6 - Mula

394 76 54
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

"Maaf soal kelancangan gue di mobil tadi."

Kalimat itu menjadi pembuka yang cukup mengejutkan karena ternyata Malvin sadar dengan perlakuannya, sampai aku tak sabar mendengar alasannya. Malvin membawakan sebuah minuman kaleng dari dalam lemari es, membukanya dan memberikannya padaku.

"Nol persen alkohol," ucapnya ketika aku mencari tabel informasi di kaleng itu.

"Lo tamu pertama di rumah ini yang gue suguhi minuman," ucapnya.

"Pertama?"

Malvin mengangguk. "Gimana?"

"Apa?" tanyaku tak mengerti.

"Hidup gue."

Aku berpikir sejenak, menatap langit-langit ruangan. "Satu hal yang pasti, ternyata nikmatin sepi itu nggak enak, kan?" ujarku sedikit melengkungkan senyum.

Dia tersenyum samar. "Bisa gak kita salaman dulu, buat simbolis aja kalau kita ini bertemu dengan cara yang normal."

"Normal gimana maksud lo?" tanyaku merasa tersinggung dengan kalimatnya.

"Normal, ketemu terus kenalan terus ngobrol tentang cuaca, suhu, berujung tukar nomor ponsel dan sering ngobrol, kemudian jadi teman."

Meski sedikit tak terima, aku tersenyum tipis. "Boleh."

Dia mengulurkan tangan lebih dulu. "Malvin Anggara."

"Grita Anatasya," balasku.

Malvin mengangguk. "Semoga besok gue gak lupa."

Kami terkekeh pelan, mungkin ini bagian terbaiknya sepanjang pertemuanku dengan Malvin yang selalu dalam keadaan tidak baik. Mungkin setelah ini kami akan menjadi teman baik yang tak akan saling membiarkan sepi perlahan-lahan membunuh kami. Meski rasanya, mustahil seorang Malvin akan lebih memilih menjalin pertemanan dibanding menjalani hidup tanpa dikenal orang-orang.

"Lo sendiri di sini?" tanyaku membuka pembicaraan.

Lagi, Malvin mengangguk. Bagiku, Malvin adalah sebuah kenyataan bahwa pemalas itu ada, karena untuk menjawab 'iya' saja dia tidak pernah, hanya anggukan sebagai isyarat.

"Orang tua?" tanyaku memelankan suara sedikit ragu.

"Orang tua gue meninggal dua tahun lalu, kecelakaan."

Aku mengutuk pertanyaanku sendiri, seharusnya dengan tidak adanya satupun foto keluarga sudah membuatku paham untuk tidak bertanya perihal itu. "Maaf."

"Gak masalah."

"Terus siapa orang-orang tadi?"

Dia menatapku. Diam cukup lama, seolah dari mataku dia mencari jawaban yang tepat. "Lo tau jawabannya."

"Viona?" tanyaku sedikit ragu.

Dia mengangguk kemudian meneguk minumannya, setelah itu kembali menyimpan kaleng minumannya di atas meja. "Dari mana lo tahu soal gue dan Viona?"

"Arin. Dia teman gue."

Malvin hanya mengangguk tak lagi bertanya mengenai Viona. Lagipula, akupun tidak enak jika harus membicarakan hal yang sensitif baginya.

"Omong-omong, cowok yang fotonya lo pasang di walpaper hp lo itu pacar lo?" tanyanya seolah mengalihkan pembicaraan semula.

"Iya. Kenapa?"

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang