38 - Mati Rasa

286 58 18
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Setelah tiga hari, aku Kembali ke jogja, beberapa waktu sebelum menuju stasiun, aku sempat bertemu Arin meski tak lama, lebih tepatnya aku sedang tidak bisa diajak bicara banyak, Arin pun mengerti.

"Lo memang kehilangan Jio, Ta, tapi lo gak boleh kehilangan diri lo sendiri," katanya di penghujung pertemuan kami.

***

Satu bulan berlalu, satu bulan yang sendu, aku bahkan mengenal akrab apa itu luka dan bagaimana rasa air mata. Keseharianku tak lebih dari hari yang diisi dari sisa sisa semangat dan tawa yang sebagian besarnya lenyap dimakan Samudra.

Aku baru saja selesai meminum segelas teh hangat di taman belakang, Papa dengan senyum tipis menghampiri dan duduk berdua denganku. "Nggak baik pagi-pagi udah melamun."

"Nggak melamun, Pah."

Papa tersenyum, merangkul pundakku. "Gak terasa, udah satu bulan lamanya Papa nggak lihat anak Papa senyum selebar dulu."

Aku hanya menyunggingkan senyum tipis. 

"Manusia selalu siap dengan perkenalan, tetapi tidak pernah siap dengan perpisahan."

Aku mengangguk pelan. "So? Ada apa Papaku repot-repot ke belakang cuma untuk nemuin anaknya?"

"Sok tahu terus kamu."

"Grita ini anak Papa, masa sih kebiasaan Papanya sendiri gak hafal?"

Papa mengangguk pelan, membenarkan dugaanku. "Ada tamu buatmu," ucapnya.

"Siapa?"

Papa tak menjawab, ia justru memintaku untuk ikut dengannya. Aku hanya bisa mengekor, menuju ruang tamu. Mama baru saja dari sana, mengantar minuman. Mama mengusap pundakku, tersenyum hangat.

"Maaf ya, Alvin, menunggu sedikit lama."

Tepat ketika langkahku sampai di ruang tamu, mata kami beradu, senyumnya menyambutku dan membawaku kembali ke masa-masa itu, masa yang kuharap hanya ada jauh di sana, di waktu yang telah lalu.

"Hai, Ta," sapanya.

Aku tak menjawab, diam dengan wajah datar.

"Duduk sini," kata Papa menyuruhku duduk di samping Malvin.

"Pah, aku—"

"Untuk menghormati tamu Papa."

Aku mendesah pelan, ikut perintahnya.

"Alvin ini kebetulan lagi berkunjung ke restoranya yang disini, yang pernah kamu tanyakan ke Papa."

Mendengarku pernah menanyakan restorannya, Malvin menoleh ke arahku. 

"Dia kira restoranmu yang di sini itu baru, padahal launchingnya dulu itu, dia juga hadir."

"Maklum lah Om, mungkin waktu itu Grita masih kecil, belum merasa bahwa acara-acara orang dewasa perlu diingat."

Papa mengangguk membenarkan. Tiba-tiba ponsel Papa berdering, ia meninggalkan ruang tamu untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Ren, ada apa?" tanya Papa menyahut panggilan tersebut seraya melangkah keluar rumah, melewati ambang pintu.

Aku bergegas berdiri berniat meninggalkan ruang tamu.

"Ta," panggil Malvin seraya menggenggam pergelangan tanganku, tatapannya mengarah pada jemariku yang dihiasi cincin.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang