41. Fani dan Dion

2.1K 109 2
                                    

"kak tidur yuk"kata Dita pada Gilang, Gilang yang asik dengan game diponselnya tidak memperdulikan ucapan Dita membuat Dita kesal dan jengkel.

"Apa sih ta?"tanya Gilang, saat ponselnya direbut oleh Dita dan disembunyikan dibalik badannya.

"Balikin gak ponselnya"sambung Gilang lagi, Gilang berusaha merebut ponselnya dari tangan sang istri.

"Gak, salah siapa kakak cuekin aku"Dita menatap tajam pada Gilang yang juga menatapnya.

"Ayo tidur"sambung Dita lagi, mau tidak mau Gilang menuruti permintaan sang istri untuk tidur.

"Selamat malam kak"kata Dita, kemudian mencium pipi Gilang. Gilang juga tidak mau kalah dengan istrinya dia mencium kening sang istri dengan lembut.

Tengah malam Dita terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ponsel berdering, dia melirik nakas disebelah nya ternyata yang berbunyi adalah ponsel milik Gilang yang dia simpan sebelum tidur.

"Siapa malem-malem gini telfon?"gumam Dita pelan, dia mengambil ponsel milik Gilang, tapi tidak ada nama sang penelfon disana.

"Siapa ya apa angkat aja"sambungnya lagi, setelah beberapa saat berfikir akhirnya Dita mengangkat telfon Gilang.

"Hallo Gilang"jantung Dita berhenti berdetak mendengar suara wanita yang sangat dia kenali itu.

"Halo Gilang, ini aku Fani"sambungnya lagi, jantung Dita sudah sesak fikirannya sudah macam-macam tentang Gilang.

"Kenapa kak Fani nelfon kak Gilang malem-malem"kata Dita dalam hati.

"Kenapa?"tanya Gilang, dia terbangun saat mendengar suara ponselnya tadi. Tanpa menjawab Dita memberikan ponsel yang dia pegang kepada Gilang.

Gilang nampak melirik ponsel yang masih menyela, "siapa yang nelfon?"tanya Gilang.

"Hallo"kata Fani kembali.

"Gilang kamu disana kan, ini aku Fani"sambungnya lagi. Mata Gilang memerah menahan amarah, baru saja dia berbaikan dengan sang istri sekarang ada lagi masalahnya.

Dita terdiam menatap lurus kedepan tanpa menatap Gilang yang memegang ponselnya. Gilang segera mematikan panggilan tersebut. Dia menatap istrinya yang bengong.

"Kenapa kak Fani nelfon kakak?"tanya Dita tanpa menoleh kearah Gilang.

"Aku gak tau dia mau apa, aku juga gak tau kalau dia nelfon aku"jawab Gilang, dia sangat takut melihat wajah istrinya yang terlihat kesal.

"Apa kakak masih cinta sama kak Fani?"tanya Dita menatap lekat-lekat wajah Gilang.

"Aku beneran udah gak cinta sama dia"jawab Gilang dia menggenggam tangan Dita yang dingin.

"Tapi dia masih cinta sama kakak"kata Dita dengan tersenyum bukan senyum bahagia atau apa tapi senyum untuk menutupi kesedihannya yang dia tunjukkan.

"Tapi aku udah gak cinta sama dia"jawab Gilang lagi, dengan pelan dia menarik tubuh Dita untuk mendekat.

"Kamu percaya sama aku, aku udah gak ada rasa cinta sama dia. Aku cinta sama istri aku"sambungnya lagi.

"Aku percaya sama kakak"jawab Dita tersenyum.

"Kakak aku takut"sambung Dita kembali. Gilang memeluk tubuh istrinya dengan erat.

"Takut kenapa?"tanya Gilang menatap wajah cantik Dita yang semakin hari semakin cantik.

"Aku takut suatu saat nanti kak Fani ambil kakak dari aku"jawab Dita dengan terisak, yang ada dalam benak nya sudah iya utarakan kepada suaminya.

"Gak akan ada siapapun yang berani rebut aku dari kamu, atau pun sebaliknya"kata Gilang, dia sangat mencintai istrinya dia tidak akan membiarkan siapapun mengusik ketenangan istrinya apalagi ada bayi mereka didalam perut Dita.

"Jangan berfikir macem-macem lagi, sekarang tidur lagi"kata Gilang pada Dita, mereka tidur dalam keadaan berpelukan.

