BAB 37

3.5K 119 2
                                    

Saat ini Arini dan ibu mertuanya akan menemui Bram di kantornya, awalnya Arini tidak mau tapi ibu mertuanya memaksanya untuk ikut.

Di tengah jalan dia berpapasan dengan Nino.

"Apa bram ada?" Tanya ibu

"Ada nyonya"

Mereka melangkah bersama menuju ruangan Bram, tapi saat mereka membuka pintu malah melihat adegan yang tak pantas.

"BRAM...." Ibu berteriak membuyarkan aktivitas anaknya dan seorang wanita.

Sedangkan Arini mematung melihat suaminya yang sedang memangku Sofia dan Sofia mengalungkan kedua tangannya di leher Bram, posisi ini menurut Arini sangat intim apalagi kancing teratas kemeja Sofia sudah terbuka.

Dan Arini dapat melihat jelas warna bra yang digunakan oleh Sofia.

Bram yang melihat kedatangan ibu dan Arini sontak saja menurunkan Sofia dari pangkuannya, dia terkejut melihat dua orang itu yang tiba-tiba mengunjunginya.

"Kamu benar-benar keterlaluan yah Bram, kamu memang pantas di hajar oleh bara kemarin" ucap ibu dengan amarahnya.

Kemudian ibu beralih pada Sofia "dan kamu, dasar wanita gak tau malu. Bram ini masih suami orang" ujar ibu sambil melihat Sofia dengan raut jijik.

"Cukup Bu" ucap Bram tanpa sadar telah meninggikan suaranya.

"Bram kamu meninggikan suaramu pada ibu hanya karena wanita ini hah"

"Bukan begitu Bu.."

"Sudah diam. Keputusanmu untuk bercerai dengan Arini memang tepat..." Ucap ibu dengan tenang.

Perkataan ibu membuat semua orang yang berada di ruangan tersebut menegang kecuali Sofia dia terlihat senang.

"Tepat karena Arini gak pantas mendapatkan mu, Arini pantas mendapatkan seorang suami yang lebih baik darimu. Ibu kecewa sekali Bram" lanjut ibu dengan mata berkaca-kaca dan raut wajah yang terlihat kecewa dan sedih.

Bram menegang mendengar perkataan ibunya, segitu sayangnya ibunya pada Arini. Bahkan Bram masih dengan jelas melihat raut wajah ibunya yang kecewa dan sedih, dan itu membuat hatinya sakit.

Bram tidak pernah melihat ibunya seperti itu.

"Ayo pergi Arini" ibu menggandeng tangan Arini menuju pintu keluar. Sebelum itu ibu menoleh dan berkata

"Bram, kamu tenang saja ibu pastikan Arini menanda tangani surat perceraian kalian dan saat itu tiba kamu jangan berharap ibu akan respect padamu seperti biasanya".

Setelah mengatakan itu ibu berjalan keluar dengan menggandeng tangan Arini diikuti Nino.

Bram bisa melihat betapa kecewanya sang ibu, bukan hanya ibunya saja tapi Arini. Dia dapat melihat raut kecewa dan sedih dari istrinya sebelum keluar bersama ibu.

Sofia mendekati Bram berusaha menenangkan nya.

"Bram ak..." Belum sempat melanjutkan perkataannya, Bram sudah memotongnya.

"Pergilah Sofia, aku ingin sendiri".

Sofia yang mendengar itu segera pergi dari ruangan Bram, tapi dia sangat senang karena rencananya berjalan lancar.

                       ****

Arini menatap surat perceraian nya dengan Bram, beberapa menit lalu dia sudah menanda tangani nya. Walaupun berat tapi dia rasa ini jalan terbaik, dia sudah tidak kuat menjalani pernikahan ini.

Saat melihat Bram bermesraan dengan Sofia tadi hatinya terasa sakit, dia merasa bahwa selama ini Bram dan Sofia memang ada hubungan spesial mengingat sebelum pertengkaran hebat itu, Bram dan Sofia memang sudah sering bertemu.

Semoga ini yang terbaik. Maafkan mama yah nak, kamu harus berpisah dari papamu.

Arini mengelus perutnya lembut, air matanya mengalir saat mengingat anaknya yang akan tumbuh tanpa sosok ayah.

Tok tok

"Masuk"

Arini melihat papa nya yang melangkah masuk.

"Hei gimana keadaan putri papa ini?" Tanya papa sambil mengelus rambut putrinya.

"Baik pah, mungkin keputusan ini memang tepat." Arini tersenyum menatap papanya.

"Maafin papa yah, ini semua salah papa karena menjodohkanmu"

"Papa gak usah merasa bersalah, lagian ini kemauan Arini juga kok menerima perjodohan ini".

"Pah ada yang mau Arini sampaikan ke papa, tapi Arini mohon papa rahasiakan dulu ini" ucap Arini dengan suara lirih.

Papa Arini mengangguk tanda setuju.

"Sebenarnya Arini hamil pa".

Papa Arini membulatkan matanya mendengar pernyataan anaknya.

"A..apa?"

"Ada cucu papa di sini" Arini membawa tangan papanya ke perutnya.

"Berapa bulan?"

"Sekarang sih jalan 7 Minggu, seminggu lagi cukup 2 bulan pa"

Papa Arini memeluk putrinya sambil menangis.

"Terima kasih nak, sudah berikan cucu untuk papa. Tapi apa gak apa-apa kamu bercerai dengan Bram?" Tanya papa

"Gak pa, aku yakin bisa membesarkan anakku seorang diri"

Papa Arini terharu melihat anaknya yang sudah dewasa bahkan dia merasa bersalah juga karena keegoisannya kehidupan putrinya seperti ini.

"Rahasiakan yah pa"

"Baiklah, tapi kasih tau papa kalau kamu lagi ngidam yah. Biar papa yang gantiin posisi Bram" ucap papa Arini membuat Arini tersenyum.

"Terima kasih pa" Arini memeluk erat sang papa.

"Sama-sama putriku, cucuku sehat-sehat yah " ucap papa sambil mengelus dan mengecup perut putrinya.

"Sepertinya cucu papa nyaman deh di elus sama kakeknya". Goda Arini

"Oh sudah pasti, ini kan cucuku" ucap papa dengan angkuh dan membuat Arini tertawa.

💮💮💮

Maaf kalau banyak typo.

AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang