037

42.7K 3.4K 1K
                                    

ayyowww gengg, gimanaaa kabar kaliannn?

ucapin makasiii nii buat tembus 1k votenyaaa, sayang kaliannn pokonyaaa😻

Di daerah kalian mati lampu gasiiii? mengkeselll genggg dari pagi akuuu belum mandiiiii😭 mana mati lampunya sampe nantiiii jam 5 soree lagiiii😭

nungguinnnn gak nihhhh?? cus ajaaa kalo gituuu!




SELAMAT MEMBACA




"Kenapa, sayang?"

"Pulang..." Zean menjilat bibir bawahnya kala mendengar suara rengekan istri cantiknya. Terdengar sangat memanjakan telinganya.

"Sebentar, gue belum--"

"Pulang, Theo..."

Oke, Zean tidak bisa lagi menahannya, "Kenapa sih, hm?"

"Gapapa, mau Theo pulang aja."

"Gue pulang," Zean mematikan sambungannya terlebih dahulu kemudian langsung memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. Setelah berpamitan kepada Rangga, Zean bergegas keluar dari kantor dan masuk ke dalam mobilnya.

Setelah membantu urusan Liam, Zean langsung melesatkan mobilnya ke kantor milik Rangga, membicarakan perkembangan perusahaan yang dijalaninya selama enam bulan terkahir ini.

Sejujurnya Zean sedikit merasa kagum kepada Rangga, ketika dimana para orang tua memaksa anaknya untuk menjadi penerus perusahaan mereka, tapi tidak dengan Rangga, setelah Gara menolak untuk meneruskan perusahaannya, Rangga sama sekali tidak memaksa atau melakukan hal yang akan membuat Gara menerima untuk menjadi penerus perusahaan.

Lampu merah menyala, Zean memberhentikan mobilnya, sembari membuka kancing kemejanya, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke arah luar. Tatapannya justru terpusat pada sebuah toko baju dewasa lengkap. Zean menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran kotornya, setelah lampu berganti menjadi hijau, Zean kembali menancap gas pedal dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke apartemennya.

Pintu lift terbuka, Zean berjalan yang hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk bisa sampai ke depan pintu.

Samar-samar Zean mendengar suara yang seperti tengah berbincang. Dari suaranya Zean tahu itu adalah suara milik Lovata, tapi dengan siapa gadis itu berbincang?

"Kenapa belum tidur?" tanyanya sekaligus membuat gadis itu terperanjat. Beberapa detik kemudian, gadis itu tersadar dan langsung berlari dari atas kasur, melompat ke pelukan Zean.

"Nungguin Theo," jawab gadis itu dengan suara tenggelamnya.

"Kaki Tata pegel, pijitin, ya?" pinta Lovata setelah puas memeluk dan menghirup aroma maskulin di leher suaminya. Sangat menyegarkan.

"Merah gini, kenapa?" Zean mengabaikan permintaan istrinya karena tatapannya teralihkan pada kedua matanya yang sembab.

"Kalo bohong berarti?" gadis itu menggelengkan kepalanya tanda tidak akan berbohong. Bibirnya sudah melengkung, sejujurnya Lovata tidak kuat menahan tangisnya sedari tadi.

"Tata... Tata, hiks..."

Jika sudah menangis seperti ini berarti memang terjadi sesuatu yang sudah mengganggu otak Lovata.

"Kenapa? Kok nangis?" lelaki itu memilih untuk duduk di sofa dekat balkon. Kedua tangannya bergerak menyingkirkan rambut indah Lovata ke belakang agar tidak menghalangi wajah cantiknya.

ALTHEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang