24 - Ego

277 62 42
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Ada yang berbeda dari kantor hari ini, Mbak Karin resmi keluar dan memulai hidup baru sebagai seorang Istri sepenuhnya. Malvin lebih banyak di dalam ruangan dibanding memeriksa pekerjaan karyawannya. Restoran berjalan seperti biasa, Arin juga ada di sana sebagai kasir.

Aku menatap ragu pada pintu ruangan Malvin, sembari membawa berkas laporan keuangan bulanan jemariku berani mengetuk pintu itu. 

"Masuk," ucap seseorang di dalam sana. 

Seperti kembali lagi pada lembar awal, aku menemukan Malvin yang dingin dan tak peduli siapa yang datang padanya. 

"Saya mau melaporkan keuangan bulan ini," ucapku sedikit kaku.

Malvin juga tak mempermasalahkan, dia tetap membaca berkas di hadapannya seraya bertanya, "Gimana grafiknya dibanding bulan lalu?"

"Naik lima persen, Pak."

Malvin mengangguk seraya mengambil berkas yang kuberikan, menatapku sekilas kemudian kembali meneliti pekerjaanku. 

"Saya mau minta cuti tiga hari."

"Gak bisa," jawabnya enteng.

"Dua hari."

Malvin menggeleng, aku membuang napas kasar.

"Saya mau pulang, Kakak saya mau nikah."

Barulah Malvin menyimpan berkasnya, menatapku penuh. "Gue kasih cuti berapa hari semau lo, asalkan gue yang antar lo."

Aku membelalak. "Apa?! Gue gak salah dengar?"

"Iya. Lo mau minta cuti setahun juga gue kasih asalkan sama gue."

"Sakit ya lo?"

Aku yang merasa percakapan ini tak ada gunanya, memilih berbalik berniat kembali pada pekerjaanku. Baru sampai menggenggam daun pintu, Malvin kembali memanggil namaku. 

Aku hanya menoleh sebagai jawaban. 

Ia mendekat, menarik dan mendorongku hingga terpojok di dinding. 

"Malvin!"

Malvin hanya tersenyum miring. Kedua lengannya menahan pundakku, perlahan ia mendekatkan bibirnya pada bibirku. Aroma alkohol menyengat, ia semakin mendekatkan wajahnya.

"MALVIN LEPASIN GUE!"

Sekujur tubuhku meremang, aku ketakutan. Air mataku jatuh semakin deras. Bersama sisa-sisa tenaga, aku memalingkan wajah hingga membuat bibirnya mendarat di pipiku, kemudian aku mendorongnya dan menampar keras pipinya. 

"BERENGSEK!" umpatku sembari terengah-engah. Kedua kakiku terasa lemas, ketakutan membuatku tak berdaya. Aku berdiri bertumpu pada daun pintu, sementara Malvin menatapku mencoba mendekat.

"Ta, maafin gue," ucap Malvin seraya mendekat berniat meraih tanganku.

"Gue mohon jangan sentuh gue lagi."

"Ta, tolong lo ngerti."

Aku menghapus air mataku yang masih saja mengalir. "Gue ngerti, Malvin, gue sangat ngerti tapi lo bertindak seolah dunia harus ikut mau lo. Gak bisa, lo gak bisa seegois itu untuk hidup di bumi ini."

"Gue cuma mau satu hal di dunia ini, tapi kenapa justru satu hal itu gak bisa gue miliki?"

"Karena bukan buat lo, Malvin."

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang