13 - Bandara

309 53 6
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Sayup-sayup aku mendengar dering ponselku di atas meja, mataku yang masih kesulitan menyesuaikan dengan cahaya lampu kamar mencoba meraih benda pipih itu. Alarm. Seingatku aku tidak pernah mengatur alarm pukul tujuh malam, hingga secarik kertas yang terjatuh di samping alas kaki, membuat jemariku meraihnya.

Aku yang atur alarm. Satu jam lagi aku jemput.

Senyumku mengembang, pria itu pelakunya. Tanpa menunggu lagi, aku bergegas mempersiapkan diri.

Jio datang tepat waktu, persis satu jam. Setelah alarm itu berbunyi. Tubuhnya yang sudah dibalut pakaian rapih, dilengkapi jaket juga sepatu kesayangannya. Di ambang pintu menuju ruang utama aku termenung menatap pria yang sibuk dengan ponselnya, mengagumi betapa Tuhan berbaik hati mengirimnya untuk tetap disisiku hingga sekarang.

"Ta, kamu ngapain bengong disitu?" tanya Jio diiringi senyum hangat.

Aku hanya menjawabnya dengan gelengan pelan.

"Aku ganteng, ya?"

"Nggak ah biasa aja," ucapku menyangkal meski sejujurnya bibirku tak tahan menyembunyikan senyum.

"Kamu bisa masuk koper gak? Pengen aku bawa."

"Kamu lagi nyamain aku sama gantungan kunci?" tanyaku pura-pura kesal.

"Ya ampun, Ta, aku lagi romantis masa kamu gak paham?"

"Romantis apa ngatain?" tanyaku curiga, menatapnya dengan mata menyipit.

Dia mengusap wajahnya kemudian berkata, "Ngatain gimana, sih?"

"Ngatain aku pendek, kecil."

"Ya kan emang iya," jawabnya cepat membuatku membulatkan mata.

"APA?"

"Eh maksud aku—"

"Pergi sendiri! Aku gak mau antar kamu ke Bandara," ucapku kesal.

"Bercanda Ta."

"Bohong!" ucapku seraya berjalan meninggalkannya, tiba-tiba Jio menggendong tubuhku dengan mudah, membawanya berjalan keluar.

"Jio astaga turunin gak?" ucapku seraya memukul pelan dada bidangnya.

"Gak akan."

"Malu tau diliatin supir kamu," ucapku seraya memukul-mukul pelan dada bidangnya.

"Biarin aja, lagian dia kalo punya pacar yang nyebelinnya kaya kamu, pasti ngelakuin hal yang sama."

Aku mendesah pelan, pasrah dibawa masuk ke dalam mobil. Pria itu mengunci pintu rumahku sebelum akhirnya duduk tepat di sampingku.

"Santai aja, Pak bawa mobilnya, pesawatnya take off dua jam lagi," ucap Jio yang dibalas anggukan oleh si pengemudi.

Aku menoleh cepat, membulatkan mata pada Jio yang dengan santainya dia hanya menanggapi dengan menaikturunkan aliasnya.

"Jio, dua jam itu seratus dua puluh menit."

"Emang siapa yang bilang dua jam itu sepuluh menit, Grita?"

Aku berdecak pelan. "Terus kenapa berangkat jam segini?"

"Biar gak ketinggalan."

"Kamu kira pesawat itu angkot atau gimana, sih?" tanyaku mulai kesal.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang