BAB 42

4.1K 113 0
                                    

Sudah 3 hari sejak kejadian itu, Bram dinyatakan koma. Dan sampai saat ini Arini setia menemani Bram.

"Sayang makan dulu yuk" ajak ibu yang baru datang dengan makanan di tangannya.

"Iya Bu".

"Ingat kandungan kamu, kalau bisa kamu pulanglah istirahat. Nanti ibu atau siapa saja yang jaga Bram di sini" jelas ibu.

Mereka semua sudah mengetahui kehamilan Arini tepat saat Bram dinyatakan koma. Mereka semua terkejut mendengar kabar itu.

"Gak usah Bu, biar aku aja lagian cucu ibu kayaknya gak mau jauh-jauh dari dadynya" ucap Arini dengan senyum manisnya.

Mereka berdua tertawa bersama, sampai waktu menjelang sore.

"Ibu pulang dulu yah, besok bagian ibu sama mama kamu nginep di sini" ucap ibu.

"Padahal Arini gak apa-apa loh di sini sendirian"

"Heh enak aja, ibu gak mau yah kamu sakit gara-gara kecapean apalagi ini ada cucu ibu". Ujar ibu dengan sengit.

"Haha iya Bu, Arini cuma bercanda loh. Ayah telfon tadi katanya mungkin datangnya agak telat soalnya harus nungguin papa selesai sama kliennya" ucap Arini

Mereka semua memang menjadwalkan waktu untuk bergantian menemani Arini menjaga Bram. Seperti hari ini jadwal ayah dan papanya yang menginap di rumah sakit.

Biasanya juga Arini di temani oleh kenzie, Nino dan Marko.

Setelah mengantarkan ibu keluar, Arini menghampiri suaminya dan meletakkan tangan suaminya di atas perutnya.

"Mas kamu cepat sadar ya, aku dan anak kita selalu nunggu kamu" ucap Arini sembari mengelus perutnya menggunakan tangan Bram.

"Aku mencintaimu mas" Arini mencium bibir pucat Bram.

Di balik pintu Radit dan Riko yang melihat interaksi Arini dan Bram di buat sedih.

"Putrimu memang malaikat Rik, walaupun sudah di sakiti oleh Bram tapi tetap saja dia merawat dan mencintai anakku" ucap Radit dengan tangis yang di tahan.

Riko memeluk erat tubuh sahabatnya, " mungkin Bram sedang khilaf makanya dia tidak melihat malaikat di sampingnya".

"Ayo kita masuk dan hapus air matamu itu pria cengeng" ucap Riko dengan mengejek Radit yang sedikit mengeluarkan air mata.

"Sialan kau, aku tidak cengeng ya" Radit memukul bahu Riko.

Ceklek

Arini tersenyum saat melihat ayah dan papanya yang datang.

"Bagaimana keadaan cucuku?" Tanya ayah

"Alhamdulillah baik yah. Ayah ini maunya tanya kabar mas Bram dulu dong".

"Ngapain di tanyain kan tetap sama aja keadaannya, koma. Ck anak ini memang selalu membuat khawatir orang tua pake koma segala" ucap ayah sambil menatap Bram.

Arini dan Riko tau di balik ucapan itu Radit sangat sedih dengan keadaan Bram yang tidak ada kemajuan, Tetapi berusaha menutupi kesedihannya.

Arini mengelus lengan Radit.

"Ayah sama papa mending makan dulu yuk, tadi bang Kenzie anterin makanan buat kita".

Mereka bertiga makan dengan khidmat.

                        ***

Keesokan harinya Arini tengah bersiap untuk jadwal cek kandungannya.

Ceklek

"Bu Arini rapi sekali, mau ke mana?" Tanya seorang perawat yang biasa bertugas di ruang VVIP.

"Mau kontrol si kecil sus"

"Oh mau cek kandungan. Saya kira ibu mau keluar kan biasanya ibu di ruangan ini terus nungguin pak Bram" ucap perawat tersebut yang bernama Anna sambil mengganti cairan infus Bram.

"Hahaha, mau periksa dulu Tante supaya sehat" ucap Arini dengan suara di buat seperti anak kecil.

"Ibu tunggu di sini saja nanti biar saya yang ambilkan nomer untuk ibu cek kandungan"

"Eh gak usah sus, nanti ngerepotin".

"Gak apa-apa Bu, ibu gak perlu sungkan. Lagian ibu sekeluarga kan suka kasih makanan buat saya dan yang lainnya. Jadi anggap saja ini balasan untuk kebaikan ibu sekeluarga"

"Kita ikhlas loh ngasihnya sus"

"Ck pokoknya ibu diam di sini saja nanti saya yang ambilkan" suster Anna bergegas pergi tanpa mendengar jawaban Arini.

Arini memijat kaki Bram sambil menunggu suster Anna. Rutinitas Arini setiap hari adalah mengelap basah badan Bram juga memijat bagian tubuh Bram agar tidak kaku terkadang dia melantunkan ayat suci Alquran sambil memijat kaki Bram.

AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang