4 - Maaf dan Terima Kasih

383 77 0
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Setelah bermalas-malasan sepanjang siang, aku memutuskan untuk mengembalikan pakaian yang pria semalam pinjamkan. Dengan memakai jasa ojek, aku menuju rumah kemarin. Selama di perjalanan, aku berusaha merangkai kata untuk mengucapkan terima kasih sekaligus maaf karena semalam aku sempat menyinggung hal yang tidak sepantasnya aku katakan. Sebelum berbelok, aku sempat melihat restoran cukup besar yang namanya tak asing di telingaku. Restoran Malio. Ah iya, restoran yang pernah Jio sebut ketika bersama Misal.

Mengingat itu, pikiranku justru kembali pada Jio. Sejak semalam dia tak lagi mengabariku atau setidaknya meminta maaf. Haruskah aku yang kembali memulai pembicaraan dengannya? Kurasa tidak. Sudah terlalu sering aku menjadi pihak yang mengalah, kali ini terserah saja. Lagipula, aku sudah mengatakan aku membebaskannya, jadi kapan dia akan kembali padaku itu sepenuhnya menjadi hak dia.

"Mbak, dimana rumahnya?" tanya pengemudi ojek yang kutumpangi ketika krndaraan telah sampai di jalan yang kusebutkan.

"Ah yang itu, Pak, yang catnya abu-abu."

"Oh iya."

Hampir saja terlewat karena ketidakfokusanku. Aku meminta ojek tadi agar menunggu karena keperluanku tidak lama, Ia menyetujui. Dua kali aku menekan bel rumah, baru seorang wanita paruh baya keluar menyambutku dengan sopan. "Iya, ada yang bisa Bibi bantu?"

"Maaf, Bu, saya mau ketemu yang punya rumah. Mmm saya lupa namanya."

Bibi itu kebingungan dengan apa yang kukatakan, untuk itu aku mengatakan ulang. "Jadi semalam saya sempat kesini karena saya pingsan di halte depan, lelaki itu yang nolong saya dan bawa saya kesini."

"Den Malvin?"

"Ah iya, Malvin."

"Oh, kebetulan sedang tidak dirumah, apa perlu saya teleponkan?" tanyanya menawarkan bantuan.

"Ah nggak usah, Bu, mungkin lain kali saya kesini lagi."

"Oh begitu, tapi kalau kepepet, Mbak ini bisa ke restorannya. Nggak jauh kok, di depan perumahan. Namanya Restoran Malio."

Aku menautkan kening mendengar nama restoran itu. "Malio?"

"Iya, itu punya Den Malvin."

Dunia yang benar-benar sempit. Aku mengangguk mengerti, berniat menyusulnya kesana. "Baik kalau begitu saya kesana saja, terima kasih ya, Bu?"

"Iya, Mbak, sama-sama."

"Mari," pamitku.

"Silahkan."

Tidak ada salahnya aku menemuinya di sana, hitung-hitung mengganti kesalahanku semalam. Setelah sampai di restoran itu, pengemudi ojek meminta izin untuk mengantar pelanggan lainnya lebih dulu karena dia sudah memesan sejak kemarin. Aku membiarkannya pergi, toh aku pasti akan berbicara cukup panjang dan memakan waktu cukup lama mengingat dia pemilik restoran ini.

"Permisi, saya bisa bertemu dengan Pak Malvin?"

"Mbak reporter?" tanyanya curiga.

"Hah? Bukan," jawabku dengan sedikit aneh.

"Boleh saya cek KTPnya?"

Aku pasrah, menyerahkan kartu tanda penduduk milikku untuk diperiksa apakah aku benar bukan seorang reporter. Sedikit mengganggu, namun aku mengerti mengapa diberlakukan seperti ini. Malvin pasti mengalami banyak gangguan dalam menjalankan pekerjaannya disini, orang-orang itu mencari Malvin pasti untuk menanyakan tentang Viona.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang