26 : CHARLOTTA SMITH

19 8 1
                                    

Pintu lift berdenting sekali ketika Charlotta baru saja bangun lewat jam sepuluh. Perutnya lapar dan ia butuh makanan. Ia baru teringat semalam, ia belum makan sama sekali. Malah ia ketiduran di atas meja dengan krayon-krayon. Tapi untung saja semalam Karry datang dan memindahkannya ke kasur, kalau tidak, mungkin sekarang ia sudah sakit pinggang dan tidak yakin bisa menghadiri pameran. 

Jangan kaget, aku yang memindahkanmu semalam. Lain kali, jangan lupa bersihkan tanganmu, tuan putri. Aku tidak bisa membangunkanmu hanya karena aku harus mengusap jari-jarimu waktu tidur, kan?

Satu pesan itu saja, tapi entah kenapa membuat Charlotta cukup bersemangat. Mungkin karena jetlag yang ia rasakan beberapa hari lalu sudah hilang, ia jadi tidak terlalu banyak pikiran. Walau tetap saja, masalah Felicia belum selesai. Ia juga lebih suka meragukan dirinya sendiri di depan para kerabat terhormat keluarga besar Karry. Karena sampai kapan pun, Charlotta tidak bisa mengelak kalau semua tentang Karry itu, seperti sebuah tatakrama yang sampai kapan pun akan menghakimimu. 

Ketika Charlotta keluar dari belokan sempit Reguler Suite menuju restoran di samping lobi utama yang luas, ia melihat beberapa orang berhambur dari depan drop off. Ia melintasi lobi utama itu sambil sesekali melirik ke luar. Ada beberapa mobil yang berhenti di depan drop off. Orang-orang terlihat ramai dan saling berbisik, entah ada apa. Tapi ketika ia melihat ke arah mobil yang berhenti itu, langkah Charlotta terhenti seketika.

Ia melihat tangan Felicia melingkar di leher Karry--tepat ketika mereka melepas pelukannya. Wajah keduanya tidak terlalu jelas terlihat karena mereka membelakangi Charlotta, tapi pemandangan itu membuat tenggorokannya tercekat. Felicia tidak melepas genggamannya dari lengan Karry ketika mereka memasuki salah satu mobil. Karry terlihat mengangguk, karena bias cahaya dari luar membuat pantulan mereka terlihat gelap, yang Charlotta tangkap saat itu adalah...

Karry seperti mengusap wajah Felicia sebelum masuk ke mobil. Seketika napas Charlotta tersekat. Ia tak berani melangkah maju atau berlari keluar untuk memastikan keduanya. Yang ia bisa lakukan ketika semua itu meluruh nyata di depan matanya hanya berdiri mematung dan merasakan sesak yang amat menyakitkan. 

Mobil itu menembus pergi, meninggalkan serpihan pahit yang Charlotta sadari tidak akan pernah hilang. Lalu dengan langkah lesu, ia kembali ke Reguler Suite, tanpa merasakan apa pun selain perih dalam dadanya.

xx

Pameran hari ketiga berlangsung padat. Ruang Entertaiment Suite yang luas terpantau ramai dan penuh bisik-bisik beberapa pengunjung yang berdiskusi tentang karya seni yang berdiri megah atau tertempel manis di sepanjang ruangan. Charlotta dengan gaun terusan di atas lutut tanpa lengan itu, tersenyum kepada beberapa orang yang lewat atau sekedar berdiri dan begumam dengan bahasa mandarin soal teddy bear Starlotta. 

Setidaknya, ia bisa menghalau kejadian tadi pagi dengan kesibukan hari ini. Ia tahu, masalah yang Karry alami mungkin sukar Charlotta ikut serta. Walaupun sudah satu tahun berpacaran, bukan masalahnya ia tidak bisa berpartisipasi, tapi Charlotta sendiri harus sadar kalau ia juga bisa merasa sakit hati dan memilih menghindari itu.

Tapi... apakah selamanya ia akan menghindari perasaan takut kehilangan ini? Setelah melihat gerakan Karry yang mengusap wajah Felicia, entah mereka ingin ke mana dan sedang membicarakan apa, sudah membuat nyali Charlotta menciut. Rasanya ia sangat menyesal tidak melakukan apa pun sementara hatinya terantuk-antuk merasa perih. Ia kadang bingung sendiri, kenapa setiap urusan Karry, hati Charlotta seperti beringsut takut dan insecure. Kadang ia merasa tidak pantas menghalau apa yang Karry lakukan, tapi kadang, ia ingin melakukannya karena apa yang Karry lakukan, seharusnya untuk Charlotta seorang.

Karry miliknya. Dan ia adalah tempat terakhir untuknya tinggal. 

Tiba-tiba Charlotta menarik napas panjang, ia tidak sadar sudah merindukan kalimat lullaby itu hampir dua minggu ini.  

Lagu-lagu klasik berputar pelan mengiringi keramaian ruang pameran. Charlotta kembali tersadar dan ia menegapkan punggungnya lagi. Sambil menarik senyum tipis, ia mengangguk ke arah seorang anak perempuan yang menunjuk Starlotta. Karena posturnya tidak mencapai etalase boneka itu, Charlotta terkekeh pelan lalu dengan sigap mengangkat tubuh gadis kecil itu hingga tangannya bisa menyentuh permukaan boneka yang berbulu.

"Hao ke ai..." kata anak gadis itu dalam bahasa yang Charlotta tidak mengerti. Tapi seseorang tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Itu kedua orang tua gadis itu. Charlotta menoleh, lalu anak itu melambai-lambai girang sambil menyerukan sesuatu dan menunjuk Starlotta. Tak ada yang bisa Charlotta lakukan selain tersenyum dan mengangguk-angguk ke arah kedua orang tua itu. 

"Maaf," gumam Charlotta sambil menurunkan anak gadis itu ketika orang tua mereka mendekat. Ibu gadis itu menggeleng, balas tersenyum lebar ke arah Charlotta. Sepertinya mereka mengisyaratkan "tidak masalah" karena Charlotta langsung memahami gerakan tangan yang mengibas. Mereka nampak memperhatikan Starlotta seraya anak gadis itu terus menyerukan sesuatu. Sepertinya anak itu menyukai Starlotta dan sedang merengek. Charlotta mencari sosok Mr. Scott dari keramaian, tapi Mr. Scott muncul di saat yang tepat. Pria itu agak mengangguk ke arah Charlotta lalu memulai perbincangan dengan orang tua anak gadis itu.

Sepertinya mereka ingin membelinya, tak jarang pengunjung yang tidak bisa berbahasa inggris akan Mr. Scott bantu. Beruntungnya Charlotta bahwa Mr. Scott selalu stand by selama pameran. Selaku promotor ayah Charlotta, pria itu juga bertanggung jawab untuk membantu tugas Charlotta. Ia sudah mendapat titah langsung dari tamu utama pameran itu.

Setelah berbincang beberapa saat, mereka mengangguk dan tersenyum lebar ke arah Charlotta sambil menarik anak gadis itu pergi. Mr. Scott berbalik dan mengangguk penuh kemenangan.

"Kau tahu wanita barusan?"

Charlotta menggeleng pelan, "tidak sama sekali."

"Dia adalah Meng Yue. Pengunjung yang paling sering mampir ke Farmount karena menyukai pameran seni di sini. Ia sudah menjadi penggemar banyak karya seni di sini. Dan sekarang, anaknya tertarik dengan Starlotta."

Charlotta tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang membentang lebar. "Bagus sekali. Tidak sia-sia aku mengangkut anaknya... cukup berat."

Mr. Scott hanya terkekeh, lalu sambil menghilang dari keramaian ia berseru, "siap-siap untuk mengangkut anak yang lain ya!"

Charlotta tertawa pelan melihat pria itu menembus orang-orang dan menghilang. Dari sakunya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia mengambil benda itu, lalu mengangkat panggilan dari Cindy.

"Halo?" sapa Charlotta agak pergi ke belakang etalase.

"Charlotta! Kau sedang di mana?" suara Cindy agak berteriak. 

"Aku? Aku di pameran--"

"Ya Tuhan, kau gila!? Bernard sedang di ICU rumah sakit, sekarang! Cepat hubungi Karry!"

"Apa!?" 

****

The Prince's Secret (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang