29 - Mantra

249 58 4
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****


Rangkaian prosesi adat pernikahan Jawa telah dilakukan selama beberapa hari lalu, sakral dan penuh doa. Setelah menyelesaikan prosesi pranikah, tibalah saatnya acara akad. Upacara pernikahan penuh haru, Grisela tak kuasa menahan air matanya ketika seluruh saksi mengatakan sah. 

Aku sibuk menyalami sanak saudara yang datang, sementara Jio digandeng Papa untuk dikenalkan pada rekan kerja dan seluruh keluarga besar. Aku hanya tersenyum melihat wajah pria itu yang terlihat begitu kaku. 

Rangkaian acara terus berlangsung hingga malam, aku yang sudah kelelahan memilih duduk sedikit menjauh dari pekarangan rumah, menghubungi Jio untuk ikut beristirahat denganku.

"Tamunya nggak habis-habis, rasanya tangan aku sampai kapalan," ucap Jio yang baru saja tiba membuat tawaku seketika pecah. 

"Sini aku pijitin," ucapku seraya meraih telapak tangannya ketika pria itu baru saja duduk di sampingku.

"Kamu cantik banget hari ini, aku sampai nggak ngenalin."

Aku hanya tersenyum malu, sementara sebelah lengan Jio yang tak ku genggam, menyelipkan rambutku supaya tidak menghalangi cahaya yang hendak menyinari wajahku.

"Kak Grisela dan suaminya kelihatan bahagia banget ya, Ta?"

"Mereka memulai semuanya karena cinta, jadi wajar kalo perayaan tertinggi untuk cinta mereka adalah kebahagiaan terbesarnya."

Jio menarik lengannya yang semula aku pijit pelan, ia menggenggam lenganku. Tatapannya menerobos masuk kedalam mataku, senyumnya menjadi hal baru yang ingin aku abadikan untuk kunikmati.

"Kita memulai ini karena cinta kan, Ta?"

Aku mengangguk. 

"Kalau gitu, aku mau ajak kamu bikin perayaan juga."

"Maksud kamu?"

"Kamu mau nggak nikah sama aku?" tanyanya pelan, meski cukup membuatku menegang.

"Ji—"

"Aku serius, Ta, sumpah. Kalau kamu nggak percaya, tunggu tiga hari lagi aku akan balik kesini sama orang tua aku."

Ini mengejutkan, aku bahkan tidak pernah berpikir akan secepat ini Jio menanyakan hal itu. Aku kira dia masih akan sibuk dengan dunianya. 

"Aku bukannya gak percaya, aku cuma heran kenapa semendadak ini?"

"Ini gak mendadak, Ta, aku udah ngobrol sama orang tua kamu sebelum kita sampai di Jogja. Aku juga udah bicarakan hal ini sama Mama dan Papa, mereka sangat dukung niat aku."

Senyumku mengembang, air mata jatuh silih berganti. Jio menyapu jejaknya dengan jari. "Ta, kok nangis?"

"Aku benci sama kamu."

Jio tertawa. "Orangmah dilamar tu ngomongnya yang romantis-romantis, ini malah bilang benci."

Aku memukul lengannya cukup keras seraya berkata, "Jio nyebelin!"

"Kenapa, sih, Ta, astaga."

"Aku udah mikir kamu bakal nikahin aku kalau rambutku udah ada yang putihnya."

Jio menyentil pelan keningku. "Bisa ya kamu mikir gitu."

Aku tertawa pelan, Jio memeluk tubuhku gemas. "Kamu belum jawab, Sayang."

Aku meloloskan tubuhku dari pelukannya, duduk tegak dengan tangan memegang dada. "Dengan seizin Tuhan dan restu Mama,  Papa, Tante Jihan, Om Andre, Arin, Pak RT setempat, Pak Rw setempat, Pak Presiden, Pak—"

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang