43 - The Wedding

295 55 51
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Berbulan-bulan sudah, keputusan itu merubah semuanya. Aku dan Malvin bahkan lebih banyak bertemu. Tetapi tidak banyak bicara, aku lebih suka menatap keluar jendela, Malvin juga lebih suka memutar musik. Seolah kami berada dalam angkutan umum yang penumpangnya silih berganti datang dan pergi. 

Lalu pernikahan itupun tiba, hiruk pikuk manusia di penjuru ruangan membawa gelak tawa ke kursi pelaminan. Mataku berkaca, senyumku redup seketika. Ini seperti mimpi, semua bergerak seperti ilusi. Malvin menggenggam lenganku, menyapa pandanganku dengan senyum hangat seolah dalam diamnya dia memintaku untuk sedikit lebih tegar setidaknya di depan seluruh koleganya yang datang.

"Selamat ya, Malvin, akhirnya apa yang kamu perjuangkan sampai berdarah-darah berakhir bahagia.,"

"Terima kasih, Viona."

Perempuan itu beralih padaku, senyumnya mengembang, ia memelukku erat. "Kita adalah orang yang beruntung, Ta, kita akhirnya bertemu pria yang bisa menerima seluruh kekurangan kita."

"Are you happy now? Kalian memulai hubungan karena cinta?" tanyanya lagi. 

Aku tak menjawab, membiarkan percakapan itu termakan waktu begitu saja. Semua ini terlihat buram sekarang, perasaanku juga tak bisa dinilai dengan jawaban ya atau tidak. Hingga Viona mengelus pundakku pelan sebelum membiarkan panggung pelaminan kembali diisi aku dan Malvin, jawaban itu benar-benar tidak pernah tercipta.

"Vin," panggilku.

"Hm?"

"Setelah ini, kita tinggal di mana?"

Malvin mengerutkan kening heran."Di Jogja?"

"Aku pengen tinggal di Bandung."

"Bandung?"

"Iya," jawabku seraya mengangguk yakin. "Kamu keberatan?"

"Nggak kok, cuma ragu aja karena sepertinya Bandung adalah titik hitam bagi kamu."

Aku mengabaikan kalimat itu. "Kapan kita ke Bandung?"

Malvin berpikir sejenak. "Mungkin satu atau dua minggu lagi."

Aku menggeleng cepat."Terlalu lama. Gimana kalau besok?"

"Ta, memang kamu gak capek?"

"Nggak," jawabku cepat. "Besok kita ke Bandung, ya?" tanyaku memastikan.

"Tapi—"

"Vin, tolong," mohonku.

Malvin menghela napas pelan, mengangguk. Aku memeluk Malvin di depan semua tamu, mencipta riuh tepuk tangan dan sorakan agar Malvin mendaratkan ciuman, namun dia tak melakukan itu. Dia hanya memelukku, mengelus pelan punggungku.

***

Pukul sepuluh malam, acara dinyatakan selesai. Aku dan Malvin kembali ke rumah, menempati kamar pengantin kami, dia mengganti pakaian dan membersihkan tubuhnya. Sementara aku sibuk mengemasi pakaian, bahkan pintu kamar terbuka lebar.

"Ta, makan dulu, yuk."

"Duluan aja," ucapku singkat.

Malvin tak memaksa, ia keluar dari kamar dan menuju meja makan yang kuyakini seluruh keluargaku telah berkumpul di sana.

"Ta," panggil Papa di ambang pintu.

"Iya, Pah?"

"Mau ke mana sudah packing gitu," tanyanya seraya berjalan mendekatiku, ia duduk tepat di sampingku, menatap heran pada pakaian Malvin dan Pakaianku yang ditata rapi di dalam koper.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang