14 - Tanya

325 56 27
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Pengawal hari yang redup, matahari tertutup awan hitam. Beriringan langkahku bersama remaja berseragam SMA, bersisian menunggu angkutan umum di halte. Satu kendaraan berhenti di depanku, aku tak ikut berdesakan memaksa masuk. Sengaja membiarkan anak-anak sekolah itu mendapat tempat lebih dulu.

"Mbak, mau naik gak?" tanya kondektur di ambang pintu.

Melihat suasana di dalam bus yang begitu penuh, akhirnya aku menggeleng pelan, membiarkan bus itu berlalu dan menunggu bus berikutnya.

Ponselku berdering, sebuah panggilan masuk. Siapa lagi jika bukan bosku, dia pasti akan marah-marah karena sudah hampir pukul delapan aku belum sampai di sana.

"Halo," sapaku mengawali pembicaraan.

"Masuk."

"Masuk kemana?" tanyaku heran.

" Ke mobil."

"Mobil siapa?"

"Mobil gue lah."

Aku mengedarkan pandangan, mencari mobil yang Malvin maksud. Tak berselang lama, sebuah mobil berjalan mundur, berhenti di tempatku.

"Masih nggak keliatan juga?" tanyanya tanpa menurunkan ponsel di telinganya.

Aku mendengus, mematikan panggilan itu dan masuk ke dalam mobil tanpa berpikir panjang. Gerimis mulai melukis butirannya di kaca mobil, sementara pria di sampingku sibuk dengan dunianya. Mataku terus menatap ke luar jendela, hanyut dalam lamunanku tentang pulang yang dibicarakan Jio kemarin malam.

"Grita," panggil pria di sampingku, memecah lamunan.

"Apa?"

"Lo nggak mau jujur sama gue?"

"Jujur soal apa?" tanyaku tak mengerti.

"Soal lo baca berkas gue."

Mati aku, dia pasti masih mencurigai kejadian dua hari lalu. Aku mencoba tenang, mendesah pelan.

"Kan gue udah bilang gue nggak baca."

"Yakin?" tanyanya.

Aku mengangguk pasti, meski sejujurnya jantungku telah berdetak dua kali lebih cepat.

"Lo tau nggak ruangan gue punya CCTV?"

CCTV? Mati aku. Bagaimana bisa kemarin-kemarin aku tidak berpikir sejauh itu bahwa ada kamera pengintai di ruangannya, padahal seharusnya aku sadar karena ruangan Malvin adalah bagian terpenting di kantor.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, berusaha mencari jawaban. Malvin terlihat tenang seraya bersandar pada kursi kemudinya, tak berniat keluar meski perjalanan telah usai.

"Lo baca bagian mana?"

"Tadinya gue gak niat baca, cuma—"

"Gue nggak tanya kenapa lo baca itu, yang gue tanya bagian mana yang udah lo baca," ucap Malvin memotong pembicaraanku.

Aku mendesah pelan, pasrah dengan apa yang akan terjadi. Mungkin memang aku harus jujur hari ini. Terlebih lagi, informasi yang kubaca memang tidak seharusnya aku dapatkan, tidak sopan rasanya kalau harus tahu tapi seolah tidak tahu.

"Bagian awal, yang total uang sama deskripsi perjanjian."

"Terus?"

"Terus poin perjanjian yang lo nggak boleh pacaran sebelum perjanjian itu dihentikan."

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang