7 - Teman

343 70 37
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Sudah sepuluh menit lebih aku menunggu Arin menyelesaikan pekerjaannya di dalam gudang, kalau saja Arin tahu apa yang akan aku ceritakan, pasti dia lebih memilih menunda pekerjaannya dan duduk di sampingku mencerna dengan jelas setiap kata yang aku ucapkan.

"Ta, kalau gini ceritanya gue mending jadi Babu deh dirumahnya Rapi Ahmad," ucapnya seraya duduk di sampingku menghembuskan napas lelah.

Aku tertawa pelan. "Emang lebih cocok jadi Babu, sih, Rin muka lo."

Arin menatapku tajam, membuat tawaku pecah. Aku membiarkannya meluruskan kakinya sesekali memijat pundaknya sendiri.

"Oh iya, gue hampir lupa. Tadi lo mau cerita apa? Jio selingkuh lagi? Jio jalan sama cewek lain? Jio ngungkit kejadian dulu? Jio cuek sama lo? Tuh kan gue sampai hapal daftar curhatan lo. Kalau lo cuma mau cerita soal itu, jawaban gue bakal tetap istiqomah. Putusin dan cari yang baru. Udah gitu doang."

"Gak jadi cerita, ah, males gue kalau lo udah nyuruh gue putus sama Jio."

Arin nyengir tak berdosa. "Ih ngambekan," ucapnya mencolek daguku.

"Lagian ini bukan soal Jio kali, sok tau banget lo."

"Iyakah? Siapa dong?"

"Malvin," jawabku enteng, meski setelah itu Arin membulatkan mata tak percaya. Bahkan, bola matanya hampir menggelinding setelah aku menyebut nama itu.

"Siapa siapa?"

"Mal-vin."

"Wah jahat lo, Ta, masa lo tega nikung teman lo sendiri," ucapnya seraya menggeleng tak percaya. Aku. Mendengus melihatnya, menjijikan.

"Gak usah halu ya wahai akar lengkuas!"

Arin terkekeh pelan. "Emang ada apa sama Malvin?"

Aku menghela napas panjang sebelum memulai cerita. "Jadi pas gue jalan sama Jio—"

"Grita," panggil seseorang memotong ucapanku, Arin bergegas berdiri. Aku menoleh melihat siapa yang membuat Arin seterkejut itu.

"ID Card lo ketinggalan di rumah," ucapnya menyimpan sebuah kartu pengenal berlogo minimarket di atas meja kasir. Arin menatapku meminta penjelasan, aku mengabaikannya dengan menatap Malvin.

"Makasih."

Dia mengangguk.

"Hai, gue Arin, temannya Grita. " Ucap Arin tiba-tiba seraya mengulurkan tangan. Aku mendengus merasa malu memiliki teman seperti dia terlebih lagi yang sedang di hadapi adalah Malvin.

"Malvin," ucapnya menyambut uluran tangan Arin. Tak berselang lama ia menarik kembali uluran tangan itu.

"Malvin, lo ini—"

"Sorry gue buru-buru," ucap Malvin memotong pertanyaan Arin, dengan tak berdosa pria itu berjalan keluar toko membuat seseorang di sampingku membulatkan mata tak percaya. Mungkin selama ini ia kira Malvin adalah pribadi yang hangat dan menyenangkan sebagaimana wajahnya yang tampan.

"Sekarang apa lo masih mau kagum sama dia?"

Arin menatapku. "Lo pikir gue akan menyerah? Ya iyalah! Gila apa gue mau ngejar-ngejar orang kaya gitu?"

"Ya makannya orang gak bisa dinilai dari sampulnya aja."

Arin mengangguk setuju. "Eh bentar, kok lo bisa sampai rumahnya Malvin? Apa Viona gak bikin lo jadi rendang?"

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang