BAB 44

4.3K 108 1
                                    

Keesokan harinya Bram sedang bersiap menjalani terapi untuk bisa berjalan kembali ditemani dengan Nino.

Ceklek

Seorang suster berjalan ke arah Bram dan Nino.

"Loh, mba Arini ke mana pak? Tumben gak ada, seingat saya hari ini bukan jadwal cek kandungannya juga" tanya suster tersebut pada Nino.

"Dia pergi, Anna" Nino menjawab singkat, sedangkan Anna mendengus kesal mendengar jawaban yang singkat.

Nino mendorong kursi roda Bram menuju tempat terapi di ikuti oleh suster Anna.

Saat ini Bram sedang melatih jari kakinya terlebih dahulu setelah itu baru menggerakkan kakinya.

"Alhamdulillah pak Bram sudah sadar pasti Bu Arini bahagia banget deh, saya kagum sama Bu Arini yang selalu menemani pak Bram selama koma bahkan ruangan pak Bram itu mungkin udah di anggap kamarnya" ucap seorang dokter yang menangani Bram selama ini.

"Ohya?" Alis Bram menukik.

"Iya pak. Bu Arini kan selama bapak koma gak pernah pulang ke rumah, banyak perawat sama dokter yang iri sama bapak loh punya istri seperti Bu Arini"

Bram diam mendengar penjelasan dari dokter, dia berfikir apa benar Arini menjaganya selama ia koma.

Setelah selesai terapi Bram dan Nino menuju ruang rawat Bram.

"Nino apa benar selama saya koma, Arini yang menjaga saya?" Tanya bram.

"Benar tuan. Bisa di bilang nona Arini tinggal di sini karena selama anda koma nona sama sekali belum pernah pulang. Terkadang orang tua tuan dan nona yang menemani nona Arini di sini, kadang juga tuan Kenzie, saya dan Marko. Kita semua saling bergantian menjaga anda tapi untuk nona Arini beliau tinggal di sini selama anda koma. Nona Arini tidak ingin meninggalkan anda sendirian".

Ceklek

Pintu terbuka menampilkan orang tua Bram.

"Gimana terapi mu?" Tanya Radit pada sang anak.

"Berjalan lancar"

"Ah, ayah pikir kamu sudah baik-baik saja. Jadi ini ambillah"

Radit menyerahkan map coklat pada Bram, dan Bram membuka isi map tersebut. Bram melihat semua isi di map coklat itu dengan ekspresi sedih.

"Ibu harap ini bisa jadi penyemangat kamu untuk cepat sembuh nak, supaya kamu bisa cari Arini dan cucu ibu" ucap ibu sembari mengelus kepala Bram.

"I..ini astaga apa yang kulakukan. Dasar bodoh" maki Bram pada diri sendiri.

"Selama ini Ayah dan Nino menyelidiki sofia, dan ternyata benar dugaan kami kalau Sofia adalah dalang di balik kehancuran rumah tanggamu". Ucap ayah

"Dia membuatku menceraikan Arini karena dia hanya mau hartaku saja, dasar jalang" umpat Bram menyesali perbuatannya.

"Bahkan anda mau berlibur dengannya tuan, benar-benar brengsek" ucap Nino dengan wajah datar.

Bram melotot kesal pada Nino.

"Berani sekali kau mengatai ku".

"Memang kau brengsek" seru ibu membela Nino.

Bram berdecih kemudian mengambil ponselnya hendak menghubungi Arini tapi nomernya tidak aktif.

"Sekedar info Arini sudah pergi entah kemana" ucapan ayahnya membuat Bram menoleh ke arah Radit.

"Ke mana dia?" Tanya Bram

"Entah, tidak ada yang tau. Kan kau sendiri yang menyuruhnya pergi" ucap ayah.

"Aku menyesal yah, aku sungguh bodoh karena tidak percaya dengan Arini. Hikss..hikss aku merasa menjadi suami yang jahat" Bram menangis tergugu mengingat perkataan dan sikapnya pada Arini selama ini.

Nino menyerahkan foto USG pada Bram.

"Ini anakku, aku sungguh biadab menceraikan istriku yang sedang hamil darah dagingku"
Tangis Bram semakin keras saat melihat USG Arini yang menampakan buah hati mereka.

Ibu memeluk Bram untuk menenangkan anaknya, Nana dan Radit sedih melihat anaknya yang menangis karena penyesalan.

"Kalau begitu cepatlah sembuh, dokter bilang lumpuh mu ini hanya sementara bukan permanen jadi kau masih bisa berjalan" ucap ibu sembari menghapus air mata Bram.

"Ibu benar, aku harus cepat sembuh agar dapat mencari Arini dan anakku"

Bram berjanji dia akan terapi dengan serius, dia ingin cepat sembuh untuk bisa berkumpul dengan Arini dan anak mereka.

"Nino, hancurkan Bryan dan Sofia" ucap Bram dingin.

"Baik tuan" ucap Nino dengan semangat. Karena dia sudah menantikan hari di mana Sofia dan Bryan hancur.

***

Sedangkan di tempat lain seorang wanita sedang bergelung manja di dada seorang pria yang sama-sama telanjang di bawah selimut yang mereka pakai.

"Jadi Bram lumpuh ya?" Tanya Bryan.

"Iya dia lumpuh, kaya sih tapi cacat" ucap Sofia.

"Aku gak mau hidup bersama orang cacat itu hanya merepotkan ku saja. Aku mencintainya tapi aku lebih cinta dengan hartanya, walaupun dia kaya tapi kalau dia cacat mana bisa dia memuaskan ku di ranjang"

Sofia mengelus dada Bryan, berusaha menggodanya lagi.

"Arini juga entah di mana keberadaannya sekarang, padahal ini kesempatan yang bagus untukku"

"Aku sudah tidak minat lagi dengan rencana kita. Aku mau cari mangsa yang lain dan tentunya lebih kaya dari Bram"

Tanpa mereka sadari kegiatan mereka telah di rekam oleh kamera yang sengaja di pasang oleh Nino di kamar hotel tersebut.


💮💮💮

AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang