BAB 9

5.5K 136 0
                                    


Keesokan harinya Arini dan Rina bergegas ke apartemen Rio untuk mengembalikan barang-barang yang pernah di berikan ya pada Rina.

Mereka berdua sudah sampai di depan apartemen Rio, tak lama kemudian Rio membuka pintu dan kaget melihat Rina dan kakak iparnya.

"Masuklah" ujar Rio dengan wajah datar. Arini dan Rina langsung masuk dan duduk di ruang tamu.

"Rio ini aku mau mengembalikan barang-barang yang pernah kamu berikan padaku" Rina meletakkan kardus di lantai dekat sofa tempatnya duduk.

Rio mengeraskan wajahnya "Kenapa?" Tanya Rio dengan dingin.

"Aku mau membatalkan perjodohan ini, kurasa sudah cukup sampai di sini. Kau bisa mencari kebahagiaan mu sendiri tanpa ada paksaan" terang Rina dengan tenang.

"Nanti aku akan menjelaskan pada para orang tua, kau tenang saja. Ayo kak kita pulang". Rina langsung keluar tanpa melihat ekspresi Rio. Sebelum Arini keluar dia sempatkan bertanya.

"Rio beberapa hari yang lalu Rina melihatmu di apartemen mantanmu dan di cafe. Saat Rina bertemu temanmu David, katanya kau sudah sepekan bersama mantanmu. Jadi Rina yang mengetahuinya memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini. Maaf yah bukannya kakak ikut campur urusan pribadi kalian, tapi yang harus kau tau Rina mencintai mu dengan tulus". Ucap Arini dengan lembut lalu keluar dari apartemen Rio, menyusul Rina.

Rio yang mendengar penjelasan dari kakak ipar Rina, entah mengapa hatinya terasa sakit.

Apakah aku sudah mencintai Rina?. Tidak itu tidak mungkin tapi hatiku sakit mendengarnya akan membatalkan perjodohan ini. Apa yang terjadi pada diriku.

Rio sadar selama ini Rina yang lebih aktif dalam hubungan mereka. Memang sepekan lalu dia bersama mantannya, katakanlah dia brengsek. Sudah ada pacar tapi masih jalan bersama sang mantan.

Tapi mau bagaimana lagi Rio tidak setuju di jodohkan jadi saat mantannya datang menemuinya, Rio hanya bisa mengiyakan segalanya tanpa tau kalau tindakannya menyakiti Rina.

Di lain tempat, Rina menghela nafas lega lalu tersenyum karena sudah merasa bebas. Melepaskan seseorang memang sangat sulit, tapi membiarkan dia bahagia dengan pilihannya adalah keputusan yang benar.

"Ahh... Bebass.." Rina berteriak kemudian tertawa.

Arini tau saat ini Rina masih belum bisa melepaskan bayang-bayang Rio dari pikirannya tapi dia mencoba untuk mengikhlaskan semuanya.

"Hm... Kita harus merayakan ke single-an diriku kakak" ucap Rina dengan senyuman manis tapi tetap saja matanya mengatakan kesakitan hatinya.

"Oke. Hari ini kita bebas ke mana saja, jangan lupa ini" Arini memperlihatkan black card yang diberikan Bram untuk dirinya.

Rina bersorak " yes. Ayo kita bangkrutkan tua Bangka itu"

"Hahahaha" mereka berdua tertawa bersama.

Di sisi lain, "Kenapa aku merinding yah" Bram mengusap tengkuknya.

                                  ****
Mereka berdua benar-benar menghabiskan waktu bersama. Bahkan saat Bram menelfon pun Arini hanya bilang sedang girls time bersama Rina.

"Kenapa mereka lama sekali" keluh Bram.

Saat ini Bram sedang menunggu kepulangan istrinya yang masih asyik di luar sana bersama sang adik.

"Biarkan saja, lagipula ayah merasa Rina menyembunyikan sesuatu. Biarkan dia berkeluh kesah pada Arini dan bersenang-senang." Jelas sang ayah yang menyadari gelagat Rina sepekan lalu.

AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang