25 - Nestapa

275 74 64
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Hari ini aku bekerja hanya untuk memenuhi tugasku, aku juga tak peduli Malvin akan mengizinkanku untuk cuti atau tidak, sebab aku akan memaksa untuk meliburkan diri selama kurang lebih tiga hari kedepan. 

Baru saja aku bermonolog dalam hati, pria itu sampai di ambang pintu. Aku tak sedikitpun meliriknya, fokus pada layar komputer di hadapanku. Langkahnya sampai di depan meja kerjaku, menaruh sesuatu di atas meja dan menggesernya hingga sampai di hadapanku. 

"Sebagai permintaan maaf, tapi gue cuma bisa kasih waktu dua hari. Akhir-akhir ini restoran selalu ramai, gue harap lo ngerti."

Baru aku meliriknya, namun ia justru membuang pandangan dan berjalan menuju ruangannya. Aku membuka amplop berisi surat perizinan cuti yang ia berikan, segera menandatanganinya dan menyimpan di dalam arsip kehadiran karyawan. Aku melirik pria yang kini membuka pintu, bersamaan dengan petugas kebersihan yang baru saja keluar dan tak sengaja ujung sapunya mengenai perut sebelah kanan Bosnya.

"ARGH."

"Mm-maaf, Pak, saya gak tau kalau Bapak mau masuk."

Malvin tak menjawab, ia justru memegangi perutnya dengan sedikit menunduk. Aku merasa heran apakah sebegitu kencang benda itu mengenai perut Malvin hingga ia begitu. 

"Mari, Pak, saya antar ke ruang pengobatan."

"Gak usah, kamu balik kerja."

"I-iya, Pak, sekali lagi mohon maaf."

Malvin mengangguk, sementara petugas kebersihan itu pergi, aku mendekat berniat membantu.

"Sakit banget?"

Malvin melirikku sebentar kemudian berjalan begitu saja dan duduk bersandar di sofa. Aku yang semula kesal karena tak mendapat jawaban apapun, kini mendekat karena melihat bercak merah pada kemeja putihnya.

"Vin, luka lo parah."

"Cuma lecet, udah sana lo balik kerja."

Aku meraih kotak obat, duduk di sampingnya.

"Gue bisa sendiri," ucapnya seraya merebut kotak obat yang baru saja hendak aku buka. 

"Gue bantu aja, lo pasti kesusahan obatinnya."

"Gue—"

"Vin, please."

Akhirnya Malvin menyerah, dia membuka tiga kancing kemeja terbawahnya, membuatku sedikit terkejut melihat perban yang terkelupas memperlihatka beberapa jahitan. 

"Vin, lo kenapa?"

Malvin hanya diam, sementara aku mulai membersihkan darahnya. Beberapa kali ia meringis menahan perih, aku berusaha sepelan mungkin tetapi Malvin tetap kesakitan. 

"Berhenti dulu, Ta," ucapnya seraya menahan tanganku.

Aku mengangguk, menarik lenganku.

"Apa sih, Ta, yang gak bisa Jio kasih tapi sangat lo harapkan?" tanyanya tiba-tiba, membuat jemariku yang semula sibuk menata obat-obatan terhenti.

"Vin..."

"Gue tau, Ta, tapi bukannya setiap manusia itu egois, ya?"

Aku tak ingin membiarkan percakapan ini berlanjut, bukan hanya hatiku yang akan berat melangkah namun juga Malvin yang selamanya akan terluka. Cukup sudah menggali perasaan yang sedang coba untuk dibunuh. 

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang