34 - Ruang Sendiri

271 60 27
                                    

RENJANA BY SISKAKRML

Instagram : @siska_krml dan @hf.creations

****

Percuma, semua pesan-pesan itu percuma. Semesta terlihat tidak adil sekarang, inikah alasan Jio memberiku kotak musik? Inikah mengapa Tuhan memberi Bahagia yang tak henti-hentinya beberapa hari ini? Untuk luka kah semua itu? Untuk kehilangan kah semua itu?

Bahkan, aku tak pernah punya kesempatan memeluknya sekali lagi, sekali untuk selamanya. 

"AAARRRRGGHH," pekikku seraya melempar bantal ke meja rias, menjatuhkan banyak perlengkapan make up berbahan kaca, jatuh berantakan menyisa kepingan-kepingan.

"GAK ADIL!!!" 

Aku memukul dadaku yang terasa sesak, meluapkan semua kesedihan dan memeluk lutut. Tak berselang lama, Mama dan Papa datang, menatap terkejut pada pecahan kaca di dekat meja rias, aku tak peduli.

"Grita jangan gini, sayang," ucap Mama pelan, ikut memelukku.

"Mana Jio, Ma?"

"Dia baik-baik aja, kan?"

Mama hanya bisa menangis mendengar pertanyaanku, sementara Papa hanya bisa menatap nanar.

"Pah?"

Papa hanya bisa menggeleng pelan.

"MAMA SAMA PAPA AJA GAK TAHU JIO DI MANA, KAN? TERUS GIMANA AKU BISA TENANG?"

"Ta, kita semua juga berduka," ucap Kak Lala yang baru saja sampai di kamarku bersama suaminya.

"Berduka? Memang siapa yang pergi?"

Mereka diam, sementara aku meremas kuat ujung pakaianku. "Jio? Jio gak akan kemana-mana, kami kan mau nikah. Iya, kan, Pah?"

Papa diam.

"Iya, kan, Mah?"

Mama hanya menunduk seraya mengusap air matanya.

Ponselku tiba-tiba berdering, senyumku mengembang, "Itu pasti Jio."

Jemariku bergegas mengambil ponsel yang terjatuh di lantai, senyumku memudar  berganti raut sendu ketika membaca sebuah nama di layar benda pipih milikku.

Om Andre

"Halo, Om," sapaku dengan nada bergetar, memulai percakapan.

"Grita, Om harap kamu baik-baik aja di sana."

Kalimat itu justru membuat air mataku luruh, Mama mengusap punggungku yang bergetar. Bagaimana mungkin aku bisa baik-baik saja sementara kabar Jio belum kudengar lagi hingga sore ini.

"Ta, hatimu harus luas. Om tahu ini berat sekali buat kamu, tapi Om mohon untuk sedikit lebih ikhlas."

"Om tahu keadaan Jio sekarang?" tanyaku pelan, diiringi isak tangis.

Om Andre tak menjawab, aku mendengar isakan di seberang sana. Hatiku semakin hancur, tangisku tak terbendung. 

"Om, tolong jawab aku."

"Gak ada yang selamat, Nak, kita cuma bisa menunggu jenazahnya ditemukan."

Lalu dunia seolah berhenti setelah kalimat itu terucap, ponselku terjatuh, layarnya hitam tak lagi menampilkan panggilan. Kalimat terakhir itu berhasil menghancurkanku. Aku mengepalkan lengan hingga memutih, menahan perasan menyakitkan di dalam dadaku. 

"Ta," panggil Mama.

"Aku mau sendiri, tinggalin aku sendiri."

"Tapi, Nak."

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang