.
"Apa kau menyukaiku, Karry?"
Bagi Karry, nenek May adalah orang paling berharga dihidupnya. Mempunyai orangtua yang selalu sibuk dengan pekerjaan membuat Karry menjarak pada kasih sayang keduanya. Ia hanya memiliki nenek May setiap hari di rumah yang selalu mengajaknya bermain. Kalau bukan nenek May, paling Jackson. Tapi Jackson tidak selalu bisa diajak bermain karena ia dan ayahnya sering bekerja di televisi. Selama ini, Karry selalu merasa kebahagiaannya hanya jika bersama nenek May. Ketika ia melihat nenek May jatuh sakit, saat itu Karry merasa hatinya sakit. Ia tidak suka melihat nenek May sesak napas dan kesakitan tanpa seorang pun bisa menyembuhkan. Maka ketika seorang gadis dan ayahnya memberikan harapan untuk nenek bisa bangkit lagi seperti ini, buat Karry, Felicia di matanya bukanlah seperti matahari pagi lagi. Tapi ia seperti mengelilingi dirinya, memberi napas yang baru seakan menduakali lipatkan kebahagiaan hatinya.
Karry menatap bola mata Felicia yang menunggunya sambil mengerjap tenang. Setiap rona dan senyum gadis itu membuat jantung Karry berdegup lebih dari yang ia kira. Ia tidak tahu apakah itu perasaan cinta yang sering nenek bilang kalau sedang bersama kakek, tapi ini yang Karry tahu. Ia hanya tidak ingin Felicia pergi dari hidupnya seperti nenek May.
"Ya," sahut Karry tenang, "aku menyukaimu."
Wajah Felicia merona semu, ia tersenyum cerah hingga memperlihatkan giginya yang rata. Dari saku gaunnya, ia mengeluarkan secarik kertas ukuran A4 yang kemudian disobek menjadi dua. Karry tepekur, ia menerima kertas yang kini terbagi dua itu.
"Kalau begitu, ayo kita melakukan perjanjian."
Karry memiringkan kepalanya bingung. "Perjanjian apa?"
Dengan senyum merekah dan tatapan penuh binar, Felicia menyahut, "perjanjian untuk selalu bersama walau terpisah jarak dan waktu!"
****
please aku baru sadar pas nulis part ini sambil dengerin lagu TFBoys yang ini, kenapa lagunya cocok banget buat mereka berdua yaa T_T ada yang sama? Pokoknya arti lagu ini "tentang ucapan terima kasih seseorang yang pernah muncul di hidupnya dengan kesan penuh keindahan, dan mereka bersyukur, seseorang itu pernah ada walaupun saat ini sudah tidak bersama lagi". Kurleb gitu yaa, tapi mohon koreksi kalau aku salah, bahasa mandarinku juga so so wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Secret (Sequel)
Ficção AdolescenteCompleted. Setelah resmi berpacaran dengan Karry Wang dan melalui petualangan mencari orangtuanya yang ternyata adalah seorang pengrajin Teddy Bear terbesar di dunia--James Smith, kini kehidupan Charlotta dan Karry terus bersemayam dalam Crown Garde...