.
.
.

"Kenapa Gilang gak jawab telfon aku, apa dia marah banget sama aku"kata Fani menatap nanar ponselnya.

"Apa udah gak ada cinta buat aku Lang?"tanya Fani pada ponsel yang menampilkan foto Gilang disana.

"Aku emang gak tau diri"sambung Fani, dia merasa menjadi wanita murahan yang mengharapkan Gilang bisa kembali kepadanya dan hidup bahagia bersamanya sedangkan Gilang sudah bahagia dengan keluarga nya.

Maksut Fani menelfon Gilang adalah untuk meminta maaf karena waktu itu. Dia ingin meminta maaf pada Dita, dia sangat merasa bersalah pada wanita yang membantu dan menolongnya itu.

Tok.

Tok.

Tok.

"Siapa yang dateng malem-malem?"tanya Fani menoleh kearah pintu kontrakan nya.

Ceklek.

"Dion"gumam Fani saat melihat siapa yang mengetuk pintu kontrakan nya.

"Nagapin kamu kesini?"tanya Fani menatap tajam kearah Dion. Dion tidak menjawab, lelaki itu menerobos masuk kedalam kontrakan Fani membuat Fani kaget.

"Keluar kamu dari sini"kata Fani menarik Dion untuk keluar, laki-laki itu berjalan sempoyongan dengan memegangi kepalanya.

"Heh"pekik Fani saat Dion menabrak dirinya.

"Dion kamu apa-apa sih, lepas gak"teriak Fani saat tangan Dion melingkar dipinggangnya.

"Kamu mabuk, lepasin aku"Fani berusaha untuk melepas kan diri dari Dion, tapi usahanya hanya sia-sia dia tidak punya cukup tenaga untuk mendorong tubuh Dion.

Setelah beberapa saat pelukan Dion nampak mengendur, Fani serega melepas pelukan itu dan ternyata Dion tidur dipundak Fani. "Dion bangun"kata Fani menggoyang goyangkan lengan Dion.

Dengan susah payah Fani membawa Dion untuk berbaring dikursi diruang tamu yang terbuat dari kayu. "Nyusahin banget deh"gumam Fani.

"Liat deh ayah kamu, nyusahin ibu aja"kata Fani pada perutnya yang membuncit.

"Ayah kamu kok tahu kita ada disini?"sambung Fani lagi. Dia sangat kaget saat Dion datang kesini tadi dan dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Fani memutuskan untuk kembali kekamarnya untuk istirahat, tubuhnya sangat lelah seharian ini dia terus berjalan untuk mencari pekerjaan.

.
.
.

Setelah Fani terbangun dari tidurnya dia bergegas untuk mandi dan sholat subuh, dilanjut dengan membuat sarapan untuk dirinya.

"Wah kelihatan enak"kata Fani menatap nasi goreng buatannya.

"Fan"panggil Dion, Fani menoleh kebelakang dan mendapati Dion yang sudah bangun dengan rambut berantakan.

"Udah bangun, cepet pulang nanti kalau ada yang liat"kata Fani, dia sama sekali tidak marah dengan Dion.

Dion melirik perut yang didalamnya hidup buah hatinya, "dia masih ada didalam sana?"tanya Dion pada Fani, Fani menoleh kearah Dion dia tidak mengerti apa maksut perkataan Dion barusan.

"Maksutnya apa?"tanya Fani menatap tajam Dion.

"Perut kamu"jawab Dion. Sekarang Fani mengerti yang dimaksut Dion adalah bayi dalam kandungannya.

"Iya dia kuat, makanya masih ada disini sampai sekarang"jawab Fani tersenyum, perutnya bergerak-gerak kecil saat mendengar percakapan orang tuanya.

"Ahhk"pekik Fani, perutnya terasa sakit akibat tendangan yang diberikan anaknya.

"Kenapa?"tanya Dion Panik, dia berjongkok di bawah Fani yang memegangi perutnya.

"Perutku sakit"jawab Fani pelan, rasanya semakin sakit. Dion memberanikan diri untuk mengelus perut Fani, sangat ajaib perut Fani tidak terasa sakit lagi dan tidak ada tendangan dari dalam.

"Apa sudah mendingan?"tanya Dion, dia sangat khawatir melihat Fani yang kesakitan.

"Iya"jawab Fani, segera dia menghempaskan tangan Dion dari perutnya.

Sahabat Kakakku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang