16 - Renjana

323 57 43
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Pukul sembilan lewat tiga puluh menit, malam yang sunyi lagi-lagi menemani. Beberapa kali menghubungi Jio untuk setidaknya membunuh sepi, namun tidak pernah ia terima panggilanku. Aku mengerti ia pasti sedang bekerja semaksimal mungkin, tetapi aneh rasanya jika tak sedikitpun ada jam istirahat untuk sekadar membalas pesan-pesanku hari ini.

Ketukan pintu menghentikan kegiatanku, langkahku mengantarkan pada ambang pintu lalu mataku terpaku.

Untuk apa ia datang? Semalam ini, tanpa balutan jaket atau baju hangat sejenisnya.

"Malvin," panggilku pada punggung tegap menghadap mobilnya.

Dia menoleh, menatapku.

"Ada apa?" tanyaku heran.

"Lo sibuk?"

"Nggak," jawabku masih sedikit bingung dengan kedatangannya.

"Gue perlu bantuan."

"Bantu apa?"

"Gue jawab kalo lo udah siap pergi," ucapnya menyindirku yang terlalu banyak bertanya. Aku mendengus, meminta izin untuk mengganti pakaian lebih dulu, bahkan untuk mengganti pakaian saja dia membatasi waktu.

"Lima menit, jangan lebih boleh kurang."

"Maaf tapi ini tempat tinggal gue, bukan restoran lo, jadi lo bukan Bos gue disini," ucapku seraya memalingkan wajah menyombongkan rumah kostku yang padahal hanya sewaan.

Benar-benar lima menit, aku telah kembali dengan pakaian yang berbeda. Setelah mengunci pintu, aku segera masuk ke dalam mobil menyusulnya yang entah sejak kapan sudah berada di dalam.

"Jadi mau minta bantuan apa?" tanyaku.

Dia menatapku sejenak sebelum kemudian fokus pada kemudinya. "Cari tempat."

"Buat apa?"

"Dinner."

"Maksudnya lo ngajak gue dinner?" tanyaku bodoh, sangat bodoh.

Dia tertawa terbahak-bahak, bahkan sepanjang mengenalnya ini pertama kali aku tahu bagaimana dia tertawa lepas. Aku mendengus, ingin membenturkan kepalaku ke dashboard kalau saja dashboard itu terbuat dari kapuk.

"Gue baru tau lo sepercaya diri itu."

Aku diam tak menanggapi, malu sekali.

"Tapi nggak apa-apa, pulang nanti gue ajak lo dinner."

"Gak usah, gue udah makan."

Malvin hanya tersenyum singkat. Aku memperhatikan jalanan yang sudah reda dari kepadatan, tak lagi bertanya akan kemana Malvin membawaku. Perjalanan cukup lama, lima belas menit aku keluar dari suasana perkotaan yang ramai berganti suasana pedesaan yang sepi.

Gelap, hanya beberapa lampu jalanan yang dipasang dengan jarak cukup jauh. Melewati hutan dan sawah, jalanan terjal berbelok. Dapat kubayangkan jalanan ini seperti memutari bukit.

Pada ujungnya, Malvin berhenti di area kosong seperti khusus sebagai tempat parkir. Tanpa mengatakan apapun, Malvin keluar dari mobil. Daripada mati kehabisan napas, aku akhirnya ikut keluar.

Luar biasa, tempat ini benar-benar berada di puncak bukit. Aku terpana melihat lautan cahaya dari lampu-lampu rumah di pedesaan sekitar, juga pada taburan bintang di langit yang seolah sangat dekat.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang