BAB 12

5.1K 115 1
                                    

Arini membuka matanya perlahan melihat tangan kekar suaminya memeluknya dengan erat. Lalu membalikkan badannya menghadap sang suami.

Dilihatnya Bram masih tertidur pulas mungkin suaminya masih lelah, bagaimana tidak lelah. Semalam suaminya melakukannya sampai puas. Bahkan kami sempat makan lagi untuk mengisis energi dan melanjutkan aktivitas panas kami.

Arini mengelus rahang sang suamin dan mengecup bibir suaminya yang meggoda.

Cup

"Bangun mas, udah jam 8 loh" ujar Arini sambil mengelus dada sang suami.

"Mmmh. Morning sex sayang?"

"Ish kan semalam udah. Aku juga masih capek."

"Ya udah deh, ayo mandi bersama" ujar Bram seketika menggendong sang istri, tentu saja mereka tidak hanya mandi saja. Bram kembali memasuki istrinya itu di kamar mandi mereka.

Setelah mereka selesai membersihkan badan karena pergulatan panas, mereka turun untuk sarapan.

"Cepetan sarapan, itu keluarga yang lain lagi di jalan ke sini" ujar ibu saat melihatku dan mas Bram baru turun dari kamar.

"Maaf yah Bu, Arini gak bantu-bantu ibu buat sarapan" ucapku dengan penuh sesal.

"Gak apa-apa ibu ngerti kok" ibu mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum menggoda.

Aku yang mengerti maksud dari ibu merasakan wajahku yang memerah malu.

"Gak usah malu, kan supaya cucu ibu cepat jadi" lanjut ibu sambil mengelus perutku.

Aku hanya bisa tersenyum, semoga saja kami cepat dikarunia seorang anak.

Menjelang siang keluarga besar mas Bram sudah datang, aku dan Rina menyiapkan makan siang dan minuman untuk mereka semua.

Kulihat mas Bram sedang asyik bercengkrama dengan para sepupunya.

"Anak yang berani" ujar seseorang dengan dingin, dia adalah Bara sepupu Bram, anak dari kakak ayahnya.

Semua orang terdiam, mereka sangat tahu di antara mereka hanya bara yang paling pendiam dan juga dingin tapi sangat emosional.

Sedangkan Bagas dan Ardi hanya bisa diam karena takut membuka mu
"Apa perlu aku membunuhnya?" Tanya bara dengan santai.

"Hahaha kurasa itu tidak perlu" ucap Bram.

"Hm lebih mengasyikan melihatnya mati perlahan-lahan" dengan santai bara mengatakan itu, tidak melihat kedua sepupunya yang menegang mendengar perkataannya. Bram hanya santai saja mendengar ucapan bara.

Menjelang sore mereka sudah bersiap untuk memanen ikan-ikan di Empang. Rina, Bagas dan Ardi sudah memegang jala mereka masing-masing.

"Ini akan seru, kita atur rencana. Setelah Rina ke tepian, kita dorong dia  oke?" Tanya Bagas pada Ardi.

"Sip".

Mereka tidak tau kalau rencana jahat mereka di dengar ibu mereka. Ibu Maura, adik kandung dari ayah Bram yang merupakan ibu kandung Bagas dan Ardi langsung menarik telinga mereka berdua.

Bagas dan Ardi adalah saudara kandung hanya beda 1 tahun jadi mereka terlihat seperti anak kembar yang jahil. Walaupun Bagas lebih tua dari Ardi tapi sifat mereka sama saja.

"Awwhh.. ibu sakit" teriak Ardi dan bagas kesakitan.

"Tega sekali kalian merencanakan itu pada kakak kalian hah" jeweran ibu Maura semakin keras. Dan mengundang perhatian seluruh keluarga.

"Ada apa Tante?" Tanya Rina

"Mereka berdua berencana mendorong mu ke dalam Empang" dengus ibu Maura setelah melepaskan jeweran telinganya.

Rina melotot mendengar penuturan tantenya, sedangkan keluarga yang lain terkekeh. Pikir mereka ada-ada saja yang di lakukan kedua bersaudara itu untuk mejahili kakak sepupunya.

"Berani sekali kalian" Rina mengejar dua bersaudara itu.

"Sudah jangan lari-larian" ucap ayah dengan tegas.

Saat mereka akan menangkap ikan dengan jala tiba-tiba seseorang berkata, "Bagas, Ardi. Turunlah" ucap bara.

Semua keluarga menolehkan kepala mereka ke arah bara menatap bingung.

Rina yang mengerti membuka suaranya " Maksud Abang, mereka berdua turun ke Empang ?"

"Iya" jawab bara dengan singkat.

Seketika semua orang tertawa melihat wajah pias kedua bersaudara itu. Mau tidak mau mereka turun daripada kena amuk Abang mereka.

"Hahaha kasian...wleek" ejek Rina

"Nasiblah, senjata makan tuan. Belum sempat jahil malah kita yang kena batunya" dengus Ardi sembari turun ke Empang.

"Mas, sepupu kamu itu memang begitu yah?" Tanya Arini yang sedari tadi penasaran.

"Iya, bang bara memang begitu. Tapi dia ramah kok".

Setelah beberapa jam, mereka sudah memanen semua ikan yang ada di Empang dan sudah membagi-bagikannya pada tetangga.

Saat ini Bagas dan Ardi kebagian untuk memanggang ikan, tentu saja atas titah Abang mereka Bara.

"Nasib maknae nih bang, tertindas mulu" ucap Ardi pada Bagas yang sedang mengipasi ikan yang sedang di bakar.

*Maknae : anggota termuda*

"Heh itu kayunya di tambah lagi" teriak Bram

"Ya Allah mas, coba dong bawa ke sini ka..yu.. cepat ambil Ar" Bagas ingin menyela perintah Bram tapi di urungkanya karena melihat tatapan tajam Bara jadi dia menyuruh adiknya untuk mengambil kayu bakar lagi.

" Ibu kenapa sih jadi anak terakhir nenek dan kakek, akhirnya kami yang kena batunya. Ditindas Mulu" teriak Ardi kesal mengundang tawa semua orang, ibu Maura hanya mendelik.

"Kalian kira dengan ibu kalian yang lahir duluan itu mengubah kalian untuk menindas ku?" Tanya Bara.

"Iya bang" jawab Bagas dengan polos dan langsung di geplak oleh Ardi.

Bagas yang sadar dengan kata-kata nya langsung berkata " eng..enggak bang mana mungkin" jawab baga gugup.

Setelah perdebatan kecil mereka akhirnya Semua makanan sudah tersaji di atas meja panjang yang sengaja di letakkan di halaman belakang.

Saat semua orang sedang menikmati makanan mereka, Ardi kembali berulah dengan sengaja memasukkan sambal cabe ke dalam tumpukan nasi Rina dan itu semua dilihat oleh saudaranya Bagas yang tentu saja mendukung kejahilan Ardi.

Rina memakan nasi dan ikan bakar tanpa curiga sampai akhirnya "Huuh pedas banget, astaga airrr..." Teriak Rina yang membuat semua orang kaget karena teriakannya.

Arini memberikan minum untuk Rina dan di teguk Rina hingga tandas. Sedangkan Bagas dan Ardi menahan tawa mereka agar tidak ketahuan, mereka sangat puas karena berhasil mengerjai kakak sepupunya itu.

"Ini semua pasti kerjaan kalian berdua, dasar manusia laknat kalian" teriak Rina dengan dada naik turun menandakan saat ini dia sedang emosi.

Bagas dan Ardi yang melihat Rina akan memukul mereka dengan sendal pun melarikan diri, tapi belum sempat itu terjadi mereka terjatuh ke tanah karena jegalan kaki dari ayah Bram.

Rina memukul mereka dengan sendal jepitnya di ikuti dengan bara yang memukul punggung kedua saudaranya itu. Dan hal itu mengundang tawa semua orang.

"Mereka memang pantas di sunat kembali" ujar ibu Maura kesal karena kelakuan kedua anaknya. membuat Bagas dan Ardi melotot.

"Apa kalian berani melotot padaku hah, ibu kalian". Ucap ibu Maura dengan wajah sangar dan membuat dua bersaudara terdiam pasrah.

Suasana malam itu di penuhi tawa dan canda, melupakan segala masalah yang ada.

Dering ponsel Bram berbunyi menandakan pesan masuk yang membuat tubuh Bram menegang.

Nanda
Bram aku kembali.

AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang