Persahabatanku dan Eun Ha sangat sederhana,kami hanya akan berada di sisi satu sama lain saat kami terjatuh dan merasa frustasi. Eun Ha dengan masalah kekuarganya dan aku tidak memungkiri sering kali mengalami kelelahan secara mental.
Target nilai sempurna yang harus aku dapatkan demi beasiswa,membuat hari hari ku disisi dengan berkutat dengan tumpukan buku. Jadwal les yang padat benar benar menguras energi otaku.
Eun Ha selalu menjadi penyelematku.Saat dia menginap di rumah dan melihatku sudah begitu frustasi,dia hanya akan mengemas seluruh buku ku dan menyembunyikanya di suatu tempat di rumahku.
"Ayo..bersenang senang Jennie!!"
Dia hanya akan menarik tanganku tanpa perduli dengan protesku. Eun Ha bahkan pernah mengajaku menari dan berlarian di bawah hujan deras. Hal sederhana yang tidak ku duga sangat melegakan. Seluruh beban di pundaku seperti terangkat,dan segalanya menjadi lebih ringan.
Orang bilang menghabiskan waktu dengan orang yang kita sayang memang menjadi terasa begitu cepat. Seperti hari ini,tidak terasa tiga tahun kami melewatinya bersama.
Kami baru saja menerima pengumuman kelulusan dari sekolah kami masing masing. Kami merayakanya bersama dan kekudian pergi berjalan jalan di tepi pantai tidak jauh dari pasar tempatku berjualan.
Aku dan Eun Ha saling bergandengan tangan. Lega? Tentu saja karena kami baru saja lulus. Tapi sebaliknya hari ini menjadi hari terberat untukku dan Eun Ha.
"Eun Ha?"
"Iya jen.."
"Kamu bener nggak mau coba??"
"Kamu bercanda? Ngeledek ya..??"
"Please,coba satu kali saja Eun Ha"
Eun Ha menghentikan langkahnya dan menatapku.
"Nilai aku payah Jenn,aku nggak mungkin bisa masuk Seoul University. Nggak papa ya,aku kuliah di Daegu saja Jenn"
Kami berdua kembali terdiam dan melanjutkan berjalan jalan.
"Jenn..."
"Eum"
"Lusa aku nggak bisa antar kamu ke stasiun,lusa jadwal kontrol ibu aku ke dokter"
Setahun belakangan ini,Eun Ha memang bercerita jika ibunya sakit keras dan harus kontrol seminggu sekali ke dokter,jadi aku harus rela Eun Ha tidak bisa mengantarku pergi ke Seoul lusa.
Sedari awal bersahabat dengan Eun Ha aku selalu bercerita dengan antusias pada Eun Ha tetang keinginanku menjadi mahasiwa hukum di Seoul,
Jadi aku dan Eun Ha sudah sama sama tahu hari ini akan terjadi.
"Eun Ha.."
"Ya Jenn.."
Aku berhenti untuk menggenggam ke dua tangan Eun Ha.
"Kamu harus lebih kuat. Jangan terlalu sering menangis..aku tidak ada di sampingmu lagi,kalau kamu terus menangis siapa yang akan memelukmu? Beejanjilah!"
Tangis kami sudah tidak bisa kami tahan lagi. Aku dan Eun Ha larut dalam kesedihan mendalam.
"Aku janji akan lebih kuat Jenn.."
"Datang dan menginaplah di rumahku,tidur di kamarku saat kamu butuh tempat berlindung. Ayah dan ibuku sangat menyayangimu,kamu sudah seperti anak bagi mereka"
"Pasti...pasti aku akan sering menginap di rumahmu. Aku juga akan membantu ayah dan ibumu berjualan saat aku libur"
"Iissshhh...itu tidak perlu"
"Tidak apa apa aku suka berjualan"
Aku dan Eun Ha tertawa bersama menghabiskan waktu yang tersisa sebaik baiknya.
"Seoul itu tidak terlalu jauh Jenn,aku akan mampir suatu saat untuk melihatmu. Aku yakin kamu akan sangat sibuk jadi aku yang akan ke Seoul menemuimu"
"Janji...??!!"
Aku mengulurkan jari kelingkingku. Eun Ha tersenyum dan mengaitkan kelingking kami. Aku dan Eun Ha saling mengikat janji.
"Aku janji!"
"Berjanjilah juga kita akan saling menelpon setiap hari. Oke??!!"
"Bukankah itu memang harus??!!"
Kami berdua kembali tertawa bersama.
*****
Aku selesai mengemas seluruh pakaian dan perlengkapan ku untuk tinggal di Seoul. Sebenarnya aku sudah terkonfrimasi di terima di Seoul University bahkan ketika aku belum menerima pengumuman kelulusan.
Aku sangat bersyukur hari ini tiba,aku sudah tidak sabar untuk mencicipi rasa menjadi seorang mahasiwa hukum.
Aku melihat sekeliling kamarku lagi,memutar lagi seluruh kenangan yang terjadi di dalam kamar ini. Dan aku menyadari kamar ini jauh lebih hidup saat Eun Ha menginap di sini.
Eun Ha...aku bahkan sudah merindukanya.
Aku memutuskan untuk menvidio call Eun Ha sekali lagi sebelum aku berangkat.
Satu panggilan,dua panggilan. Eun Ha tidak menjawabnya.
"Jennie...sayang...,taxi nya sudah datang ayo kita berangkat"
Baiklah,ini saatnya.
Dengan berat hati aku melangkahkan kakiku. Taxi ini akan membawa kami ke stasiun.
Ibu dan ayah mengantarku. Ibu akan ikut denganku samoai ke Seoul sedang ayah hanya akan mengantar sampai stasiun.
Di Seoul aku akan tinggal bersama Bibi Minju adik dari ibuku.
Aku dan ibu sudah duduk di dalam kereta kami. Setelah mengucapkan selamat tinggal pada ayah aku mencoba menghubungi Eun Ha lagi. Tapi lagi lagi dia tidak menjawabnya.
Aku sebenarnya sedikit khawatir,tapi kemudian aku ingat Eun Ha sedang mengantar ibunya ke rumah sakit mungkin dia tidak mendengar dering ponselnya.
"Permisii....permisi...tooong beri aku jalan. Jennie....jennnie....!!!"
Aku sangat terkejut melihat Eun Ha berlari di luar gerbang kereta.
"Eun Ha....!!!"
"Jenn...tunggu..."
Aku segera bangkit dari tempat dudukku dan berlari menemui Eun Ha.
Kami langsung berpelukan erat dan menangis bersama.
"Bawa ini...!"
Eun Ha memberikan aku sebuah buku,yang aku tahu itu adalah buku harianya. Kami selalu menulis buku harian bersama sama tapi tidak ada satupun dari kami yang boleh membaca isinya.
"Tunggu...aku juga. Buku harianku untukmu Eun Ha"
Kami saling bertukar buku harian. Sampai bunyi klakson kereta mengharuskan kami berpisah sampai disini.
"Jaga diri baik baik Jenn...bersemangatlah!!!"
Aku kembali memeluk Eun Ha.
"Kamu juga. Hiduplah lebih bahagia Eun Ha,kamu pantas mendapatkanya. Aku sangat menyayangimu. Selamat tinggal.."
"Sampai jumpa Jenn..."
Aku kemabali naik ke gerbong kereta dan terus berdiri di balik kaca pintu kereta. Kami saling melambaikan tangan sampai aku tidak bisa melihat Eun Ha lagi setelah kereta melaju dengan kencang meninggalkan Eun Ha dan Daegu.
"Sampai jumpa sahabat"
Bisikku di sela air mataku.
*****
Oke,sampai berkaca kaca nulis chapter ini 🥲
Maaf bgt masih banyak typo nya ya readers,terimakasih juga buat supportnya. Sekali kali komen juga boleh💜💚 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive You (pengampunan)
FanfictionTakdir mempertemukan mereka untuk saling menghancurkan satu sama lain hingga jatuh bersama kedasar kehancuran. Namun keadaan justru membuat mereka saling berpegangan,saling menguatkan dan akhirnya saling menyelamatkan satu sama lain. "Wanita wanita...