"Mau minum teh?" Faqih menyodorkan secangkir teh hangat kepada Zila.
Rumah mereka yang tadinya banyak serpihan-serpihan kaca serta batu-batu, sudah Faqih bersihkan tanpa sisa. Remaja lelaki itu tidak membiarkan kakaknya ikut bersih-bersih, melainkan menyuruh Zila untuk istirahat di kamar.
Zila mengangguk, dan menerima cangkir teh tersebut. "Makasih."
Faqih tak menjawab, ia memperhatikan lamat-lamat wajah cantik kakaknya. Lelaki itu menghela napas. Dilihat, jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB. Namun, Rafiq dan Jihan belum menampakkan batang hidung nya. Rencananya, Faqih akan memberitahu apa yang terjadi hari ini kepada orang tuanya.
"Jangan kasih tau Ayah Bunda tentang teror tadi," ucap Zila tiba-tiba. Seakan mengetahui apa yang Faqih pikirkan. Tentu saja ucapan Zila tidak disetujui oleh Faqih. Kepala cowok itu menggeleng tak terima. "Ayah dan Bunda harus tau, Kak!"
"Jangan, Qih. Nanti mereka khawatir."
"Kalau gak ngasih tau, ya kita bakalan tetap disuruh cerita juga lah. Emang nya lo gak liat tadi, jendela depan dan belakang rumah kita hampir bolong semua? Ayah dan Bunda pasti nanya alasannya, Kak," ujar Faqih sedikit kesal.
Zila menghela napas. "Gue gak mau bikin mereka khawatir..."
"Sekali-kali mereka harus khawatir sama anaknya. Jangan kerjaan mulu yang di khawatirin," ucap Faqih sinis.
Zila menatap Faqih tajam, dan dibalas tak kalah tajam oleh adiknya. "Apa?!"
Zila mendengkus. "Gambar lo udah jadi?"
"Belum." Faqih beranjak dan menyelimuti kakaknya dengan selimut tebal. Tangannya mengambil remot AC dan menurunkan suhu AC tersebut agar Zila tidak kedinginan.
"Kenapa belum? Besok dikumpulin, kan?"
"Iya." Faqih duduk kembali di tepi ranjang Zila. "Besok pagi-pagi gue kerjain di sekolah."
Zila menggeleng tak setuju. "Hasilnya gak akan maksimal kalo begitu, mana sini buku gambarnya? Biar gue bantuin."
"No! Lo harus istirahat, Kak. Ntar gua tinggal minta tolong gambarin sama Tiara." Faqih menyengir.
"Jangan nyusahin orang, Qih."
"Dia pacar gue."
Zila mendesis. "Punya pacar itu dijaga dan disayang, bukan dimanfaatin."
"Manfaatinnya kan demi kebaikan."
"Kebaikan buat lo sendiri itu mah." Zila geleng-geleng kepala yang dibalas cengiran lebar oleh adiknya. "Mana sini? Mumpung belum terlalu malam."
"Tapi--"
"Faqih," Zila menatap adiknya penuh peringatan.
"Iya-iya! Bentar gue ambil dulu." Faqih menghela napas pasrah dan langsung keluar dari kamar Zila untuk mengambil buku gambar yang ada di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAZIFA [ Completed ✅ ]
Teen FictionNazila Maura Aryana, gadis yang memiliki kepribadian dingin, tak tersentuh, cuek dengan sekitar, namun tetap bersikap hangat pada keluarganya. Keluarga yang sebenarnya. "Gue cuma anak buangan yang pembawa sial," ucapnya seraya tersenyum getir. _____...