Lasi

61 5 0
                                    

Aku melempar diriku ke tempat tidur. Perutku sangat penuh. Kuakui bahwa makanan yang ia makan tadi adalah salah satu makanan paling enak yang pernah kucoba selama 17 tahun aku hidup.

Aku mengambil ponsel, memeriksa insta***m, mendapati banyaknya direct message. 'Susah jadi orang terkenal'

Aku beranjak dari tempat tidur, merasa gerah dan berniat mengganti bajuku lalu bersiap melaksanakan rutinitas setiap malamku, night skincare. Alasan mengapa kulitku cukup sehat (setidaknya menurutku) selain makanan bergizi dan olahraga.

Setelah selesai, aku pun bersiap untuk masuk ke dalam mimpi. Namun sayang beribu sayang, ketika aku hampir terlelap, pintu kamarku diketuk dari luar. Dengan terpaksa, aku membukakan pintu.

"Hai Aster. Ngapain? " papa menyapaku dengan wajah tidak berdosa.

"Menurut papa?" Aku mengernyit tak suka. Sungguh, mengapa papa selalu menggangguku disaat yang tidak tepat?

"Hehe. Papa izin bawa pacarmu ke kamar, Nil."

Aku kemudian melotot, menyadari sesuatu di gendongan papa. "Kenapa dikeluarin dari kamarnya?!"

"Kasian, Nil. Pacar kamu kesepian, papa juga kesepian gak ada temen bobo. Jadi papa bawa ya? Oke makasih. Dadahh" papa meminta izin, namun ia juga yang menjawab dan langsung pergi. Sayang sebelum pergi ujung bajunya terlebih dahulu ditarik olehku sehingga papa sedikit tertarik kebelakang. Untunglah papa senang berolahraga meski sudah tua. Kalau tidak aku yakin papa pasti sudah jatuh. Secara, aku menarik ujung bajunya tidak pakai hati.

"Kalau papa bawa Moza aku jamin malam ini papa gak akan bisa istirahat. " Ancamku.

"Pelit,ih kuburannya sempit!" Papa memanyunkan bibirnya namun tidak berniat melepaskan mahkluk di gendongannya.

Aku langsung mengambil alih mahkluk di gendongan Adrian sementara papa berusaha mempertahankan mahkluk tersebut. "BALIKIN. MOZA KUCINGKU!" Teriakku marah. aku sangat kesal, papa menggangguku ketika aku ingin tidur dan sekarang ingin mengambil pac- kucingku?!

"Meonggg" Moza terlihat tak nyaman dan berusaha melepaskan diri dari kedua manusia yang sedang baku hantam di depannya.

"Moza sayang, jangan takut. Monsternya sebentar lagi bakal aku usir." Ujarku lembut.

"Meong..meongg.." Seolah tau perkataan tuannya, Moza menatapku penuh permohonan membuat aku semakin semangat menghajar mons-papaku.

"MOZA! DASAR PENGKHIANAT! PADAHAL UDAH DISOGOK ROYAL C**IN!" Papa berteriak dramatis.

Aku menginjak kaki papa kuat membuat si empunya mengaduh kesakitan dan melepaskan pegangannya. Tak ingin menunggu lama, aku segera mengambil Moza-ku dan menutup pintu keras.

"Dasar anak gaada akhlak. Berani ngelawan orangtua demi pacarnya.
Moza juga. Pengkhianat." Dibalik pintu, kudengar papa mendumel kesal. Tapi aku tak peduli. Salah sendiri mengambil kepunyaan orang lain.

"Sepi deh gaada yang nemenin tidur. Mila udah tidur, Danilla durhaka, Ah! Tidur bareng Ale aja deh!" Papa berbicara sendiri dan langsung menuju kamar Aletris. Aku hanya dapat berdoa semoga Aletris kuat menghadapi ujian ini.

Aku menurunkan Moza di lantai, mengelusnya. Tiba-tiba aku teringat. Aku memiliki pekerjaan yang belum kulakukan. Oleh karena itu, kuambil ponselku dan men-dial kontak.

"Halo?"

"Ini gue."

Suara diseberang terdiam barangkali berusaha menebak siapa yang meneleponnya malam-malam.

"Danilla?" Ujarnya tak yakin.

"Ya. Lo apa kabar?"

"Gue... Baik" dia berujar pelan. Nada suaranya terdengar ragu. "Lo dapat nomor gue dari Nava?" Lanjutnya lagi.

ASTER ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang