37 - Bunga Terakhir

234 71 5
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

"Jaga diri kamu selama aku pergi."

"Jangan capek, aku nggak mau kamu sakit."

"Jangan marah kalo aku tiba-tiba hilang kabar."

"Jangan suka nangis, soalnya aku gak bisa peluk kamu."

"Aku sayang kamu, Ta."

Kalimat-kalimat yang pernah dia ucapkan tiba-tiba terputar begitu saja, bagai sebuah lagu pengantar tidur yang membawa mimpi buruk.

"Jadi ini ya alasan kamu bilang gitu di stasiun? Jadi ini alasan kamu gak pernah balas pesan-pesan aku? Jadi ini alasan kamu kasih aku kotak musik carousel sebagai hadiah yang bisa aku genggam?" tanyaku dengan air mata yang terus bercucuran.

"Makasih ya, Sayang. Kamu udah jadi hari-hari terbaikku di Bandung, kamu udah bikin aku jadi perempuan paling beruntung. Aku pasti akan berusaha untuk ikhlas, kamu jangan khawatir, sebisa mungkin aku akan meringankan kepergian kamu. Meski aku nggak tahu aku harus apa setelah ini, tapi aku janji akan melanjutkan hidup dan menjaga diriku sendiri."

Taburan bunga jatuh di atas pemakaman yang masih basah, diiringi duka yang kini hanya mampu menjelma sebagai tangis. Selepas itu, aku bergegas menuju mobil, meski begitu tetap sesekali menoleh, tak rela kekasiku sendirian.

Suasana duka masih menyelimuti rumah yang ditinggalkan Jio, semakin sore semakin sepi. Om Andre menghampiriku yang sedang duduk menatap kosong teras rumah dengan puluhan karangan bunga duka cita.

"Boleh Om duduk?"

"Boleh, Om."

Desahan berat terdengar dari pria di sampingku, ia ikut menatap teras rumah yang kini terasa hampa. "Bicara soal kehilangan gak akan ada habisnya, Ta, termasuk bicara kematian."

"Iya, semua orang pasti akan pergi, bedanya ada yang tinggal dan ada yang meninggalkan. Tapi memang terlalu mendadak, Om, Grita masih syok."

Om Andre mengangguk mengerti, ia menyimpan sebuah kotak di pangkuannya, entah apa isi kotak itu, tetapi perasaanku seperti sudah bisa menebak.

"Dia pasti senang kalo akhirnya apa yang ingin dia persembahkan, sampai pada orangnya."

Om Andre memberiku sebuah cincin yang begitu indah, di bagian sisinya terdapat dua huruf J dan G. "Pakailah."

Aku memasangkan cincin itu di jari tengah, pas sekali, bahkan terlihat sangat cocok. Om Andre tersenyum seraya mengusap matanya beberapa kali.

"Itu calon cincin pernikahan kalian, cuma ditemukan satu, satunya hilang karena kotak cincinnya terbakar separuh."

Bagai terlatih, aku hanya tersenyum tipis menatap cincin itu sudah di tanganku, bahkan menciumnya beberapa kali. "Jio selalu tau apa yang aku mau."

"Dan ini, bunga yang lupa dia bawa, dia sengaja beli buket di sini supaya bisa langsung dia kasih sesampainya dia di Bandara ketemu kamu."

Sebuah buket bunga kering, dengan hati-hati Om Andre berikan padaku. Lagi-lagi aku tersenyum seraya menerima bunga itu. Padahal, bentuknya sudah tak karuan, beberapa kelopak juga sudah berjatuhan, sampai-sampai aku tak mengenali ada bunga jenis apa saja di dalam buket ini.

"Ta, lanjutkan hidup kamu, ya?"

Aku menatap Om Andre, senyumku memudar. "Ya, aku akan lanjutin hidupku dan menikah sama seseorang yang kaya Jio. Aku mau cari Jio di tubuh lain."

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang