"Saya mau ngomong sesuatu yang penting, Pak," katanya dengan suara pelan dan terdengar sedikit gemetar. "M-mengenai Jisoo."
"Jisoo?" Dahinya berkerut bingung. "Kenapa lagi anak itu?"
"Saya mau membuat pengakuan," Nayeon meremas ujung roknya kuat-kuat, "kalau sebenarnya ... "
***
"Itu emang om saya, Bu."
Bunyi gebrakan meja membuat Jisoo tersentak dari duduk sedetik setelah gadis itu berucap demikian. Tangannya yang terasa membeku sudah mengepal rapat-rapat meremas rok sejak tadi. Terlebih ketika dua pasang mata terus-terusan menatapnya penuh intimidasi, membuat punggung dan pelipis mendadak berkeringat dingin. Ukh, rasanya mau bernapas saja rasanya berat.
"Om siapa yang kamu maksud?! Sebenernya kamu setuju dengan tuduhan ini atau mengelaknya, sih!?" Jisoo menunduk tanpa bisa menjawab seba lontaran tegas kembali mengarah untuknya. "Kamu tau 'kan kalau hal ini bersifat negatif untuk dirimu sendiri?? Kamu sudah dewasa dan habis gini juga mau memasuki waktu-waktu yang sangat sibuk sebelum lulus, tapi kenapa sampai membuat masalah sebesar ini?!" Salah seorang yang menggebrak meja memberi banyak pertanyaan sekaligus pernyataan padanya dengan nada tinggi, pun urat di dahi yang menonjol. "Mau jadi apa besar nanti, hah?!"
Bimbingan konseling lainnya lantas menghembuskan napas. Mengetahui bahwa muridnya itu mungkin akan tetap bungkam meski diberi seribu pertanyaan, sebab penyampaian yang diberikan sangat menekan. Dia lalu mencoba menetralkan suasana. "Kim Jisoo ... jawab pertanyaan ibu dengan jujur. Lantas alasan apa yang buat kamu sampai melakukan itu? Apakah kamu terdesak, atau memang merasa itu jalan yang biasa kamu lalui? Ibu tahu beberapa tahun ini kamu semakin berkembang baik dalam nilai akademik, tetapi kenapa sampai ada rumor seperti ini? Apa benar—maaf, kamu memiliki hubungan dengan seseorang di foto ini?"
Jisoo menatap layar ponsel yang guru konseling itu sodorkan kepadanya, dan mengangguk singkat. "Benar, Bu. Saya memiliki hubungan dengan om saya." Hubungan keponakan dan paman, dirinya tidak berbohong, bukan?
"Kenapa tidak malu sama sekali?!" sentak guru pembimbing yang tadi menggebrak meja.
"Dengarkan dulu alasannya, Bu." Bimbingan konseling itu mencoba kembali menangkan suasana yang tegang. "Jelaskan alasanmu."
"Saya," Jisoo memberi jeda seraya menggosok tangan yang semakin terasa dingin, "sebenarnya ... saya dalam keadaan terdesak."
"Apa maksud dari keadaan terdesak itu?"
Jisoo menundukkan kepala, dan menggaruk-garuk tengkuknya yang mendadak gatal. Maafin Jisoo, Om Changmin, batinnya, dan langsung berucap, "Soalnya saya butuh stok camilan, Bu."
"Apa???"
***
Beberapa waktu setelahnya, ketika sudah berpuluh-puluh menit Jisoo berada di ruang bimbingan konseling, akhirnya gadis itu bisa keluar juga. Dirinya langsung menghembuskan napas lega dan mengusap peluh di dahi. Sungguh, tadi adalah hal yang paling menyebalkan, di mana salah satu guru pembimbing terus-menerus menekannya tanpa menberi jeda untuk bernapas. Syukurlah masih ada salah seorang lainnya yang masih bisa mendinginkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Crush | Eunwoo • Jisoo | ✓
Fanfiction"Woo, bibir kamu dalemmya dikasih kawat, ya?" "Hm?" "Tuh 'kan, buka mulut aja rasanya kayak nahan beban hidup." _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Kim Jisoo itu suka sama seni yang notabene cuma ada di SMK, sialnya malah masuk...